From Kabar

Kenduri Cinta, Menanam Benih Manusia Indonesia Baru

Cak Nun menjelaskan bahwa manusia dalam satu detik hanya mampu merekam 40 frame peristiwa. Sementara dalam alam bawah sadarnya terdapat sekitar 1,2 juta frame yang sudah terekam. Setiap keputusan hidup manusia lebih banyak dipengaruhi oleh 1,2 juta frame di alam bawah sadar. Manusia sangat jarang menggunakan akal untuk mengkonfirmasi setiap keputusan akalnya yang muncul secara spontan. Setiap pertanyaan tentang apapun akan dijawab spontan berdasarkan data yang tersedia di alam bawah sadar manusia. “Maka Anda jangan mengandalakan ilmu, dalam konteks bahwa Anda dikuasai secara terus menerus oleh alam bawah sadar Anda”, ungkap Cak Nun.

Audien Utama Kita Adalah Allah

HUJAN YANG mengguyur Jakarta di Jumat sore (15/3) cukup deras, bahkan merata di berbagai daerah, tidak hanya di Jakarta saja. Alhamdulillah, menjelang pukul 5 sore, hujan mulai reda. Penggiat pun menggelar karpet untuk alas duduk jamaah. Panggung Kenduri Cinta kali ini tampak lebih besar dari biasanya, karena memang pada edisi Maret ini Kenduri Cinta kedatangan…

Menepi Dari Keramaian, Menemukan Kembali Kesejatian Diri

Kecenderungan masyarakat kita hari ini, memilih dengan menggunakan pijakan emosi dalam diri. Sabrang mengingatkan bahwa jika kita memilih dengan emosi, maka di kemudian hari yang akan kita alami adalah penyesalan. Dari sekian edisi Pemilihan Umum yang sudah kita alami saja, kita sudah mengalami penyesalan demi penyesalan. Namun, hebatnya orang Indonesia adalah akan segera melupakan penyesalan yang ia rasakan hari ini.

Menjadi Diri Sendiri, Itulah Jabatan Tertinggi

Indonesyariah, sebuah tema yang secara diksi tidak akan ditemukan artinya di kamus manapun. Bukan pertama kali ini saja Kenduri Cinta mengangkat tema yang menggunakan kata-kata asing, yang belum pernah atau sangat jarang didengar oleh masyarakat pada umumnya. Dan memang, pada tema kali ini, Kenduri Cinta hendak membahas tentang kata syariah, istilah yang akhir-akhir ini masih saja disalahgunakan oleh beberapa pihak, sehingga mengakibatkan perbedaan pendapat di masyarakat, yang ujungnya adalah semakin memperuncing perpecahan yang ada.

Menjadi Manusia Universitas, Bukan Sekadar Manusia Fakultas

Ketika dunia modern menyempitkan belajar hanya menjadi pekerjaan otak saja, Maiyahan membuka tawaran untuk kembali kepada masa silam bagaimana leluhur kita dahulu memproses ilmu bukan hanya terfokus pada akal dan pikiran saja, namun juga bagaimana melibatkan hati, nurani, bahkan darah dan tubuh juga mengalami proses keberlangsungan transformasi ilmu. Pada faktanya, manusia tidak mungkin hanya mengandalkan akal dan pikirannya semata untuk belajar, tetapi juga membutuhkan hati untuk memproses ilmu yang diterima menjadi manfaat bagi semua makhluk ciptaan Allah.

Mundur Selangkah Memahami Bumi Kembali

Kenduri Cinta ini bukan hanya sebuah majelis ilmu semata, nuansa egaliter yang sangat kental sangat terasa, sehingga siapapun saja asalkan datang dengan hati dan pikiran yang jernih, maka akan merasa nyaman seperti berada di rumah sendiri. Malam itu, Cak Nun bahkan hadir lebih awal dari biasanya, namun memutuskan untuk turut menikmati diskusi sesi awal, duduk di sayap panggung sebelah kanan bersama Pak Pipit Ruchiyat Kartawijaya. Pak Pipit adalah seorang sahabat lama Cak Nun ketika dahulu menggelandang di Jerman dan Belanda. Hubungan silaturahmi kedua sahabat ini terjalin sangat erat, hingga hari ini.

Tadabbur “Slilit Sang Kiai”

Berbicara tentang Maiyah sudah pasti kita tidak bisa melepaskan diri dari sosok Cak Nun. Salah satu hal yang belum tampak di Maiyah hari ini adalah adanya sebuah klub pecinta buku karya-karya Cak Nun. Hal ini menjadi keprihatinan tersendiri bagi para penggiat Kenduri Cinta. Semua gagasan-gagasan dan nilai-nilai yang disampaikan ketika Maiyahan sebenarnya sudah disampaikan jauh sebelum Maiyah itu sendiri lahir. Maka penggiat Kenduri Cinta menggagas adanya sebuah forum diskusi yang khusus untuk membahas tulisan-tulisan karya Cak Nun.

Mengidentifikasi ‘Garis’ dan ‘Bidang’ menuju ‘Manusia Ruang’

“HENDAKLAH waspada kepada saya. Anda harus hati-hati kepada saya”, Cak Nun menyapa jamaah Kenduri Cinta pada Jumat malam (14/9) lalu. Setelah jeda penampilan musik dari “Golek Suwong” dan “Project Cinta”, Cak Nun naik ke Panggung bersama Andre Dwi. Sementara Ali Hasbullah, Ust. Fauzan dan Kyai Syauqi juga masih berada di panggung setelah sebelumnya berdiskusi bersama…

Indonesia Yang Semakin Jelas

Menegaskan paparan Sabrang, Cak Nun menambahkan bahwa dalam berkeluarga jika ukuran yang digunakan adalah istri cantik atau tidak, suami ganteng atau tidak, maka rumah tangga yang dibangun tidak akan bertahan lama. Karena cantik dan ganteng itu hanyalah ukuran-ukuran pendek. Sementara rumah tangga itu contoh sebuah peristiwa yang tidak ada endingnya,  berapapun usianya suami akan tetap mencintai istrinya, begitu juga sebaliknya. Karena ukuran untuk mencintai tidak menggunakan ukuran yang pendek, melainkan menggunakan ukuran untuk jangka panjang.

Revolusi Diri Menuju Kesejatian dan Keseimbangan Negara

Sebuah backdrop terpasang di area belakang panggung bertuliskan “Tak Kunjung Negara” yang memang menjadi tema utama Kenduri Cinta kali ini. Tema yang tidak mudah dikupas, mengingat Kenduri Cinta ini bukanlah sebuah fakultas dari sebuah universitas yang memiliki kemampuan akademis menjelaskan apa itu Negara. Tetapi, beginilah Maiyahan berlangsung, mengangkat tema apa saja bukan untuk merasa diri paling unggul dan paling mampu dalam menjelaskan sesuatu maupun menemukan solusi dari sebuah persoalan. Maiyahan selama ini menyelenggarakan sinau bareng, sebuah konsep pembelajaran bersama, dengan fondasi kesadaran yang kuat untuk mencari apa yang benar bukan siapa yang benar.