Ashabul Maiyah

refleksi kenduri cinta edisi desember 2016

CUNGKRING, LAMSIJAN DAN DULGEPUK sedang giliran ronda malam di gardu sudut desa. Dari mulut Cungkring terdengar rengeng-rengeng “Maiyah nama gua tempat kami menyembunyikan diri dari udara yang dikuasai racun dan penuh sihir. Kami tidak pernah sanggup menghitung berapa jumlah kami semua yang berlindung kepada-Mu di dalam gua, sebagaimana Engkau membiarkan teka-teki jumlah ashabul kahfi….”

“Kunaon Kring?” Tanya Dulgepuk.

“Ini Dul, saya bingung kenapa Simbah mengamsalkan jamaah maiyah seperti ashabul kahfi”.

“Wah, menarik nih.” Ucap Lamsijan

“Ngomong-ngomong, maiyah teh naon, Kring?” Dulgepuk bertanya.

“Maiyah itu, di mana saja dan kapan saja kita selalu bersama Allah dan Rasulullah”.

“Oh, begitu. Bukan sejenis organisasi massa, partai politik dan sebagainya?”

“Bukan”. Cungkring tertawa.“Silakan browsing, Maiyah itu adalah…..”

“Anu Kring”, Lamsijan menanggapi. “Di Kenduri Cinta 9 desember 2016 kemarin ada dua pertanyaan yang masih menggantung. Dari dua penanya itu saya mendapat semacam clue yang mungkin ada hubungannya sama daur Simbah itu. Seorang jamaah bertanya “mengapa kehidupan di luar gua ashabul kahfi tidak dijelaskan di dalam Al-Quran?” jamaah lainnya menanyakan tentang “Suro diro jayaningrat lebur dening pangastuti”. Kekuatan dan kejayaan akan dikalahkan oleh kelembutan. Kelembutan seperti apa yang dapat mengalah kekuatan dan kejayaan?”

“Naon yang kamu dapat, Jan?” kata Dulgepuk.

“Saya mendapat cluekalau kehidupan di luar gua bukanlah fokus. Presisi koordinatnya ya sekumpulan pemuda yang berlindung di dalam gua. Sebagaimana kisah ashabul kahfi sendiri yang diyakini menjadi titik tengah dalam mushaf Al Qur’an. Walyatalattof wa laa yusy’ironna bikum ahadaa.”

Cungkring dan Dulgepuk manggut-manggut.

“Ya, saya tahu kisahnya”, kata Dulgepuk.“Raja Diqyanus yang lalim memaksa mereka untuk ikut menyembah berhala. Mereka (sekelompok pemuda) itu menolak, hingga mereka bertekad lari meninggalkan kaumnya sampai suatu ketika Allah memberi mereka petunjuk untuk berlindung ke dalam Gua”.

“Betul.” Kata Lamsijan. “Dalam konteks saat ini, memang tidak ada lagi Diqyanus yang terang-terangan memaksa kita untuk menyembah berhala, tetapi secara tak sadar pola pikir kita digiring, dipengaruhi, disihir oleh Diqyanus-Diqyanus untuk memberhalakan dunia, menyembah Tuhan yang bernama materialisme.”

Cungkring mulai nyambung, “Oh, begitu rupanya. Ada kekuatan besar atau suro diro jayaningratyang kita sebagai sekumpulan pemuda tidak bisa mengidentifikasi dan tidak sanggup melawannya, maka kita memutuskan bersembunyi dari kehidupan dunia yang dipenuhi racun dan berlindung di dalam gua maiyah.”

“Ya”, kata Lamsijan. “Di dalam gua maiyah, sekumpulan pemuda berada di tempat yang luas, berada di tengah-tengah gua, sehingga ketika matahari terbit, matahari tepat di atas dan saat akan terbenam selalu bertabur cahaya. Itu yang saya tadabburi dari QS. Al Kahfi : 17.”

“Di tengah-tengah ya?” Kata Cungkring. “Bisa jadi jamaah maiyah adalah ummatan wasathon, umat tengah-tengah. Tidak atas, tidak bawah, bukan kiri bukan juga kanan. Seimbang. Simbah sendiri pernah bilang, Seimbang adalah prinsip utama Al Qur’an. Allah menciptakan langit dan seluruh struktur alam semesta dengan meletakkan padanya keseimbangan”.

Dulgepuk menyahut, “dari kisah ashabul kahfi secara nalar manusia normal, memang mustahil ada orang yang tertidur selama 309 tahun. Namun, mustahil itu hanya menurut akal manusia yang manusia sendiri bersifat lemah, tetapi bagi Allah menjadikan hal itu tidaklah sulit.”

“Benar juga.” Cungkring dan Lamsijan menjawab serempak.

“Apa kamu punya penjelasan bagaimana kisah ashabul kahfi ini, Dul?” Tanya Cungkring.

