Pembekalan Anggota KPK

Sebagai bagian dari rangkaian pelatihan 180 anggota baru KPK yang telah berlangsung selama tiga minggu, pada hari Jumat 22 November 2013, Cak Nun diminta untuk memberikan materi pembinaan. Bertempat di Pusat Pendidikan Latihan Pasukan Khusus di Batujajar, Bandung, pelatihan ini dibuka dengan sambutan oleh Pak Busyro Muqoddas.

Cak Nun membuka, “Kalau dalam konteks rakyat Indonesia, anda adalah tentara. Kalau dalam konteks kebangsaan, anda adalah patriot. Sesudah tiga minggu dilatih di sini, anda akan lahir kembali. Yang akan anda hadapi di luar sana adalah penjajah-penjajah dari bangsa kita sendiri. Peradaban penjajahan di sini sudah sangat matang sehingga anda harus dilatih oleh pasukan khusus nomor tiga terbaik di dunia.

“Kalau Kopassus bisa menjadi pasukan khusus terbaik dalam kondisi negara yang kacau begini rupa, anda harus punya asumsi bahwa sesungguhnya bangsa Indonesia adalah bangsa terbesar yang ada di muka bumi. Anda harus terlebih dulu mengenal apa yang harus anda perjuangkan. Nanti anda akan berhadapan dengan orang yang anda sidik – jangan peduli siapa mereka, tapi apa yang mereka lakukan.”

APA DAN SIAPA

Kita bangsa yang belum mampu mengidentifikasi ‘siapa’, maka harus belajar ‘apa’ lebih dulu. Dalam bahasa Arab, apa adalah ma, siapa adalah man. Sementara itu, manusia dalam bahasa Inggris disebut sebagai man, dalam bahasa Jawa dikenal dengan kata manungso. Unsur sama yang ditemukan dalam ketiga bahasa tersebut untuk menyebut manusia adalah unsur konsonan m dan n. Bagaimana bisa?

Dulu ketika Adam masih sendiri, Allah mengajarkan nama-nama benda kepadanya, yang kemudian diuji oleh Malaikat untuk menuturkannya kembali. Ketika itu belum ada budaya, belum ada masyarakat sehingga pasti juga belum terbentuk kesepakatan bahasa. Bahasa yang digunakan adalah bahasa sejati yang sekarang masih tersisa di bahasa-bahasa modern, contohnya kata man tadi.

“Kalau anda serius menyelidiki bahasa sejati, anda akan menemukan bahwa sejak berabad-abad silam bangsa Indonesia merupakan bangsa hebat. Bangsa yang seharusnya kolaps tapi mampu bertahan, bangsa yang pendapatan perkapitanya terendah tapi makannya paling enak, tertawanya paling banyak, mobilnya paling mewah. Ada atau tidak ada pemerintah, bangsa Indonesia tidak masalah.

“Jangan lupa, karier yang anda lakukan sebentar lagi akan penuh ancaman dan anda tidak boleh takut. Anda adalah orang yang mulia di hadapan Allah,” kata Cak Nun.

Matangnya kebudayaan dilambangkan oleh kayanya bahasa, dan setiap kata dalam bahasa Nusantara mengungkapkan kenyataan yang spesifik. Contohnya bahasa Jawa, yang punya istilah sangat banyak untuk rice, mulai dari pari, gabah, menir, beras, sego.

“Tahun 2014 nanti merupakan transaksi tambang di Jawa Timur yang akan dijadikan Freeport kedua. Calon-calon presidenmu yang berwatak penjajah itu akan meloloskannya menjadi milik Amerika dan anda hanya mendapat satu atau dua persennya. Saya minta anda mengantisipasi itu, jangan sampai Indonesia dijajah,” pesan Cak Nun.

PhotoGrid_1385947067843 copy

TIPUAN-TIPUAN INTERNASIONAL

Kita bukan hanya sedang ditipu habis-habisan secara internasional dalam bidang politik, tapi juga secara antropologi, kebudayaan, dan sejarah. Orang-orang Barat berhasil membuat Indonesia tidak percaya diri, terhadap bahasanya, kebudayaannya, sejarahnya.

