Tema-tema obrolan muncul begitu saja. Pelontar umumnya berawal dari pertanyaan-pertanyaan mahasiswa yang diajukan kepada Cak Nun. Karena pesertanya berbeda latar belakang, maka diantara mereka sering saling ngotot mempertahankan argumen masing-masing. Kalangan mahasiswa dengan bahasa-bahasa planet yang bagi kalangan awam susah dipahami, nukilan-nukilan text-book dengan istilah-itilah asing.
Jika malam makin larut, secara perlahan satu persatu berpamitan. Pasti mereka tidak terbiasa “melek malam.” Yang lain tetap bertahan, bisa jadi dilanjut dengan permainan gaple. Main gaple seolah menebak nasib, meramal takdir. Kita tidak sanggup menghitung “balak” berapa yang akan muncul. Meski jumlah kartu bisa dihitung, probabilitasnya agak susah untuk memastikan. Bahkan Cak Nun sering agak ekstrim mengemukakan bahwa pasti “Tangan Tuhan” ikut berperan. Kartu dikocok sekian kali, kartu dibagi, masing-masing pemain tidak bisa memilih kartu terbaik. Seorang pemain gaple yang ahlipun bisa kalah jika tandem di sisi kiri atau kanannya ngawur ketika membuang kartu.