Tagged #17ThnKC

Menemukan Cinta, di Jantung Ibukota

Sampai pada akhirnya tahun 2010 lalu, saya hijrah ke Jakarta untuk bekerja mengais rupiah di belantara ibukota. Tanpa di sengaja, saya pun mendengar kabar kalau di Jakarta juga ada acara semacam Maiyah di Yogya. Acara tersebut bertajuk ; Kenduri Cinta. Ada rasa ingin tahu dalam diri saya, yaitu ingin tahu sebenarnya acara Kenduri Cinta itu seperti apa. Saya berusaha mencari tahu perihal Kenduri Cinta melalui media sosial dan akhirnya saya temukan banyak informasi tentang Kenduri Cinta. Saya pun meniatkan diri untuk datang ke acara Kenduri Cinta. Saya ingin melihat dan menyimak secara langsung hal apa saja yang akan saya dapatkan di sana. Dan sungguh di luar dugaan saya, ternyata tema yang di angkat oleh para penggiat Kenduri Cinta itu sangat menarik, narasumbernya pun sangat beragam, dari berbagai kalangan dan profesi. Ada seorang kyai, budayawan, aktivis, musisi, seniman, politisi dan tak lupa tentu Mbah Nun sebagai tokoh sentralnya.

Jatuh Cinta Dengan Kenduri Cinta

Dulu, yang memeperkenalkan saya dengan Kenduri Cinta adalah benturan masalah yang harus saya selesaikan dan harus saya jawab. Tapi jawaban itu sendiri adalah Kenduri Cinta. Pada bulan Januari 2016, pertama saya hadir di Kenduri Cinta. Waktu Tema yang tertulis di Back Droop adalah “Gerbang Wabal”. Beruntung sekali waktu saya pertama datang di acara Kenduri Cinta , turut hadir juga Bapak-bapak KiaiKanjeng. Saya berangkat dari Tangerang pada waktu sehabis Maghrib. Sesampainya di Taman Ismail Marzuki dimana acara Kenduri Cinta diselenggarakan ba’da Isya’. Saya memarkir motor lalu setelah memarkirkan motor, saya memilih tempat duduk di barisan paling depan. Sungguh rasanya seperti mendapat tempat VIP, baru pertama kali datang ke Kenduri Cinta, langsung dapat tempat duduk di barisan paling depan.

Mukadimah: RUWAIBIDHOH

Kesadaran Literasi bukan hanya soal kemauan untuk menulis, melainkan juga mencakup budaya kita dalam membaca. Setiap hari, berapa berita yang anda baca setiap hari, berapa rubrik berita yang anda minati, berapa portal atau surat kabar yang anda baca. Kemudian bandingkan dengan jumlah buku yang anda baca dalam seminggu terakhir ini. Lebih banyak mana; membaca berita di internet atau membaca buku secara manual? Sepertinya mayoritas akan menjawab lebih sering membaca berita dalam bentuk digital.

Benar bahwa kita harus beradptasi dengan teknologi yang semakin maju. Tetapi, jika kita tidak memiliki kesadaran dalam memfilter setiap informasi yang ada, maka yang akan terjadi adalah semakin menyebarnya informasi yang bukan hanya hoax, bahkan bisa saja informasi tersebut adalah informasi yang benar sesuai dengan fakta, tetapi kita menyebarkannya tidak pada tempatnya, tidak pada momentum yang tepat. Ada banyak contoh kasus dimana sebuah informasi baik berupa gambar, teks, audio maupun video yang disebarluaskan untuk konteks yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan. Cak Nun sendiri mengalami hal ini, dimana kutipan-kutipan dari tulisan atau cuplikan video yang tersebar luas di internet, seringkali digunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Yang hanya dimanfaatkan pada momen-momen tertentu demi kepentingan segelintir pihak semata.

