Sumur Air Cinta di Gurun Jakarta

DI DALAM hati dan pikiran orang Indonesia sudah tertanam bahwa Jakarta adalah pusat ekonomi di Indonesia. Jakarta adalah lumbung uang, lumbung emas, dan tempat berputarnya uang-uang yang ada di Indonesia. Secara langsung ataupun tidak langsung Jakarta adalah sebuah kota yang sangat berpengaruh sebagai salah satu faktor roda perekonomian di Indonesia, baik itu dari perusahaan-perusahaannya, hingga birokrasi pemerintahan dengan segala kebijakan politik dan ekonominya.

Sehingga tidak mengherankan jika kemudian banyak orang yang ‘mengadu nasib’ di Jakarta, karena mereka beranggapan di Jakarta adalah tempatnya mencari uang yang banyak. Dengan kesadaran setiap rakyat yang hidup dan mencari nafkah di Jakarta, terkadang dibutuhkan sebuah katarsis emosional dari setiap individu-individu yang tinggal di Jakarta.

Tekanan hidup yang sedemikian keras di Jakarta membutuhkan penyeimbang dalam diri setiap individu. Ada yang lari keluar Jakarta untuk sekedar melihat pemandangan hijau, sebagian yang lain memilih untuk menikmati dunia malam Jakarta, untuk sekedar meluapkan emosinya, sejenak melupakan kerasnya tekanan hidup dengan berpesta di diskotik. Dan ada segelintir orang yang berkumpul bersama, kongkow-kongkow bersilaturrahmi serta mengasingkan dirinya dari hiruk pikuk kerasnya hidup di Jakarta. Dan saya menjumpai suasana itu di Kenduri Cinta.

Kenduri Cinta adalah salah satu tempat topo-ngrame, mengasingkan diri di tengah keramaian. Belajar, beramal, bersilaturrahmi, bersama-sama memikirkan dan merenungkan setiap kondisi yang terjadi baik dalam diri kita, maupun lingkungan kita. Acara rutin tanpa adanya paksaan. Tidak ada keuntungan finansial bahkan eksistensi maupun ketenaran yang didapat dari acara ini.

Saya menyebut Kenduri Cinta adalah sebuah wahana yang menawarkan refreshing cara berfikir, berlaku, dan bersikap yang bisa saya terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Duduk bareng dengan menyelaraskan pemikiran dan frekuensi, di-trigger-i dengan tema bulanan yang pembahasannya bisa multdimensi ilmu, menjadi kenikmatan tersendiri bagi para pejuang yang datang dan ber-maiyah di Kenduri Cinta. Tema-tema yang diangkat di Kenduri Cinta seringkali jauh dari apa yang sehari-hari tersirat dalam pikiran saya; Tuhan di balik jeruji, Menghisab Tuhan, Bangsa Penunggu Maghrib, Decoding Indonesia Raya, Syarat Rukun Bencana, Ahmaq hingga Fundamentalisme Khandaq. Judul-judul yang benar-benar menjadi trigger yang memunculkan rasa penasaran dalam hati setiap orang yang datang.

Andaikan Jakarta adalah lumbung emas, atau bahkan lautan emas, namun terasa seperti berjalan di gurun gersang spiritual akibat energi duniawi yang kuat. Kenduri Cinta saya ibaratkan sebuah sumur air segar di tengah gurun tersebut. Sumur yang seakan tertutup tirai besar pengalih penglihatan. Hanya mata pejuang yang dibuka Tuhan yang diperkenankan melihat dan mendekatinya. Kemudian bisa menimba air kesegaran di dalamnya. Air cinta yang mampu membuat para pejuang mendapatkan kesegaran jasmani dan rohani, dan kemudian untuk kembali berjalan di gurun gersang ruhani tersebut.

Seperti air, Kenduri Cinta bersifat cair, lebur, sejenak menjadi satu kesatuan tatanan cinta manusia dengan manusia lainnya, dengan alamnya, dengan Rasulnya, dengan Tuhannya. Siapapun yang pernah tergerak diperjalankan hadir di Kenduri Cinta, secara simultan tumbuh rasa kerinduan dalam hati mereka untuk kembali hadir di bulan berikutnya. Cinta benar-benar tidak hanya tersemat di nama “Kenduri Cinta”.

Selama melingkar di Kenduri Cinta, selalu ada kesetiaan dan kesadaran baru yang saya dapatkan. Ada ibu-ibu berusia senja yang hampir tidak pernah absen datang di Kenduri Cinta, datang sejak awal, memilih letak duduk yang ia anggap nyaman, kuat dan tahan menikmati diskusi hingga akhir acara. Ada pria bertato dan bertindik yang waktu itu tepat duduk di sebelah saya—seingat saya itu kedua kali saya hadir di Kenduri Cinta, ia menangis sewaktu mendengar lantunan syahdu Ayat Suci Al-Qur`an.

Seringkali terjadi di setiap acara bulanan Kenduri Cinta, hujan turun dengan derasnya. Dan anehnya, sebagian besar jamaah masih setia berhujan-hujanan. Kemesraan yang tumbuh tidak terganggu sedikitpun oleh hujan. Ada seorang pria yang rela meminjamkan jaketnya kepada jamaah wanita disampingnya agar tidak kehujanan, ada yang secara inisiatif mengangkat bareng-bareng terpal yang sebelumnya dijadikan alas tempat duduk untuk dijadikan payung mereka dan jamaah lainnya agar tidak kehujanan. Tidak akan pernah cukup saya tuliskan semua nuansa kehangatan, keakraban, kekeluargaan dan kemesraan yang terjadi di acara Kenduri Cinta.

Dengan semua nuansa dan kehangatannya, saya dijodohkan oleh Allah untuk berkumpul bersama penggiat Kenduri Cinta yang lainnya, sekumpulan orang yang diizinkan dan diberi rahmat untuk menjadi mesin penggerak Kenduri Cinta. Mesin penggerak penggiat tidak lain dan tidak bukan karena kesadaran bersama untuk terus menjaga Kenduri Cinta tetap berjalan. Tidak pernah ada pamrih dan imbalan apapun untuk menjadi penggiat. Kalau orang mengatakan “tidak mungkin” tidak ada imbalan apa-apa, saya akan menjawab, imbalannya adalah saya bertemu dengan orang-orang baru, pengalaman baru, kehangatan baru, nuansa baru, pemikiran baru, semangat baru, dan semua hal lainnya yang tidak mungkin pernah bisa di nilai dengan uang.

Dengan logika dasar, Kenduri Cinta tidak mungkin akan bisa berjalan sampai 17 tahun, dari mana dananya? Kenduri Cinta tidak mempunyai sponsor resmi dan rutin. Izin dan rahmat Allah lah sumber dananya. Siapa yang menjaganya? Kenduri Cinta tidak pernah punya satuan pengamanan acara. Izin dan rahmat Allah lah yang menjaganya. Siapa audience tetapnya? Kenduri Cinta tidak pernah mengundang secara resmi orang-orang agar tetap datang dan meramaikan acara. Izin dan rahmat Allah lah yang mengundang orang-orang dari segala penjuru dunia datang dan duduk di Kenduri Cinta.

Saya mungkin orang baru yang berkecimpung di Kenduri Cinta. Sesuai dengan namanya, Cinta, maka tidak heran jika seseorang setia satu dengan yang lainnya berlandaskan Cinta. Maka Insya Allah saya akan selalu setia untuk Kenduri Cinta.

Kenduri Cinta. Berkumpul bersama untuk Cinta.