“Punya, ada salah satu teori dari Simbah.”

“Mbah Nun?” Lamsijan menyahut.

“Bukan, Simbah Einstein.”Dulgepuk terkekeh. Ia melanjutkan, “kisah ini bisa dibuktikan dengan teori fisika modern, yaitu teori relativitas. Jika suatu benda atau apa saja yang bergerak mendekati kecepatan cahaya, maka benda tersebut akan mengalami dilatasi waktu dan kontraksi panjang.”

“Cepat jelaskan Dul!” Kata Cungkring.

“Baiklah, … dan kami bolak-balikkan mereka ke kanan dan ke  kiri, sedangkan anjingnya mereka menjulurkan kedua lengannya di pintu gua.Yang berarti mereka di dalam gua bergerak/digerakkan dengan kecepatan tertentu, termasuk kaki si anjing yang bernama Raqim tadi. Mungkin juga mendekati kecepatan cahaya, karena yang menggerakkannya adalah malaikat yang diciptakan dari nur, cahaya.”

“Ya, lantas?” Cungkring mengejar.

“Sebentar, ….Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka.Dalam redaksi tersebut, orang yang menyaksikan ashabul kahfi akan dipenuhi dengan ketakutan.”

“Mengapa ketakutan, Dul?” Lamsijan tidak sabar.

“Sesuai teori relativitas tadi, bahwa; jika suatu benda atau apa saja yang bergerak mendekati kecepatan cahaya, maka benda tersebut akan mengalami dilatasi waktu dan kontraksi panjang.”

“Lanjut!” Kata Cungkring.

“Misalnya kamu, Kring, tidur di dalam Gua. Di kanan kirimu adamalaikat. Lalu malaikat sebelah kanan membalikkan badanmu ke kanan dengan kecepetan cahaya, maka bisa dipastikan badanmu akan mengalami kontraksi panjang, yang tinggi badannya misal 170 cm akan menyusut dan tidak terlihat. Dari padatan berubah mbuh menjadi apa. Sesaat kemudian, malaikat menghentikan putaran tubuhmu, maka wujud badanmu berubah normal kembali. Sekarang dibalikkan ke kiri dengan kecepatan cahaya, maka wujud badanmu tak terlihat kembali.  Itu berlangsung setiap saat, badanmu akan berubah mengecil, menghilang, membesar dan seterusnya.”

“Terus, kenapa saat badan ashabul kahfi diubeng-ubengno tadi mereka tidak bangun, Dul?” Cungkring terus mengejar.

“Maka kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam Gua itu. Bunyi, Bunyi dihasilkan oleh benda yang bergetar. Jika suatu benda bergerak atau bergetar di atas kecepatan bunyi, maka akan menghasilkan patahan gelombang. Bayangkan saja kilat, kecepatannya merambat melebihi kecepatan suara, maka suara yang dihasilkan pun amat sangat dahsyat.”

“Wuih, ngeri ya. Sudah mengkerut, lalu menghilang, membesar, ditambah suara dentuman yang dahsyat. Yang menyaksikan mereka pasti kabur.” Kata Lamsijan

“Ya, begitulah menurut Al Qur’an, ….Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka.”

“Terus dilatasi waktunya gimana, Dul?” Sanggah Cungkring.

“Menurut para fisikawan; pada kecepatan cahaya, masa lalu, masa kini dan masa depan semua bisa ada secara bersamaan. Jika seseorang bisa melakukan perjalanan dengan kecepatan cahaya, mereka akan menjadi abadi. Karena pada ayat “kami bolak-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri” itu ada jeda, ada berhenti. Maka, saat penghuni kahfi dibangunkan oleh Allah mereka seolah baru tidur semalam saja, sedangkan kehidupan di luar gua sudah bergulir selama 309 tahun.”

“Masya Allah, Allahu Akbar.” Kata Lamsijan dan Cungkring.

“Ya, Allah selalu Maha Lebih Besar.” Kata Dulgepuk


SEEKOR ULAT jatuh dari atap gardu ke bahu Cungkring, ia mengibaskannya.

“Jan”, kata Cungkring. “Tadi clue yang kamu jelaskan baru sampai Suro diro Jayaningrat, mana lebur dening pangastutinya?”

“Masa dari penjelasan ilmiah yang disampaikan Albert Dulgepuk tentang ashabul kahfi tadi kamu tidak dapat menyimpulkannya sendiri, Kring”. Kata Lamsijan.

“Coba jelaskan Jan, saya sendiri belum paham apa hubungannya.” Kata Dulgepuk.