Kenduri Cinta, Oase Ibukota (II)

Begitulah Kenduri Cinta berproses, yang memang sejak awal salah satu tujuannya adalah mengakomodir para seniman-seniman untuk menampilkan karay-karya mereka. Bulan berganti bulan, tahun demi tahun berlalu, Kenduri Cinta rutin diaksanakan setiap bulan sembari terus menerus melakukan pembenahan dan perbaikan hingga kini menginjak usia 17 tahun. Evaluasi acara dari awal hingga akhir penyelenggaraan selalu dilakukan oleh para penggiat. Dengan tetap menjaga format dan konten acara, selanjutnya pada setiap edisi Kenduri Cinta ditentukan tema bulanan sebagai semacam payung acara. Tema yang dimunculkan di Kenduri Cinta memang dimunculkan sebagai trigger acara yang salah satu tujuannya adalah untuk menarik minta masyarakat untuk hadir. Meskipun demikian, bukan berarti tema-tema yang dimunculkan di Kenduri Cinta adalah tema yang asal-asalan. Bahkan, dalam kurun waktu 4 tahun terakhir ini Cak Nun juga terlibat dalam penggodokan tema Kenduri Cinta setiap bulannya.

Kenduri Cinta Dalam Lipatan Sejarah

Tapi karena Kenduri Cinta ini bagian dari aktivitas Maiyah yang muncul atas dasar cinta yang bukan cinta syahwat kehidupan, melainkan cinta yang dimaknai sebagai cinta yang meluas dan mendalam atas anugerah kehidupan, sebagai wujud syukur kepada pemberi kehidupan, maka dia tidak punya momentum, kecuali kepuasan spiritual yang dirasakan para pelakunya, sehingga Kenduri Cinta ini berpotensi masuk kedalam lipatan sejarah.

Seperti halnya sifat Allah; Rahman dan Rahiim. Rahman adalah gambaran cinta yang meluas, maka Allah menomorsatukan keluasan untuk sebanyak mungkin pihak, sehingga Dia menyebut dirinya Rahman. Setiap orang yang sudah terbiasa untuk berdialektika secara sosial, dengan cinta yang meluas itu, kemudian ia memiliki hak pribadi untuk mewujudkan cinta yang mendalam; Rahiim.

Sumur Air Cinta di Gurun Jakarta

Selama melingkar di Kenduri Cinta, selalu ada kesetiaan dan kesadaran baru yang saya dapatkan. Ada ibu-ibu berusia senja yang hampir tidak pernah absen datang di Kenduri Cinta, datang sejak awal, memilih letak duduk yang ia anggap nyaman, kuat dan tahan menikmati diskusi hingga akhir acara. Ada pria bertato dan bertindik yang waktu itu tepat duduk di sebelah saya—seingat saya itu kedua kali saya hadir di Kenduri Cinta, ia menangis sewaktu mendengar lantunan syahdu Ayat Suci Al-Qur`an. Seringkali terjadi di setiap acara bulanan Kenduri Cinta, hujan turun dengan derasnya. Dan anehnya, sebagian besar jamaah masih setia berhujan-hujanan. Kemesraan yang tumbuh tidak terganggu sedikitpun oleh hujan. Ada seorang pria yang rela meminjamkan jaketnya kepada jamaah wanita disampingnya agar tidak kehujanan, ada yang secara inisiatif mengangkat bareng-bareng terpal yang sebelumnya dijadikan alas tempat duduk untuk dijadikan payung mereka dan jamaah lainnya agar tidak kehujanan. Tidak akan pernah cukup saya tuliskan semua nuansa kehangatan, keakraban, kekeluargaan dan kemesraan yang terjadi di acara Kenduri Cinta.

Berawal dari YouTube

Satu hal yang saya ingat, kedatangan pertama saya waktu itu bertepatan dengan bulan puasa. Sebuah momen yang sangat berkesan bagi saya. Saat itu, usai Kenduri Cinta saya menyaksikan Cak Nun menikmati santap sahur bersama para penggiat Kenduri Cinta dan pengisi acara di panggung dengan leluasa tanpa ada jamaah yang berebut mengajak salaman. Saya pun dengan polosnya sempat minta foto bersama Cak Nun dan leluasa tanpa harus antri berebut dengan jamaah lainnya, karena memang saya satu-satunya orang yang minta foto bareng saat itu. Hal seperti ini rasa-rasanya tidak mungkin bisa dijumpai di saat-saat sekarang ini.