“Contoh sederhana, kalau anda saya sebut pesek, hitam, dan pendek, sakit hati nggak? Kalau anda tersinggung, itu karena nilai budaya atau mindset pribadi? Anda diam-diam percaya bahwa yang cantik adalah yang mancung, tinggi, dan berkulit putih.

“Saya bukan anti-Arab atau anti-Barat; saya hanya ingin dunia yang proporsional. Coba anda pelajari Adam itu makhluk keberapa, bumi dulu dihuni oleh makhluk apa saja, apakah secara genetik Adam itu murni atau hibrida, apa hubungannya dengan Homo Erectus.

“Yang mengurusi gunung Merapi adalah manusia yang hidup pada 400 tahun sebelum Masehi, namanya Ki Ageng Sapu Jagad. Dua orang adiknya, Dewi Nawangwulan dan Dewi Nawangsih, adalah yang belakangan kita kenal sebagai Ratu Kidul dan Nyi Roro Kidul.

“Adam punya 46 anak. Semu kembar kecuali 2 orang, salah satunya yang bernama Sis. Sis inilah yang kemudian menurunkan orang Indonesia. Jadi anda adalah manusia tertua yang kemudian mengalami hancur lebur peradaban, bangkit kembali, hancur lebur kembali. Yang ingin saya tekankan bukanlah masa Atlantis dan sebagainya, melainkan sisa-sisa kekayaan peradaban tertua ada di Indonesia tapi disembunyikan. Dunia mengenal Mesir Kuno dan Yunani Kuno, tapi tidak mau membuka Nusantara. Sekarang sudah saatnya anda mengenal siapa diri anda.”

MANAJEMEN HIDUP

Beberapa peserta lantas mengajukan pertanyan kepada Cak Nun:

Dari kearifan lokal, yang saya ingat adalah filsafat pohon belimbing bergigir lima dalam tembang Ilir-Ilir. Saya refleksikan dengan perjalanan kita sebagai manusia, banyak sekali yang tidak tahan puasa dengan melakukan korupsi dan sebagainya. bagaimana kita bisa menemukan makna terdalam ini dalam perilaku kita?

Cak Nun: “Yang pertama, anda jangan khawatir. Peradaban itu siklus; nanti akan ada waktu di mana hal itu muncul kembali. Kalau anda warga kelurahan, beli bajunya di pasar kecamatan. Kalau anda orang ibukota kecamatan, beli bajunya di pasar kabupaten. Kalau anda sudah menjadi orang elit di Jakarta, justru selera anda menjadi selera desa. Terus berputar seperti itu.

“Orang Indonesia sekarang nggak ngurusi martabat, nggak ngurusi keindahan. Anda rela nggak kalau Pak Busyro jadi bintang iklan jamu? Tidak melanggar hukum memang, tapi melanggar taste dan ini sangat penting. Orang sekarang nggak ngerti kapan puasa kapan tidak puasa. Puasa itu bukan hanya puasa Ramadan, tapi melaksanakan sesuatu yang tidak disukainya atau tidak melaksanakan sesuatu yang disukainya. Anda kan tidak boleh ditraktir, tidak boleh disuguhi, anda bawa nasi bungkus sendiri. Ini merupakan salah satu bentuk puasa.

“Puasa diwajibkan karena secara alami manusia tidak suka melakukannya. Dan justru di sinilah letak kemuliaan, ketika kita siap, ikhlas, dan teguh melakukan sesuatu yang tidak kita sukai.

“Penemuan-penemuan ilmu dan teknologi Nusantara bertebaran dalam berbagai bidang, tapi kita tidak pernah menggalinya karena tidak percaya diri. Satu contohnya, baru-baru ini NASA datang ke Jogja untuk menerjemahkan buku Nusantara kuno tentang eksplorasi luar angkasa melebihi yang telah dicapai Rusia saat ini.

