Qurban Zaman

HARI INI umat Islam dari berbagai penjuru dunia merayakan Idul Qurban. Tidak terkecuali di Indonesia, gema Takbir dikumandangkan sejak kemarin sore terdengar melalui pengeras suara Mushola ataupun Masjid. Panitia Qurban sudah menerima hewan-hewan qurban sejak beberapa hari lalu. Setelah Shalat Idul Adha, hewan-hewan dari orang-orang yang mampu berqurban itu akan disembelih oleh Panitia Qurban dan daging hewan qurban akan dibagikan kepada masyarakat sekitar.  Peristiwa tahunan ini sekaligus sebagai peringatan bagi umat Islam mengenai penyembelihan Nabi Ismail AS oleh ayah kandungnya yaitu Nabi Ibrahim AS. Sementara itu, pada rentang waktu yang bersamaan pula, peristiwa tahunan di Mekah juga sedang berlangsung. Jemaah Haji dari seluruh penjuru dunia melaksanakan rukun-rukun Haji mulai dari Miqot ber-Ihram, Wukuf, Tawaf, Sa’i dan Tahallul secara Tertib dalam rangka menunaikan rukun Islam yang kelima.

Wukuf di Arafah sejak tergelincir matahari pada siang 9 Dzulhijjah hingga sebelum terbit fajar pada malam Idul Adha, menjadi inti ritual Haji. Pada saat Wukuf, jamaah haji dapat melakukan dzikir dan do’a di Arafah untuk semakin mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah swt. Ritual Wukuf di Arafah ini sekaligus menjadi pembeda antara Ibdah Umrah dan Ibadah Haji yang waktunya sudah ditentukan. Begitu pula dengan penyembelihan hewan pada saat Idul Adha menjadi penanda Ibadah Qurban yang waktunya sudah ditentukan sehingga berbeda dengan penyembelihan hewan biasa pada hari-hari lain-nya.

Pusat peringatan ritual Ibdah Haji di Mekah dan penyembelihan hewan qurban di mana saja, adalah peristiwa yang dialami oleh Nabi Ibrahim AS dan putranya yaitu Nabi Ismail AS. Penyembelihan hewan qurban mengingatkan kita pada perintah Allah SWT kepada Ibrahim untuk menyembelih putra kandung yang sangat dicintainya yaitu Ismail. Sebuah peristiwa untuk menunaikan ujian keimanan Ibrahim dan Ismail sebagai kekasih Allah swt. Digantikannya Ismail dengan seekor kambing sesaat setelah pisau yang digenggaman Nabi Ibrahim menyentuh leher sang putra memperlihatkan kepasrahan total  atas segala-gala hanya kepada Allah swt. Segala kenangan indah Nabi Ibrahim bersama  Nabi Ismail meninggikan Ka’bah yang sekarang ini menjadi kiblat shalat umat Islam mesti ditanggalkan, diikhlaskan demi Tauhid, menjalankan keimanan Perintah dari Yang Maha Agung pemilik semesta alam, Allah SWT.

Begitulah dialektika Cinta Tuhan bersama para kekasih-Nya, berada diluar-atas konteks akal dan logika. Segala peristiwa dapat terjadi begitu saja atas Kehendak Sang Maha Kasih dalam bercengkerama bersama para kekasih-kekasih-Nya. Karena Rahim Nya, api tak mampu membakar kulit Ibrahim meskipun sekujur tubuhnya sudah diselimuti panas bara yang tak terkira. Ismail seketika digantikan dengan seekor kambing. Musa beserta kaumnya yang sudah ter-pojok oleh kejaran pasukan Firaun, dibukakan jalan yang tak terduga dengan dibelah-nya laut setelah Musa memukulkan tongkat ke bibir pantai. Pagebluk, krisis multi dimensi hingga peradaban yang dibangun oleh Fira’un dimusnahkan oleh Allah SWT karena Musa kekasihNya beserta kaumnya merasa sudah tidak tahan terus-menerus dizalimi oleh rezim Fir’aun. Begitu pula yang dialami oleh para Kekasih-kekasih Allah seperti Yusuf, Yunus, Hud, Sulaiman dan lainnya. Bahkan Allah SWT tidak segan untuk potong-generasi, menenggelamkan seisi bumi dengan banjir besar demi menyelamatkan Nuh AS. Mana kala umat-umat pada masing-masing zaman sudah keterlaluan menyakiti para kekasih-Nya, maka Allah tidak segan untuk memberikan balasan atau-pun ampunan.

Padahal sejak Rasulullah Muhammad SAW hingga saat ini keadaan umat manusia tidak semakin baik. Kemungkaran terus terjadi berkali-kali lipat melebihi yang terjadi pada umat terdahulu. Tingkat kemunafikan para penguasa melebihi dari yang dilakukan oleh para penguasa-penguasa pada zaman-zaman terdahulu. Kemaksiatan yang melanda masyarakat pada zaman ini sangat jauh melebihi kemaksiatan-kemaksiatan yang dilakukan oleh masyarakat pada zaman terdahulu. Jika umat terdahulu sebatas mengingkari para Nabi dan Rasul pembawa ajaran Tauhid, pada zaman ini berduyun-duyun orang-orang kelewat batas, agama diperdagangkan dan ayat-ayat dijual-belikan. Tuhan di-berhala-kan dan ibadah keagamaan sekedar jadi barang dagangan.

Pada Kenduri Cinta edisi September 2016 minggu lalu, Cak Nun mengatakan kemungkinan sekarang ini sedang tidak ada sosok kekasih yang layak untuk dihadirkan oleh Allah SWT pada zaman ini. Seorang saja cukup sebagai kekasih-Nya yang mendapat perhatian dari Allah SWT. Seseorang yang diberikan kemampuan untuk mengembalikan kesadaran peradaban umat manusia untuk kembali kepada fitrah kemanusiaan-nya. Dalam rangka menumbuhkan cinta ditengah masyarakat dan menemukan kekasih-Nya, Cak Nun dengan tanpa lelah dalam berbagai kesempatan terus menerus menyebarkan optimisme ditengah masyarakat berbagai penjuru kota dan desa, di dalam maupun luar negeri  dengan mengharapkan supaya Allah SWT setidaknya ‘melirik’ untuk campur tangan membenahi zaman.

Dibawah cengkeraman penguasa ekonomi, politik dan teknologi yang terus menerus menjadikan masyarakat sebagai sembelihan zaman menggunakan alat-alat ekonomi, perangkat politik dan belenggu-teknologi yang masif terjadi di muka bumi ini sepertinya akan terus berlangsung hingga Allah SWT turut campur tangan. Atau justru sebaliknya Allah SWT sebenarnya selalu setiap saat campur tangan pada setiap pergerakan zaman, namun kita umat manusia mengabaikan kehadiran-Nya, sehingga Penguasa yang senantiasa menyembelih Rakyat tidak kunjung menjadi Ibrahim dan Ismail. Qurban zaman-pun terus menerus tertunda hingga saatnya tiba.