Mukadimah: PATPATGULIPAJAK IBLIS AMNESTY

Mukadimah Kenduri Cinta september 2016

BUKANNYA MEMBUAT tentram, dihadirkannya Raksasa Iblis Amnesty di kancah hutan Wanamarta justru menambah resah penduduk seisi hutan. Namun karena dukungan Teot te blung, maka mau tidak mau kebijakan ini mesti diterima dengan lapang dada. Kebijakan yang tidak biasa memang harus diambil untuk mengatasi situasi ganjil Wanamarta.

Bagaimana tidak ganjil, guyuran hujan tiap hari tak kunjung membuat subur hutan. Investasi dari luar negeri terus masuk kedalam hutan, namun pembangunan tak kunjung menjadi kemakmuran. Lokasi tambang yang dikuasai Hastina semakin meraja lela, emas terus dikeruk, namun kondisi perekonomian Wanamarta justru bertambah buruk. Setiap transaksi dikenai pajak, tetapi target pendapatan dari serapan pajak tidak kunjung tercapai. Badan Usaha Milik Hutan tidak mampu menambah pendapatan hutan, yang terjadi hanya menjadi bahan bancak-an.

Pak Babi, Tuan Naga, Mr. Kerbau dan para pengusaha seisi rimba seolah ikut berusaha mengatasi krisis yang terjadi, namun pada kenyataannya yang diperjuangkan hanya soal perutnya sendiri. Hingga akhirnya Iblis Amnesty menjadi tumpuan harapan pemerintahan Teot te blung hutan Wanamarta. “Hey, penduduk Hutan Wanamarta tak perlu kalian merasa resah, segala masalah hutan akan ku atasi dengan sebuah pengampunan. Dengan satu syarat, tegakkan hukum rimba. Jangan sekali-kali memunculkan kemanusiaan di dalam diri kehewanan kalian.”

Berbeda dengan kondisi Hutan Wanamarta, pembangunan berorientasi kemakmuran oleh penguasa negeri ini nampaknya terus berlanjut. Pungutan pajak dari rakyat menjadi sumber utama pendapatan pemerintah untuk membiayai seluruh pengeluaran dan belanja negara. Penetapan anggaran dilakukan oleh pemerintah secara sepihak dan selalu dilakukan penyesuaian ketika menghadapi kendala. Pada anggaran penyesuaian yang telah dipublikasikan, penerimaan perpajakan memiliki porsi 86,2% dari total 1.786,2 T pendapatan negara dan sisanya bersumber dari penerimaan negeri selain pajak 13,7% dan hibah 0,1%. Sedangkan total belanja sebesar 2.082,9 T dianggarkan untuk belanja pemerintah pusat 62,7% dan 37,3% untuk Transfer Ke Daerah dan Dana Desa. Anggaran belanja negara itu mayoritas didanai dari sumber pajak.

Konsekuensi dari penetapan anggaran tersebut adalah adanya defisit sebesar 296,7 T. Pemangkasan pun terpaksa dilakukan pada beberapa sektor yang memungkinkan hingga mencapai 133 T. Sedangkan sisanya diusahakan oleh pemerintah dengan berbagai trik yang intinya untuk menambal kekurangan anggaran. Dengan program pengampunan pajak deklarasi harta yang belum dicantumkan dalam laporan pajak orang pribadi, badan usaha, pengusaha dan mereka yang belum ber-NPWP diperkiraan ada ribuan triliun harta kena pajak yang belum dilaporkan. Kemudian dari perkiraan itu dibuatkan formula pengampunan sebesar 1000 T atas deklarasi harta. Dari formula itu memunculkan angka 165 T denda yang disebut sebagai dana tebusan yang menjadi target untuk memenuhi kekurangan anggaran.

Apakah ini win-win solution? Para komprador ekonomi alias konglomerat yang menempatkan dananya  di luar negeri dipersilakan mengaku dan membawa uang kembali, tidak perlu membayar pajak yang besar, cukup tebusan dengan tarif ringan. Win untuk Pemerintah, ada dana masuk untuk membiayai pembangunan, investasi, dana segar dari uang tebusan. Win untuk Konglomerat, tidak akan dikejar-kejar lagi untuk kewajiban perpajakan di masa lalu, dan tebusan yang dibayar jauh lebih kecil dari pajak yang seharusnya mereka bayar.

