From Kolom Jamaah Maiyah

Gembira Dalam Cinta

Di usia beliau saat ini yang sudah kepala enam, ketekunan dan istiqomahnya tidak pernah berubah. Tetap konsisten menemani dan ngemong cucu-cucunya hampir setiap malam hingga menjelang subuh, di berbagai tempat. Sering saya berdialog dengan pikiran saya sendiri. Rasanya malu di usia saya saat ini yang masih sangat produktif, tapi kenapa justru sering sekali mengeluh? Sedangkan Mbah Nun sedikit pun tak pernah merasa lelah, padahal beliau hampir setiap malam nge-ronda ke berbagai daerah. Menggembirakan semua yang hadir saat itu, tak jarang sampai larut dalam tawa juga tetesan air mata.

Sepenggal Kisah Seorang Remaja Istimewa

“Saya tertarik dengan cara bicara Mbah Nun yang selalu menggunakan kalimat-kalimat baku, yang membuat kita berimajinasi dan memaksa kita mencari makna yang sesungguhnya. Saya punya teman orang Bekasi namanya Mas Surono, asli Wonogiri. Dari beliau saya tahu info-info tentang Mbah Nun, termasuk alamat Rumah Maiyah di Kadipiro”, ia menjelaskan padaku.

Mempelajari Esensi Cinta

Bahkan Allah juga mengatakan “Wahai hambaku, jika engkau mencintaiKu maka ikutilah Muhammad”, Apa dasar dan pondasi yang lebih kuat dari cinta? Malam itu berdekatan dengan peringatan lahirnya Muhammad bin Abdullah yang kelak akan menjadi Rasul terakhir, Rasul penutup, dan Rasul untuk semesta alam, maka pembahasan berikutnya juga mengenai cinta kita ummatnya kepada Rasulullah. Dari perkataan Allah yang demikian menggambarkan situasi yang sangat mudah kita cerna dan pahami, walau dalam prakteknya, tidak mudah mencintai seseorang, dan mencintai tentu butuh waktu.

Keseimbangan di Zaman Gumunan dan Getunan

Kalau dalam istilah jawa; “Wong Jowo Ilang Jawane”. Bisa dihitung dengan jari, berapa banyak generasi muda yang masih menyukai dan bangga akan kebudayaan asli daerahnya. Misal wayang kulit, tari jaipong, atau lenong Betawi. Tapi kenyataanya justru lebih bangga dengan musik K-Pop atau film-film buatan Hollywood. Yang di dalamanya tidak ada tuntunan, hanya tontonan semata. Sungguh sangat miris.

Sinau Bareng Melatih Kerendahan Hati

Dalam beberapa kali Sinau Bareng Maiyahan, Mbah Nun sering menjelaskan bahwa kebenaran itu ada beberapa macam jenis, yaitu: Benarnya Sendiri/Kebenaran Personal (Benere Dhewe), Benarnya Orang Banyak/Kebenaran Komunal (Benere Wong Akeh), dan Benar Yang Sejati (Bener Kang Sejati). Benar yang sejati adalah bernilai hakiki dan paling tinggi kualitasnya karena Kebenaran yang Sejati adalah Kebenaran dari Tuhan. Kita hanya bisa menafsirkan, mencoba, meraba, mencoba menemukan kebenaran, karena sekali lagi, bahwa kebenaran bukan dari kita melainkan dari Tuhan.

Sinau Bareng Memaknai Peran dan Keberadaan Alam

Ketika alam tidak cocok dengan sistem kita, kita menyalahkan alam. walaupun manusia punah, bumi akan tetap ada. Banyak ancaman yang kita sebut ancaman karena kita egois. Alam tak pernah berniat jahat, alam hanya menyeimbangkan yang tidak seimbang. Semua hal yang tidak seimbang penyebabnya adalah manusia. Semua penyebab bencana alam dikarenakan ketidakpahaman manusia karena terhadap sistem yang komprehensif, manusia merasa melakukan sesuatu yang benar, padahal kita menabung bencana yang lebih besar. Prinsip bagaimana cara memberlakukan alam adalah dengan cara melakukan keseimbangan kepada alam.

Maiyah Abadan

Karena apa yang kita tanam, kita puasakan, kita sedekahkan adalah nilai-nilai kebaikan yang dimana kebaikan itu akan selalu bersifat kekal dan abadi. Ibarat kita menanam benih hari ini, maka pohon itu akan tumbuh, mekar, menghasilkan buah yang sedap dimakan, dan menghasilakan biji yang siap ditanam kembali.

Eksistensi Dasar

Di zaman now yang serba digital dan bikin lumuh ini, ilmu akan dasar–dasar sebagai manusia seakan sudah muspro. Orang akan melakukan apapun untuk mendapatkan dan mencapai tujuanya, tidak peduli cara itu dengan mencubit, menyikut, memukul bahkan menghilangkan nyawa orang lain. Yang penting keinginanya terpenuhi!

Menyerah Kepada Nasib

Manusia sebagai khalifah di muka bumi memiliki pilihan-pilihan hidup. Dengan adanya kemungkinan pilihan itu, manusia mampu menentukan “sedikit” nasibnya. Ya, hanya sedikit. Tidak sepenuhnya. Namun terkadang, manusia dengan sedikit hak yang ia punya itu menjadi sombong dan jumawa. Seolah-olah pencapaian yang ia raih adalah murni hasil perjuangannya. Padahal tak satu pun petani di dunia ini yang mampu menentukan apakah benih padi yang ia tanam akan ia panen atau tidak.

Wanita Berambut Perak

Ibu Zulfa duduk di depan bilik kamarnya, di pintu tertempel nama “Zulfa Yasin”. Tidak salah, orang ini yang kami cari. Saat itu saya berharap ada keterkejutan dengan datangnya kami berlima, ternyata tidak. Raut wajahnya biasa saja. Ibu Zulfa menerima kami dengan ramah. Semua menyalami. Bertanyalah kami, kenapa sudah dua acara terlewati, tidak terlihat di antara jamaah Kenduri Cinta.