“Hmm, baiklah. Ketika sekumpulan pemuda itu tidur bukan berarti mereka tidak melakukan apa-apa. Mereka lari meninggalkan kaumnya lalu menemukan sebuah gua untuk bersembunyi, itu sudah bentuk usaha. Finishing-nya ada di tangan Allah dengan menidurkan, menyuruh malaikat membolak-balikkan lalu membangunkan dari tidur. Sebagaimana yang sering Simbah katakan, kita hanya menanam, Allah-lah yang menumbuhkannya. Lalu mereka dibolak-balikkan dengan kecepatan cahaya, sebagaimana prinsip maiyah apapun saja harus diruhanikan, dijadikan cahaya. Hampir setiap hari Simbah diperjalankan kesana kemari sebab beliau yakin bahwa sebesar apapun masalah yang menindih bangsa ini insya Allah akan selesai, akan meleleh, asalkan kita bergabung, melebur ke dalam kuasa dan kasih sayang-Nya. Yang beliau lakukan adalah menanam, mengajak orang-orang sebanyak-banyaknya untuk ingat segitigacinta Gusti Allah,Baginda Rasulullah dan manusia. Kata Bib Anis, pemberhalaan dunia, materialisme, yang menguasai panggung hari ini, sesungguhnya hanya bisa dilawan oleh mereka yang menomor-satukan Allah”.

“Bib Anis Baswedan, Jan?” Kata Cungkring.

“Gundulmu! Bib Anis Sholeh Ba’asyin, Kring.”

Cungkring tertawa terkekeh-kekeh.

“Oke, itu baru lebur dening. Pangastuti-nya mana, Jan?” Kata Dulgepuk.

Cungkring disibukkan dengan ulat-ulat yang jatuh dipunggungnya.

Pangastuti-nya ya Allah itu sendiri, Dul.” Kata Lamsijan.“Allah Yang Maha Lembut.”

“Tapi saya punya pendapat pangastuti-nya adalah waktu, Jan.” Kata Cungkring sambil mengibaskan ulat-ulat di  punggungnya.

“Kok bisa, Kring?” Kata Lamsijan

“Kalau kekuatan besar di luar gua maiyah dinamakan Sura diro Jayaningrat, kecepatan ashabul kahfi yang dibolak-balikkan dianggap sebagai meleburdengan/menjadi cahaya, maka waktu atau momentum ketika pemuda itu dibangunkan bisa disebut pangastuti. Sebagaimana dalam Walyatalattof wa laa yusy’ironna bikum ahadaa.”

Cungkring melanjutkan, “dalam teori Einstein, bahwa waktu bersifat melengkung. Orang-orang tua zaman dahulu mendapatkan bahwa waktu itu seperti roda, cakra manggilingan. Dauriyah, atau lingkaran. Ketika kehidupan di luar gua berjalan lurus atau linier selama 309 tahun, di dalam gua, waktu yang lembut itu melengkung menjadi hanya sehari semalam. Tidur panjang ashabul kahfi atau rakaat panjang jamaah maiyah akan terasa lama bagi orang yang berada diluar gua. Bagi kita yang berlindung di dalamnya berasa hanya sekejap saja.”

“Halah. Otak-atik gatuk kamu, Kring.Biar sama kayak judul Khasanah (Kecepatan mengalahkan kekuatan, waktu mengalahkan kecepatan) kan?”Lamsijan dan Dulgepuk tertawa.

Cungkring kesal dengan Lamsijan dan Dulgepuk, juga disebabkan oleh ulat-ulat yang jatuh dari atap gardu yang menimpa bajunya. Hampir saja satu ulat dibunuhnya untung Lamsijan segera melarang.

“Jangan dibunuh, Kring, kasihan”. Kata Lamsijan.

“Iya Kring, ulat itu pekerja keras.” Kata Dulgepuk.

“Kerja keras dalam hal menggunduli pohon maksudmu, Dul?” Cungkring sinis.

“Ulat adalah hewan yang pekerja keras, Kring.” Kata Dulgepuk. “Etos kerjanya sungguh luar biasa. Bekerja seperti dikejar deadline guna menyongsong pertapaannya. Walaupun kerjanya cuma makan sih.” Dulgepuk cengengesan.

“Seperti Simbah dong, yang hampir tiap hari diseret orang kesana-kemari tanpa lelah.” Kata Cungkring.

“Mungkin, Kring. Hebat juga si Dulgepuk, tadi jadi Einstein, sekarang jadi Dulgepuk Linnaeus. Ya walaupun masih jauh dari Baginda Sulaiman.” Lamsijan Tertawa.

“Ngomong-ngomong soal ulat, saya teringat kisah Ya’juj dan Ma’juj.”Kata Cungkring. “Mungkin Ya’juj dan Ma’jujitumakhluk yang disebut Simbah “Yang sejodo”. Makhluk pembuat kerusakan di muka bumi. Dalam kisahnya, bahwa mereka akan kalah ketika Allah mengirimkan ulat-ulat yang menyerang leher mereka. Siapa gerangan ulat yang cenderung berurusan dengan urat leher? Siapa gerangan pula ulat yang bersangkutan dengan pangkal nyawa?”