Zalzalah Indonesia

MENJADI salah satu negara yang berada di wilayah Ring of Fire, Indonesia merupakan  negara yang memiliki potensi gempa bumi cukup tinggi. Banyaknya gunung berapi yang masih aktif juga menjadi salah satu penyebab mengapa gempa bumi di Indonesia sering terjadi, mulai dari skala yang kecil, menengah, hingga yang besar.

Tercatat, dalam dua bulan terakhir di wilayah Indonesia timur terjadi dua kali gempa bumi yang cukup besar; Lombok pada akhir Juli 2018 dan beberapa hari yang lalu di Palu (28/9). Dalam masa 2 bulan itu pula, beberapa daerah juga diguncang gempa bumi dengan skala kecil. Bukan saatnya kita mempertanyakan, ada apa dengan alam? Apalagi mempertanyakan; kenapa Tuhan mengirimkan gempa bumi ini?

Seperti juga manusia, matahari, bulan, dan bintang, bumi juga merupakan makhluk Allah yang senantiasa bertasbih, bertahmid, dan bertakbir kepada-Nya. Bagaimana cara alam mengabdi kepada Allah adalah rahasia-Nya. Yang harus kita sadari sekarang adalah, betapa manusia mengalami penurunan kepekaan dirinya untuk berkomunikasi dengan makhluk-makhluk Allah yang lain. Manusia menurun kesadarannya bahwa ada makhluk lain yang juga diciptakan oleh Allah di alam semesta ini.

Matahari tidak terbit dengan sendirinya, dan ia juga tidak tenggelam pada saat senja hanya dalam rangka rutinitas setiap hari. Matahari sangat tunduk dengan perintah Allah. Ketaatannya ia wujudkan dengan terbit setiap pagi dan tenggelam pada setiap sore hari. Begitu juga dengan rembulan, bintang-bintang, galaksi, awan, angin, hingga air di lautan. Selain manusia dan jin, semua makhluk yang Allah ciptakan tidak memiliki opsi kemungkinan, yang mereka miliki adalah kepastian.

Kepastian matahari adalah terbit dari awah timur di pagi hari, dan tenggelam di arah barat pada sore hari. Kepastian pohon adalah tumbuh atas bantuan sinar matahari yang memancar setiap hari. Kepastian harimau adalah menerkam binatang yang lebih lemah darinya. Kepastian kambing adalah ia tidak memakan daging, melainkan dedaunan dan rumput-rumput. Sementara manusia dan jin adalah dua makhluk Allah yang dibekali dengan kemungkinan demi kemungkinan.

Terlebih manusia, dengan dibekali mandat kekhalifahan, manusia memiliki kelebihan berupa sedikit hak yang diberikan oleh Allah untuk mengelola tatanan kehidupan di dunia. Inni jaa’ilun fil ardhli khalifah. Dengan tegas, Allah menyatakan bahwa Dia menciptakan manusia untuk dijadikan khalifah di muka bumi.

Khalifah, adalah mandat yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Dengan mandat sebagai khalifah, manusia memiliki hak untuk berkreatifitas di muka bumi. Segala macam sumber daya alam yang ada di bumi, Allah memberikan hak kepada manusia untuk mengolahnya, mengkreatifinya, dengan harapan mampu diolah sedemikian rupa dan dapat dirasakan bersama-sama seluruh manfaatnya bagi seluruh makhluk hidup yang ada di muka bumi.

Namun yang terjadi bukanlah mengolah sumber daya alam untuk menjadi maslahat bersama. Terlalu banyak contoh keserakahan manusia yang dilakukan hanya dalam rangka untuk menguasai sebagian sumber daya alam yang ada untuk kepentingan segelintir kelompoknya saja. Sudah berapa peperangan, perseteruan, pertikaian antar manusia yang terjadi hanya akibat perebutan kekuasaan atas suatu wilayah yang memiliki kandungan sumber daya alam?