Jum’at Pekan Kedua

Adalah Adil Amrullah, salah satu adik kandung Cak Nun yang menyeret Cak Nun untuk berkeliling ke pelosok-pelosok Ibukota Jakarta menebarkan harapan-harapan dan optimisme baru kepada masyarakat kecil. Adil Amrullah, kemudian membentuk wadah Himpunan Masyarakat Shalawat, disingkat sebagai HAMAS, sebagai pusat manajemen kegiatan acara-acara Cak Nun. Dibantu pelantun-pelantun shalawat, antara lain: Haddad Alwi, Zainul Arifin (alm), Sudrun, dan Muhammad Adib. Sesekali menyertakan juga beberapa personel KiaiKanjeng dengan peralatan musik minimalis, yang kemudian dikenal dengan sebutan Mini Kanjeng.

Tahun 1997, usai menikah dengan Novia Kolopaking, Cak Nun lebih banyak tinggal di Jakarta, di daerah Kelapa Gading, Jakarta Utara. Agar lebih terkoordinasikan, Kantor Sekretariat HAMAS mengontrak rumah tidak jauh dari tempat tinggal Cak Nun. Singkat cerita, Reformasi 1998 bergulir, satu hari setelah Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan Presiden, Cak Nun memutuskan untuk kembali terjun ke pelosok-pelosok daerah di Jakarta juga di daerah lain di Indonesia, untuk kembali Shalawatan. Karena Cak Nun menyadari, gerakan Reformasi 1998 hanya omong kosong belaka.

Benar-Benar Ada Cinta di Kenduri Cinta

Kenduri Cinta tetap berusaha istiqomah berada di jalurnya. Jalur yang tidak populer, anti mainstream, dekonstruktif, independen namun tetap menawarkan kesejatian kepada siapa pun saja yang ingin terus mencari kebenaran. Apa yang ditawarkan oleh Kenduri Cinta dari dulu hingga sekarang dan ke depan nanti tetaplah sama, kemandirian dan keseimbangan berpikir, tidak ikut-ikutan, bagaimana memahami suatu permasalahan dengan melihat gambar secara menyeluruh dan tidak sepotong-sepotong. Cara berpikir yang menjadikan tauhid sebagai landasan sehingga tidak mudah terombang-ambing ditengah berseliwerannya inflasi informasi.

Kenduri Cinta sebagai salah satu simpul penyebaran nilai-nilai maiyah telah menjalani rentang waktu yang sangat dinamis. Sebagai salah satu simpul Maiyah asuhan Cak Nun, Kenduri Cinta sebetulnya memiliki posisi yang lebih strategis. Ia ada di jantung ibukota propinsi dan bahkan negara. Apa yang diuraikan dalam Kenduri Cinta akan menjadi santapan para elit Jakarta. Baik mereka menyantapnya untuk pribadi maupun kelompok, baik terang-terangan dan sembunyi-sembunyi.Dan untuk kemudian dikutip sebagai bagian dari kebijakan pribadi maupun kelompoknya.

Kenduri Cinta, Cinta Pada Pandangan Pertama

Saya hanya melihat sebuah backdrop berwarna hitam di panggung dan bertuliskan “Kenduri Cinta”. Yang terlintas dalam benak saya adalah kata “Kenduri”, seperti di kampung saya kendurenan, pengajian yang diakhir acara pasti semua orang yang datang diberi berkat/besek berisi makanan. “Wah, lumayan ini buat anak kost, makan gratis”.. Hahahaa…

Saya pun mulai ingin tahu apa isi pengajian ini. Saya berbisik kepada Ayah teman saya, “siapa Kiainya Pak?”. Beliau menjawab, “Cak Nun, itu loh Bapaknya Letto (Sabrang)”. Waktu itu memang lagi booming lagu Ruang Rindu karya Letto sebagai soundtrack salah satu sinetron di stasiun televisi swasta. Ayah teman saya ini kemudian menambahkan, “kamu nanti juga tahu yang dibahas disini, yang datang kesini kebanyakan orang jawa, kamu pasti tahu artinya. Nanti kasih tahu Bapak ya kalau Bapak nggak tahu artinya”.