Fuadussab’ah, Bulannya Cak Fuad

BETAPA BERSYUKURNYA kita di Maiyah memiliki para Marja’ yang kompeten di bidangnya masing-masing. Hampir setiap bulan kita menikmati tetesan embun ilmu-ilmu Allah dari apa yang disampaikan dan diuraikan oleh para Marja’ Maiyah, baik melalui paparan langsung di Maiyahan maupun melalui tulisan-tulisan yang beliau-beliau terbitkan. Butiran demi butiran ilmu yang terlampau banyak itu memang pada akhirnya tidak benar-benar mampu untuk kita tampung sendiri. Yang terjadi selanjutnya adalah justru kita semakin hari semakin merasa bodoh, sehingga kita semakin terlecut semangat untuk terus belajar kepada beliau-beliau ini di Maiyah.

Selain Muhammad Ainun Nadjib dan Muhammad Nursamad Kamba, kita memiliki seorang pakar tafsir Al Qur’an yang tidak kalah berkualitas jika disejajarkan dengan para mufasir-mufasir ternama di dunia. Kompetensinya dalam Ilmu Bahasa Arab sudah tidak kita ragukan lagi. Beliau tidak lain dan tidak bukan; Ahmad Fuad Effendy. Cak Fuad, begitu kita sering memanggil beliau. Pendidikan dasar Agama yang ditanamkan oleh Ayah beliau ketika masih kecil, dengan terlebih dahulu memperkenalkan huruf hijaiyah dan kaifiyyatu Qiro’atil Qur’an menjadi bekal terbaik dalam perjalanan hidup beliau. Tempaan pendidikan di KMI Gontor selama 6 tahun semakin mengasah kemampuan beliau dalam mendalami, memahami dan mencintai Bahasa Arab, Bahasa Al Qur’an.

Al Qur’an adalah pijakan laku hidupnya. Perangainya yang tenang, lembut, rendah hati, menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda membuat setiap orang yang berada di sekitarnya merasa aman dan juga nyaman. Kesahajaan dan kesederhanaan dalam hidupnya juga merupakan hasil didikan kedua orang tuanya. Lahir dan besar di sebuah desa yang terpencil di wilayah Jombang, beliau mengalami pendidikan empiris dari Ayah dan Ibundanya yang sangat memperhatikan nasib rakyat kecil. Dan salah satu yang menjadi perhatian besar kedua orang tua beliau adalah Pendidikan bagi masyarakat di desa beliau; Mentoro, Sumobito. Hal inilah yang kemudian menumbuhkan semangat Ayah beliau; Muhammad Abdul Lathief mendirikan sebuah lembaga pendidikan agama tingkat dasar yang memang dikhususkan untuk memberi pendidikan agama bagi anak-anak kecil pada saat itu karena mereka tidak mendapatkan pendidikan agama formal di sekolah tempat mereka belajar di pagi hari. Lembaga pendidikan itu kini telah berkembang pesat dalam satu naungan; Yayasan Al Muhammadiy.

Begitu besar cinta Cak Fuad kepada Al Qur’an dan Bahasa Al Qur’an. Sebagian besar hidupnya, beliau dedikasikan untuk belajar, mengajar, dan berinteraksi dengan Al Qur’an dan Bahasa Al Qur’an. Kecintaan beliau terhadap Al Qur’an membuahkan anugerah Allah kepada beliau berupa kesempatan untuk menjadi bagian dari staff Pengajar di Fakultas Pendidikan Bahasa Arab di Universitas Negeri Malang sejak tahun 1976, bahkan beliau juga pernah diamanahi untuk memangku jabatan sebagai Dekan di Fakultas tersebut, tanpa diketahui oleh adik-adiknya. Beberapa majalah berbahasa Al Qur’an beliau terbitkan, beberapa jurnal  tentang Bahasa AL Qur’an juga beliau terbitkan dalam rentang waktu yang teratur. Organisasi Pengajar Bahasa Arab di Indonesia (IMLA) diinisiatori oleh beliau kemunculannya. Perjalanan panjang itu mengantarkan beliau untuk menjadi salah satu anggota dari King Abdullah bin Abdul Aziz International Center for Arabic Language yang berpusat di Riyadh.

7 Juli 1947 adalah tanggal lahir beliau. Dan memang Allah mengistimewakan beliau dengan angka 7. Segala pencapaian-pencapaian besar dalam hidup beliau, selalu dimaknai oleh beliau dengan angka 7. Kesahajaan dan kesederhanaan laku hidupnya adalah representasi angka 7. Beberapa simbol-simbol dalam perjalanan hidup beliau; nomor rumah, kombinasi angka nomor urut Dosen, juga ketika menjadi Santri KMI Gontor, kombinasi Nomor Stambuk beliau menghasilkan angka 7. Beliau memiliki kompetensi untuk mendapatkan beasiswa bahkan promosi doktoral di kampus-kampus ternama di Luar Negeri, tetapi beliau tidak pernah sekalipun mengenyam pendidikan di Luar Negeri. Beliau sebenarnya memiliki bekal yang sangat lengkap untuk menjadi seorang Profesor bahkan seorang Guru Besar dalam Ilmu Al Qur’an dan Bahasa Al Qur’an, tetapi beliau tetap setia dengan angka 7.

Filosofi hidup beliau memang angka 7. Sesuai dengan perangai dan laku hidup beliau yang penuh dengan kesederhanaan. Tak banyak yang bisa kita ungkapkan sebagai rasa syukur dan terima kasih yang tak terhingga atas ilmu-ilmu Allah yang sudah beliau sampaikan kepada kita. Kesetiaan beliau selama 20 tahun lebih menemani Jama’ah Maiyah di PadhangmBulan khususnya adalah bukti bahwa beliau adalah salah satu mutiara yang indah. Semoga Cak Fuad selalu dinaungi lindungan dari Allah Swt. Selamat ulang tahun Cak Fuad.