From Kolom Jamaah Maiyah

Mental Siap Panen

BEBERAPA waktu yang lalu, seorang anak muda yang usianya belum genap 20 tahun menjadi perbincangan banyak orang setelah berhasil meraih medali emas dalam sebuah kejuaraan salah satu cabang olahraga atletik. Lalu Muhammad Zohri namanya. Nama Zohri mencuat setelah ia berhasil menjadi peserta tercepat yang mencapai garis finish pada nomor sprint 100 m. Ia bahkan mengungguli pelari yang diunggulkan saat itu. Kita perlu mengucapkan terima kasih kepada teknologi informasi yang saat ini mampu menghadirkan sebuah informasi real time. Berita kemenangan Zohri kemudian viral di media sosial. Hari ini, media sosial adalah acuan utama informasi masyarakat di Indonesia, apapun yang dibicarakan di…

Gila atau Cinta?

Terpal yang telah digelar harus dilipat kembali agar tak basah kehujanan, semua orang langsung merapat ke bawah tenda, kebersamaan dibawah tenda itu terasa sangat indah canda dan riang tawa terdengar sangat akrab. Setelah hujan reda, para penggiat dan beberapa jamaah mulai memindahkan air yang tergenang di area acara dengan cara disapu dengan sapu lidi dan sweeper lantai. Setelah alas duduk dihamparkan kembali dan semua telah duduk, acarapun dimulai. Tak berselang lama, Allah kembali mencurahkan kembali cintanya dari langit, hujan yang kembali turun tak kalah derasnya dengan yang pertama, Alhamdulillah.

Tak Bertaring

Badut-badut yang muncul baik di media massa maupun media elektronik pun semakin lucu. Ada benarnya ungkapan peringatan; Stop making stupid people famous. Era digital hari ini sama sekali tidak menyediakan fasilitas filter bagi pengguna internet. Seluruh informasi yang masuk ditelan mentah-mentah. Hanya informasi yang mereka sukai yang mereka baca. Kemasan judul sebuah berita menjadi sebuah umpan yang begitu disukai oleh masyarakat hari ini. Bukan hanya teks, bahkan juga video yang beredar di internet hari ini banyak yang diberi judul-judul provokatif yang tujuannya utama sebenarnya adalah menarik sebanyak mungkin pengunjung untuk melihat konten tersebut.

Juara Tidak Harus Meraih Piala

Keindahan suasana para pendengar menyimak dengan seksama jalannya sebuah pertandingan dari radio saat itu, bagaimana mereka membangun imajinasi mereka, membayangkan gambaran pertandingan yang sedang berlangsung, hanya melalui suara yang diperdengarkan melalui siaran RRI di radio. Tentu saja imajinasi setiap orang yang sedang menyimak akan berbeda-beda. Bagaimana mereka membayangkan seorang Diego Maradona yang secara visual mungkin hanya sekelabatan saja mereka lihat melalui surat kabar. Saat itu, televisi adalah barang mewah yang tidak semua orang mampu memilikinya. Radio menjadi sebuah media masyarakat kelas bawah untuk menikmati siaran langsung sepakbola.

Perjalanan Gambang Syafaat ke Kenduri Cinta

Waktu semakin sore, perjalanan berlanjut terus menerus. Suara musik di dalam mobil cukup menambah suasana sore ini bertambah asyik. Meskipun sedikit berdesakan tempat duduknya, kami semua menikmatinya dengan sesederhana apa adanya. Pintu tol satu per satu kami lewati, alhamdulillah perjalanan lancar, hingga kami memasuki pintu tol Cikarang Utama perjalanan mulai pelan merayap karena rapatnya mobil, truk dan bus yang membayar di pintu tol untuk menuju Jakarta. Sinar matahari pun mulai terbenam. Wajah-wajah lelah sudah pasti akan menghampiri kami ketika sudah di Taman Ismail Marzuki nanti. Namun, rasa lelah itu kami ganti dengan suasana kemesraan ketika kami tiba di lokasi Kenduri Cinta melihat para penggiat Kenduri Cinta dengan ikhlas menyambut kami semua. Terasa seperti persaudaraan yang sudah cukup lama terjalin, padahal sudah lama kami tidak bertemu. Terlihat para penjaja makanan dan pedagang khas Taman Ismail Marzuki juga mulai tampak, keakraban para JM yang sudah datang juga mulai terasa.