Sedangkan bagi rakyat pada umumnya kebijakan ini menjadi teror baru. Bagi petani di desa-desa yang tidak mampu membeli pupuk karena harganya melambung tinggi pada saat masa tanam dan pada musim panen hasil pertanian dihargai dengan harga yang rendah.  Bagi para peternak yang tidak pernah menikmati lonjakan harga komoditas ternak milik mereka. Demikian pula nasib wirausaha  yang membuka warung nasi, warung kelontong hingga pedagang barang rongsokan bakal menjadi target baru pengampunan ini. Perputaran uang yang tidak pernah dilaporkan akan terkena pajak dan jika melewati batas akhir waktu pelaporan, mereka akan terkena denda dua kali lipatnya.

Jika di Wanamarta yang berlaku adalah hukum Rimba, sementara di negeri ini kebijakan penguasa yang penuh pengampunan dikedepankan meskipun disertai ancaman-ancaman. Oleh setiap penguasa, pengampunan diselenggarakan bagi kalangan atas namun untuk kalangan bawah tak ada toleransi.Setiap peralihan penguasa yang baru dipilih selalu disanjung-sanjung rakyatnya. Julukan satrio-piningit hingga ratu-adil melekat di awal pelantikan penguasa baru. Namun dalam perkembangannya, kekuasaan membutakan  hingga menyisakan janji kosong. Manakala periode berkuasa akan segera usai, semua energi penguasa akan diforsir untuk persiapan medan pemilihan berikutnya. Jika 5 tahun periode berkuasa, maka praktis tahun pertama adalah konsolidasi. Kemudian 3 tahun bekerja dan tahun terakhir digunakan sebagai persiapan pemilihan berikutnya.

Ironisnya para pemilih yang sudah terlanjur mengidolakan penguasa kemudian melakukan permakluman dan pembelaan atas berbagai kinerja hingga kebijakan yang berlaku. Hingga tak jarang gesekan antar sesama warga sering terjadi. Gurita kapitalisme Dajjal semakin melengkapi keterpurukan negeri ini. Ego individual dan kelompok makin memecah keterikatan budaya. Tidak kurang jumlah orang yang pintar dan cerdas, namun stok orang yang baik dan  benar makin berkurang.

Innahum yakiiduuna kaida.  Mereka merencanakan tipu daya yang sangat masif dalam skala yang besar. Hampir semua generasi diserbu dengan aneka ragam virus-virus teknologi. Popularitas instan baik melalui media sosial maupun media visual menjadi target cita-cita utama di semua lapisan masyarakat. Anggapan bahwa manusia dianggap berperan jika telah populer melegalkan aneka upaya pencitraan meski harus menempuh cara kehinaan. Tiada etika moral yang bermartabat yang menjadi sekat kemanusiaan

Kualitas birokrasi penguasa di tiap periode tidak kunjung membaik. Para pegawai berebut muka dan menjilat dihadapan para penguasa yang dipilih berkala. Perebutan kepentingan antar kelompok penguasa tak jarang memecah soliditas penyelenggara kekuasaan. Proses perkaderan untuk memegang kendali estafet pemerintahan dimasa yang akan datang dengan mudahnya dialihkan untuk hal-hal remeh. Nyaris tiada perubahan kebaikan yang berkualitas terjadi. Semua terjebak stagnasi dan kontinyuasi sistem.

Wa akiidu kaida. Tetapi, bagi orang yang garis tauhidnya lurus dan tepat pada Arasy-nya Allah, ia sangat faham. Dengan berbekal Tauhid, Taqwa dan Tawakkal mereka sangat meyakini bahwa sesungguhnya diatas rencana manusia ada kehendak Allah yang sedang dan akan berlaku. Patpatgulipajak jelas dipenuhi tipu-tipu rekayasa, penipuan dan pertunjukan ketidak adilan Iblis Amnesty jelas-jelas nyata. Wa makaruu wa makarallah, wallahu khoirul maakirin.