Mukadimah: HARTA ATAU NYAWAH

Dengan skala ruang dan peristiwa yang berbeda, penodongan dengan pilihan “harta atau nyawa” dapat terjadi. Harta dapat berupa kepemilikan barang, tahta, jabatan, popularitas, intelektulitas, keluarga, jamaah, konstituen, perusahaan, stabilitas organisasi, ideologi dan negara, termasuk juga harta yang berupa akidah iman. Nyawa pun dapat berupa nyawa hidup, nyawa keberlangsungan organisasi, juga nyawa bangsanya. Lantas adakah pilihan lain? Jika saja kemampuan kita untuk mempertahankan keduanya lebih besar daripada mereka yang menodong, kita akan memilih mempertahankan keduanya, sekuat tenaga mempertahankan.

Pada saat dihadapkan pada dua pilihan yang keduanya tidak membawa kita ke mana-mana maka kondisi itu bukan menjadi pilihan. Keadaan menjadi semacam paksaan yang dibuat sedemiikian rupa seolah-olah menjadi sebuah pilihan. Kompleksitas pertimbangan menjadi rumit manakala banyak variabel yang kemudian terlibat, semakin rumit lagi jika kita kurang tepat meletakkan ‘pilihan-pilihan’ itu. Himpitan tekanan akan semakin terasa jika kita terbiasa berpikir hitam-putih, sementara yang kita hadapi adalah kenyataan abu-abu. Atau sebaliknya, karena kita terbiasa berpikir warna-warni pelangi, begitu ketemu hitam-putih kita menjadi kerepotan sendiri.

Kita pun acap kali reaktif menyikapi dengan sekenanya. Sering kali motif ‘perampokan’ diabaikan. Tentu kita tidak membenarkan tindakan perampokan itu, namun kita juga jangan lantas berhenti untuk menelurusi sebab apa seseorang merampok. Jika akar dari kemiskinan dan kerakusan tidak dicabut, perampokan-perampokan berikutnya hanya menunggu waktu, berganti bergiliran menunggu jebolnya pertahanan diri untuk tidak merampok.

Ibarat benang kusut, akar dari kemiskinan memang sulit terurai. Berbagai usaha pengentasan kemiskinan terus dilakukan, namun tidak jarang justru memunculkan keruwetan baru. Begitu satu akar kemiskinan mulai terurai, muncul keruwetan lainnya. Atau, selama ini kita hanya berkutat pada akar kemiskinan saja, padahal akar kemiskinan sangat bertalian dengan akar kerakusan. Benih kerakusan begitu lembut, membuai dan sporadis. Betebaran menumbuhkan semangat konsumtif masyarakat dari kota hingga ke pelosok negeri, dari jalan-jalan raya hingga pojok-pojok kamar mandi. Kita dipaksa untuk butuh ini itu, dipaksa untuk begini dan begitu, tanpa kita sadari. Kita baru mulai menyadari situasi ini pada saat kita mulai kewalahan memenuhi kebutuhan kita, kebutuhan kita yang semakin banyak dan membesar, jauh melebihi dari yang sebenar-benarnya kita perlukan.

Dengan menempatkan harta sebagai tujuan, maka kita menjadi budak harta. Semestinya harta sebatas sarana untuk menempuh perjalanan menuju tujuan hidup yang sejati. Keberadaan harta seharusnya mempermudah dalam langkah-langkah kita, bukan malah menjadi beban.

Masyarakat Maiyah Kenduri Cinta pada edisi Agustus 2015 mengambil judul Harta Atau Nyawah. Judul ini bukan ditujukan untuk mengancam, memaksa untuk memilih harta atau nyawah. Nyawah adalah mengolah sawah, mempersiapkan lahannya, mengaliri pengairannya, menyemai benihnya, menanami dan menata tunas-tunas padinya, memupuki tanaman-tanaman dengan pupuk-pupuk yang baik, menyiangi tanaman-tanaman pengganggu, sehingga pada gilirannya Allah SWT akan menyuburkan tanaman-tanaman itu dan membuahkan buliran-buliran padi yang dapat kita panen. Supaya dapat nyawah, harta berupa sawah, peralatan, irigasi, pupuk, dan benih tetap diperlukan. Namun, harta untuk nyawah itu porsinya bukan sebagai ‘garam di air lautan yang kita langsung minum’, harta untuk nyawah berporsi garam yang diperlukan secukupnya pada masakan.

Setelah Tahun-tahun Duka, Tahun-tahun Buta, sudahlah saatnya untuk kita kembali dan melanjutkan nyawah. Yang berdagang kembali ‘nyawah’ dengan mengurusi dagangannya, yang pengusaha melanjutkan usahanya seproduktif mungkin, yang karyawan meneruskan kembali pekerjaannya sebaik mungkin, yang ustaz melanjutkan dakwahnya, yang kyai kembali mengurusi para santri, yang pendidik, yang kuliah, yang orang tua, yang anak, yang suami-istri, apapun peran-peran sosial yang sedang kita jalani, lanjutkan peran-peran itu dengan benar, baik dan indah. Salam Maiyah.