Manusia semakin tidak menyadari keserakahannya. Sementara bumi, gunung, lautan dan makhluk Allah lainnya sejatinya juga memiliki hak untuk menikmati manfaat dari pengelolaan sumber daya alam yang ada. Tentu saja, manfaat yang mereka butuhkan bukan berupa materi seperti yang dirasakan oleh manusia. Tetapi, alam semesta membutuhkan keseimbangan juga dalam kehidupa mereka.

Ketika manusia bangun dari tidurnya, atau setelah duduk berlama-lama di sebuah kursi, ketika bangun seringkali menggerak-gerakkan pinggul, memutar setengah lingkaran, sehingga kemudian terdengar suara pergeseran tulang. Krek. Begitu juga dengan bumi, gunung, lautan dan makhluk Allah yang lainnya. Pada masa tertentu, mereka menjalani sunnatullah dengan sedikit bergerak. Karena adanya ketidakseimbangan pada struktur tubuhnya, maka yang terjadi kemudian adalah dampak yang juga merugikan makhluk yang lainnya.

Yang tidak kita sadari sebagai manusia adalah, apakah selama ini kita sudah sangat bersahabat dengan alam? Seluruh kehidupan di alam semesta ini membutuhkan keseimbangan. Bukan hanya manusia saja yang membutuhkan keseimbangan, namun juga binatang, hutan, gunung, laut, bumi, matahari, rembulan, bintang-bintang dan seluruh tatanan galaksi yang ada.

Dan pada setiap ketidakseimbangan yang ada, maka ketika terjadi sebuah goncangan, segala sesuatu bisa saja luluh lantak hanya karena goncangan itu, akibat tidak adanya keseimbangan.

Tentu saja kita tidak berhak menjustifikasi bahwa gempa bumi yang dialami oleh saudara-saudara kita di Lombok dan Palu merupakan sebuah hukuman dari Allah kepada kita. Namun, sebagai khalifatullah di muka bumi, ada baiknya juga kita berlaku bijak, menghitung kembali, menakar diri, bercermin, untuk kembali mengukur adakah hal-hal yang salah yang sudah kita lakukan sehingga kemudian kita bersama-sama memperbaiki kesalahan itu. Dan juga melakukan muhasabah, adakah hal-hal yang seharusnya tidak kita lakukan ternyata sudah kita lakukan, dan ada hal-hal yang seharusnya kita lakukan justru tidak kita lakukan.

Dan yang juga harus kita sadari adalah, bahwa guncangan yang terjadi akibat ketidakseimbangan bukan hanya dialami oleh bumi saja, namun juga oleh manusia. Seringkali, karena kita sudah tidak menyadari adanya ketidakseimbangan dalam diri kita, kemudian yang terjadi adalah ketidakseimbangan dalam berpikir, yang kemudian sangat fatal akibatnya ketika kita melakukan sebuah kesalahan menjadi hal yang tidak aneh, karena kita sudah tidak memiliki kepekaan batin yang kurang tajam. Perilaku yang menyimpang, karena sudah terbiasa dilakukan dianggap sebagai hal yang biasa saja. Padahal, hal itu yang kemudian menyebabkan ketidakseimbangan dalam diri manusia.

Idzaa zulzilati-l-ardhlu zilzaalahaa, wa akhrojati-l-ardhlu atsqoolahaa, wa qoola-l-insaanu maa lahaa. Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat, dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, Dan manusia bertanya, “Apa yang terjadi pada bumi ini?”. Begitulah Allah menggambarkannya dalam Al Qur`an. Hendaknya, bukan kita mempertanyakan kepada bumi dan alam tentang kepada guncangan itu terjadi, alangkah lebih bijak bagi kita untuk kembali mempertanyakan, adakah perilaku kita yang harus segera kita sadari kesalahannya.

Dan Allah telah mengingatkan kita sebagai manusia dalam penutup surat Al Zalzalah itu; faman ya’mal mitsqoola dzarrotin khoiron yaroohu, waman ya’mal mitsqoola dzarrotin syarron yaroohu. Kebaikan dan keburukan sekecil apapun, niscaya Allah telah melihatnya.