“Kita sangat kaya akan kearifan lokal, dan perlu kita gali terus. Di samping Ilir-Ilir, kita juga punya Gundul Pacul yang mengandung kearifan kepemimpinan. Bahwa sepanjang masih anak-anak kita masih boleh gembelengan, tapi begitu nyunggi wakul kita tidak boleh lagi main-main, tidak boleh munafik. Nyunggi wakul merupakan lambang atas pekerjaan meletakkan bakul kesejahteraan rakyat di atas kepala kita.

“Ada pula tembang E Dhayohe Teka, yang mengandung pelajaran manajemen luar biasa. Siapapun jangan sampai melakukan kesalahan manajemen karena darinya akan lahir setan. Setan bukan Iblis atau malaikat yang merupakan ciptaan Tuhan, melainkan minal jinni wal insi.

“Jadi kalau bikin negara harus jelas. Kepala negara dan kepala pemerintahan harus dibedakan karena masing-masing punya tugas yang berbeda. Tapi di Indonesia kedua hal ini dicampur sehingga masalah semakin bertambah.”

KORUPSI BUKAN PRODUK BUDAYA

Apakah korupsi merupakan produk budaya? 

Cak Nun: “Saya sudah pernah ngomong sama Pak Busyro: Jangan bilang bahwa korupsi merajalela itu merupakan produk dari budaya masyarakat. Rakyat itu sudah menderita, jangan disakiti lagi.

“Anda pilih mana: saya tonjok atau saya ludahi? Anda saya minta punya presisi nilai untuk mengetahui mana yang lebih kejam di antara keduanya. Diludahi secara fisik memang tidak sakit, tapi yang sakit adalah harga diri kita, martabat kita. Konsep hak asasi manusia tidak mempertimbangkan harga diri ini.”

Tahun depan merupakan tahun paling penting bagi kemajuan Indonesia. Bagaimanakah karakter pemimpin yang harus kita pilih supaya Nusantara bangkit kembali? 

“Para pengendara sepeda motor di Jogja hari-hari ini sudah mulai jalan ketika lampu merah masih di angka 25. Itu kejahatan, memang, tapi bukan berarti mereka orang jahat. Ini merupakan dialektika distrust yang berlangsung secara nasional dalam bidang apapun. Santri tidak percaya kepada kyainya, kiai tidak percaya kepada santri. Rakyat tidak percaya kepada pemerintah, pemerintah tidak percaya satu sama lain. Antar departemen saling tidak percaya, antar parpol saling menginginkan yang lain hancur.

“Dalam kasus di jalanan tadi, mereka melanggar karena ada satu yang melanggar lebih dulu. Kalau tidak ada yang melanggar, yang lain juga tidak. Kuncinya adalah pemimpin yang sejati. Masalahnya, di Indonesia pemimpin bukan soal bagaimana kriteria yang seharusnya, tapi sepenuhnya kekuasaan parpol.

“KPK ini lembaga negara atau lembaga pemerintah? Yang melantik ketua KPK siapa? Presiden itu kepala negara atau kepala pemerintah? Di Indonesia runyam karena keduanya disamakan. Padahal pemerintah itu hanya pegawai kontrakan, tidak untuk ditaati. Seluruh PNS yang merupakan pegawai negara seharusnya taat kepada undang-undang, bukan kepada pemerintah. Di situ kesalahannya.

“Untuk kriteria pemimpin, kita bisa menggalinya dari mana saja: kearifan lokal, teori modern, agama. Pelajari bahwa Pak Harto dulu memerintah dengan menggunakan dua ilmu, yaitu ilmu katuranggan (ilmu mengenai karakter manusia) dan ilmu pranoto mongso (ilmu tentang musim).