Kenduri Cinta Sebagai Wahana Berpikir

Saya mengibaratkan, Maiyahan seperti Kenduri Cinta ini menjadi sebuah lahan yang besar tempat kita bisa menanam buah-buah pikiran yang segar, sehat dan terjaga. Di tengah keruwetan berpikir dan penjungkirbalikan logika yang berkembang di lingkungan sosial saat ini. Maiyah hadir sebagai  sebuah wahana yang siap menyambut siapa saja untuk berkunjung dan dan menumbuhkan buah pikirannya dengan gembira. 

Bercinta Selama 18 Tahun

Bagi penggiat, Maiyahan di Kenduri Cinta sesungguhnya adalah interaksi sosial antar mereka, untuk berdiskusi, mengolah tema, mengevaluasi kinerja acara-acara sebelumnya, mewacanakan pelatihan-pelatihan untuk kalangan internal maupun untuk simpul-simpul maiyah yang lain, dalam bentuk workshop desain poster, storytelling, –yang sudah dijalankan beberapa hari lalu– selanjutnya diramu, diolah, atau bahkan diperdebatkan dalam forum mingguan, yang kami menyebutnya “Reboan” setiap hari Rabu sepulang kerja di teras Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki, di pusat kota Jakarta.

Alles Gute zum Geburtstag, Kenduri Cinta

Di tengah gemerlap ‘kemajuan’ zaman yang bisa dirasakan di Jakarta, ada kerumunan orang-orang yang memilih menyepi di Jumat malam, pekan kedua setiap bulannya. Mereka menyingkir dan mencoba memekakan mata batinnya di Telaga Maiyah bernama Kenduri Cinta.  Satu hari spesial yang dinanti-nantikan setelah 29 harinya berjuang dalam kepalsuan-kepalsuan dunia. Sebab di Maiyah pada kemurnian jiwa-jiwa yang hadir bertabur kemesraan menjadi pembasuh hati, serta antioksidan penyakit-penyakit Zaman Now. Bagi salikul Maiyah, mungkin ibarat menjalani hidup dalam dua dunia, dunia Maiyah dan dunia pada tahun 2018 ini seperti apa adanya.

Kenduri Cinta: Memberkati Ibukota dan Mengasuh Adik-adiknya

Alhamdulillah, tujuh tahun sudah saya bersentuhan dengan Maiyah. Dan persentuhan itu terjadi pertama kalinya melalui forum Kenduri Cinta. Tak sengaja, saya lewat di depan Plaza Taman Ismail Marzuki, pada jumat malam pekan kedua. Melihat sekerumunan orang berkumpul disana, mendorong saya untuk mendekat. Merapat. Ikut membaur diantara orang-orang yang sama sekali tidak saya kenal. Timbul kemudian suasana akrab, hangat, cair dan mesra. Pikiran dan hati serasa merdeka. Sejak itulah saya langsung jatuh cinta pada Kenduri Cinta. Hah! Sesimpel itu? Iya. Secepat itu? He’em. Jangan tanya apa alasannya? Kalau mau tahu, silakan datang langsung kesana. Gratis. Tak dipungut biaya. Temukan dan rasakan cinta disana.

Kenduri Cinta, Rumah Sejuk di Jakarta

Rumah ini bernama Kenduri Cinta. Sesuai namanya, Kenduri adalah sebuah acara berkumpul, dengan tujuan meminta kelancaran atas segala sesuatu yang dihajatkan. Dalam hal ini, Kenduri Cinta menjadi wadah berkumpulnya orang-orang yang dipenuhi kerinduan kehadiran dan kasih sayang Rasulullah melalui shalawat bersama. Menjadi wadah berkumpulnya orang-orang yang penuh cinta dan ketulusan sehingga menimbulkan kerinduan di setiap bulan untuk kembali melingkar. Juga menjadi ladang mencari nafkah bagi mereka para pedagang.