Refleksi Semester Awal

MAJELIS MASYARAKAT Kenduri Cinta mengawali forum bulanan edisi awal tahun 2016 dengan tema Gerbang Wabal. Pada saat itu Hizb Wabal dipraktekkan untuk pertama kali di Kenduri Cinta. Selanjutnya setiap awal forum, Wirid Wabal dan Doa Tahlukah dibawakan rutin setiap awal acara. Ini tidak hanya dilaksanakan di Kenduri Cinta, namun juga dilakukan oleh simpul-simpul Maiyah yang tersebar di berbagai daerah Nusantara atau mancanegara. Hizb ini semata-mata dihaturkan kehadirat Allah SWT, sebagai wujud kepasrahan total dari Jamaah Maiyah atas berbagai permasalahan yang dihadapi sendiri dan atau bersama sebagai pribadi atau-pun sebagai bangsa Indonesia. Jamaah Maiyah yakin bahwa segala perencanaan dan usaha maksimal dalam menghadapi berbagai permasalahan kehidupan dapat sukses atau gagal bukan hanya faktor usaha dari manusianya. Karena yang utama bukan pada kesuksesan dari usaha kita, namun apakah yang kita usahakan berkesesuaian dengan KehendakNya.

Sepanjang dua semester tahun 2016, tidak dapat di pungkiri kita dihadapkan berbagai suguhan media yang berisi Manipulasi Citra dan Kapitalisasi Pencitraan. Kita dibuat ragu untuk memaknai sebuah peristiwa yang diberitakan. Bagaimana tidak, rangkaian perjuangan panjang yang menjaga konsistensi dan idealisme bisa saja ditelikung ketika diberitakan dan diklaim sebagai usaha pribadi atau kelompok tertentu saja pada menit-menit terakhir pertunjukan. Dengan manipulasi citra, bisa saja masyarakat dipaksa untuk konsentrasi pada sebuah kasus yang sensitif supaya para perampok dan penjajah dapat melenggang menancapkan tiang-tiang penjajahan tanpa disadari masyarakat. Kapitalisasi pencitraan membuat seorang politisi bisa dengan seenaknya memalsukan investasi dengan sebutan donasi dan dengan semena-mena menginjak injak harga diri dengan memperdagangkan kedermawaan demi kekuasaan. Kufur Award, layak diberikan kepada mereka yang mampu membungkus niat jahat dengan manipulasi citra dan kapitalisasi pencitraan di muka bumi.

Lebih jahat dari itu, ada sekelompok orang yang mampu bermain-main aturan dan perundang-undangan. Pasal demi pasal diatur sedemikian rupa sehingga mampu melancarkan kepentingan mereka dan terlindungi dari aksi-aksi yang menghalangi niat jahat mereka dengan berlindung dibalik undang-undang. Perampokan massal yang jelas-jelas merugikan negara, dilancarkan secara massif dengan kedok pengampunan yang diundang-undangkan. Triliunan uang negara cuma-cuma dipangkas sedemikian rupa sekedar untuk menstimulasi serapan pendapatan dana segar dari para pengusaha oleh pemerintah, semacam korupsi yang disyahkan oleh peraturan. Mereka para pengemplang membuat dan memanfaatkan fiqih tanpa aqidah dengan menciumi tangan pemerintah, tanpa malu-malu melancarkan tipu-tipu dimuka bumi seolah langit tidak mengetahui. Fiqih Tanpa Aqidah Bumi Tanpa Langit, membeber kenyataan maraknya aturan hukum dan perundang-undangan yang merapuhkan kedaulatan negara, menghianati nasionalisme bangsa dan merugikan rakyat.

Apalah ini zaman demokrasi dengan pemilu lima tahunan. Kekuasaan hukum dan pemerintahan seolah menjadi supremasi kehidupan, menjadikan politik sebagai alat kekuasaan bukan sebagai alat menegakkan keadilan dan kesejahteraan. Aktivitas kehidupan masyarakat akhirnya terjebak pada rutinitas ini, mencari wakil rakyat dan pemimpin pemerintahan. Sementara itu, para pemimpin masyarakat yang semestinya berperan memimpin di berbagai bidang kehidupan turut terlena dengan permainan pemilu lima tahunan ini. Pemimpin keluarga, pemimpin pendidikan, pemimpin pertanian, pemimpin industri, pemimpin kreasi kebudayaan, pemimpin teknologi, bahkan pemimpin peribadatan semakin terlelap dalam buaian layaknya Pemimpi Kepemimpinan bukannya terjaga untuk setia sebagai pemimpin-pemimpin pada setiap bidang-bidang aktivitas kehidupannya.

Padahal setiap pribadi pada dasarnya adalah pemimpin setidaknya memimpin dirinya sendiri. Memimpin nafsu, keinginan dan hasratnya. Melatih sensitifitas sosial dan kemampuan individu dalam bidang pekerjaannya. Bagi Jamaah Maiyah, peran sosial lebih bersifat personalitas bukan sekedar identitas-sosial. Unikum jamaah Maiyah pada hal ini menjalani peran-sosialnya sebagai satu kesatuan yang padu. Peran peran sosial tersebut didapat berdasarkan pengalaman personal yang bersifat kontinyu. Setiap unikum sakan mendapatkan multi peran sekaligus sebagai pribadi, sebagai anak dari orang tua, sebagai anggota keluarga, sebagai tetangga, sebagai profesinya, sebagai ummat agamanya, sebagai bangsa, sebagai hamba Tuhanya dan sekaligus sebagai khalifah di muka bumi.

Unikum jamaah Maiyah yang terlahir di Indonesia otomatis berkewajiban untuk mencintai bangsanya dalam dialektika segitiga cinta Allah, Rasulullah dan sesama manusia. Keberadaan Maiyah yang senantiasa memperjuangkan kedaulatan bangsa dengan memberikan pendidikan politik ditengah masyarakat dan menumbuhkan optimisme rakyat sebagai bangsa Indonesia, tidak akan surut meskipun keberadaannya tidak diakui oleh Indonesia. Jamaah Maiyah senantiasa berusaha bercocoktanam menggunakan Ilmu-ilmu dan Nilai-nilai Maiyah dengan wilayah yang tidak tersekat oleh luasan geografis. Jamaah Maiyah berpuasa dan bersedekah untuk Berladang Masa Depan Di Negeri Maiyah.