“Berdasarkan teori, Mensesneg haruslah orang yang menguasai masalah, komunikatif, dan punya kecerdasan sehingga dalam segala situasi selalu matang. Tapi Pak Harto justru memilih Mensesneg yang lambat bicaranya, lama berpikirnya. Dengan demikian, fakta-fakta dari luar terserap semua sementara informasi dari dalam tidak ada yang keluar.”

Bagaimana pendidikan moral yang tepat untuk mencegah terjadinya korupsi? Menurut pandangan Cak Nun apakah hukuman bagi koruptor saat ini sudah pas?

Cak Nun: “Jangan bilang koruptor itu orang jahat. Mereka adalah orang bodoh. Ini kasus intelektual. Para koruptor sudah tidak masuk akal. Salah satu inputnya memang moral, tapi outputnya adalah akal yang tidak sehat.

“Mengenai hukuman bagi para koruptor, saya usul mereka jangan disatukan di Sukamiskin, sebab mereka akan menumbuhkan kewaspadaan nasional untuk melakukan korupsi yang lebih hati-hati. Koruptor harus dipisah satu sama lain, sebab tidak ada koruptor yang menyesali korupsinya. Mereka menyesali kenapa sampai ketahuan. Untuk orang yang tahu malu, hukumannya gampang: permalukan mereka. Tapi untuk koruptor –yang tak tahu malu– menurut saya hukumannya kurang berat sepuluh kali lipat.

“Efek jera harus dipelajari secara psikologis, budaya, dan politis. Potong akses mereka, atau ada larangan untuk orang-orang itu seumur hidup karena masyarakat sudah tak punya resistensi apapun. Mereka bisa ditipu siapa saja.”

PhotoGrid_1385947067843

HARAPAN INDONESIA

Dari mana insan KPK menggali lagi kebudayaan Nusantara yang terkubur? Apakah perlu kita hilangkan satu generasi untuk memberantas korupsi?

Cak Nun; “Anda tidak punya tugas untuk itu. Konsentrasi saja pada apa yang harus Anda kerjakan di KPK. Bukan semua orang melakukan semua hal, melainkan sebagian orang melakukan sebagian tugas.

“Kalau apakah harus potong generasi atau tidak, kita sedang ada tawar-menawar dengan banyak sekali petugas yang bekerja di antara langit dan bumi. Pada tanggal 1 Muharram kemarin mereka melakukan rapat apakah Indonesia layak dikubur secara misterius atau tidak.

“Kalau menurut hitungan normal, Indonesia harusnya sudah hancur. Tapi tidak terjadi seperti di jaman Nabi Nuh karena masih ada satu kebaikan yang luar biasa: bahwa Anda semua berkeluarga dengan baik. Sejahat apapun orang Indonesia, mereka masih berkeluarga dengan baik – dan inilah syarat nomor satu untuk tidak dihancurkan oleh langit.

“Di sini orang-orang masih berkumpul. Beberapa anak muda dua puluhan tahun bahkan ada yang sudah berani mengambil keputusan untuk menjadi petani. Mereka paham bahwa kelak Indonesia akan memimpin pertanian. Anda adalah harapan bagi Indonesia.”

Saya kurang mengerti dengan apa yang sudah disampaikan karena saya orang Batak, tapi saya coba untuk paham. Kalau banyak pemuda yang sudah melupakan kebudayaan, apakah karena pendidikan budaya yang kurang? Bagaimana cara supaya dalam melihat ke belakang kita tidak terjebak pada romantisme kebesaran masa lalu, tapi bisa bergerak maju?

Cak Nun: “Saya minta maaf karena telah mengambil contoh-contoh dari Jawa. Tapi saya selalu berkata, Indonesia itu seperti gado-gado. Supaya menjadi gado-gado yang enak, lontong di dalamnya harus lontong beneran, begitu pula dengan bahan-bahan yang lain. Untuk Indonesia yang baik, Jawa harus benar-benar Jawa, Batak harus benar-benar Batak, Madura harus benar-benar Madura, dan seterusnya. Setiap daerah memperkaya Indonesia.

“Saya sebenarnya tidak peduli apakah nenek moyang kita hebat atau tidak, saya tidak keberatan kalau mereka ternyata setan – asalkan kita punya kepercayaan diri. Sekarang ini kita sangat membutuhkan motivasi, sampai-sampai untuk berbuat baik saja butuh dimotivasi. Saya tidak sedang beromantis dengan masa lalu, saya hanya sedang melakukan tugas. Umumnya manusia supaya bisa maju ke depan, dia harus mundur beberapa langkah terlebih dulu.

“Nabi Khidir punya mekanisme mengelola sejarah. Kamu berada di masa kini, melihat ke masa depan, menengok ke belakang. Pertama digambarkan dengan membocorkan kapal supaya tidak menjadi sasaran perompak. Ini terjadi sekarang juga. Kemudian begitu di pantai Nabi Khidir mencekik anak kecil, sebab anak itu kalau sudah besar akan menjadi sangat kuat dan mengajak keluarga dan teman-temannya menjadi kafir. Nabi Khidir diberi privilege oleh Tuhan untuk membunuhnya. Perjalanan ketiga merupakan gambaran menengok masa lalu, yaitu menegakkan pagar yang miring karena di bawah tanah itu ada harta dari masa lalu.

“Saya tidak membanggakan masa silam, tapi tanpa tahu masa silam Anda tidak akan bisa melangkah ke masa depan. Saya tidak keberatan kita tidak membicarakan masa silam, asalkan Anda percaya diri menjadi manusia Indonesia, asalkan Anda tidak terjebak dalam tipuan-tipuan internasional. Temukan motivasi dari dalam diri Anda sendiri.

“Satu-satunya motivasi saya melakukan acara semacam ini hampir tiap malam selama puluhan tahun adalah menghancurkan diri, sebab semakin hancur diriku semakin Tuhan mau menerimaku. Kalau masih ada label, kita tak akan menyatu dengan Tuhan.

“Temukan motivasi dari dalam, sembuhkan seluruh penyakit Anda dari dalam diri Anda sendiri. Kalau selama ini Anda minum 1 pil, besok minum setengah saja, lalu lusa jangan lagi minum pil. Tuhan menawarkan fenomena air zamzam, yaitu mekanisme penyembuhan atas perintah orang yang meminumnya dan dilegalisir oleh Tuhan.”

SOP BUNTUT

Saya ingin mengonfirmasi pernyataan Cak Nun sewaktu hadir di kediaman Anas Urbaningrum bahwa Cak Nun mendoakan KPK bubar.

Cak Nun: “Kalimatnya memang seperti itu, tapi wartawan memang tukang jualan sop buntut sehingga masyarakat hanya paham buntutnya tanpa mengerti sapi secara keseluruhan. Kalimat itu bukan hanya saya sampaikan di kediaman Anas, tapi juga di acara-acara Pak Busyro. Maksud kalimat saya itu adalah kalau KPK tidak ada, berarti keberadaannya sudah tidak diperlukan lagi karena sudah tidak ada korupsi.

“KPK ini ad hoc, bukan lembaga negara, yang dibentuk karena kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman dinilai kurang memadai dalam memproses tindak pidana korupsi. Kalau negara sudah kembali normal, KPK tidak perlu ada. Logikanya seperti ini, bukannya karena saya membela Anas.

“Saya sudah bilang pada Anas bahwa saya tidak tahu-menahu soal hukum. Saya datang ke rumahnya karena saya harus menemani setiap orang untuk menempuh kebenaran dengan kuat. Misalkan ada orang yang baru saja membunuh orang tuanya lalu lari ke rumah saya, tugas saya adalah menemaninya supaya kuat hati dan pikirannya ketika nanti ditangkap dan dipenjara.”

Pembinaan ditutup dengan yel-yel KPK untuk membakar semangat para peserta. Untuk kemudian dimalam harinya ditempat yang sama, Cak Nun diminta untuk menghadiri pergelaran seni sebagai puncak pembinaan anggota KPK di Kopassus.