Mukadimah: ORAISINALITAS

Mukadimah Kenduri Cinta April 2015

Islam di mata dunia hari ini seakan-akan mempunyai bentuk baru. Fenomena intoleransi antar umat—apalagi dengan munculnya berita-berita ISIS (Islamic State of Iraq and Syria)—membuat kita seakan tiba-tiba lupa sejarah. Siapakah yang membentuk “hal-hal baru” ini? Bagaimana dengan sejarahnya, siapa saja yang terlibat dan apa tujuannya seakan kini menjadi tidak lagi penting. Jangan terlupa, bahwa di tempat-tempat terpencil, di sudut-sudut daerah, masih banyak kyai, ulama dan orang-orang masih setia mengajar, mengaji dan menebarkan nilai-nilai toleransi.

Apakah kita harus memberi peringatan untuk kaum pendatang, bahwa siapapun yang bertengkar di tanah ini maka hendaknya mereka hengkang saja, entah itu Syiah, Sunni, Ikhwanul Muslimin atau Wahabi, pokoknya jika berantem wajib keluar dari negara ini. Bukannya niat awal mereka ketika datang ke Nusantara adalah untuk belajar kepada kita tentang apa itu hidup damai?

Kedatangan awal penjajah Belanda adalah dengan niat berdagang yang kemudian berubah jadi keinginan menguasai. Perlakuan bangsa penjajah puluhan tahun dengan totalitas pasukan dan menir sebagai perangkat ekonomi, berubah kembali ketika mendapat protes kaum humanis dan politisi di negerinya, hingga dibuatlah kebijakan politik etis. Pendidikan-pendidikan lalu menghasilkan tokoh-tokoh yang kemudian tumbuhnya kesadaran untuk merdeka. Daya dorong semangat kemerdekaan makin bertambah dengan munculnya pembaharu-pembaharu dari pesantren-pesantren, sehingga melahirkan banyak tokoh-tokoh yang tidak hanya sekedar berdakwah, namun juga berjuang menata kelas-kelas sosial baru. Islam tampil sebagai mesin perubahan dan pembaharuan.

Sebagai bagian penting dari pembaharuan itu, pada era 1920-an hadir Muhammadiyah, Masyumi, Nahdlatul Ulama, Sarekat Islam dan sebagainya, memunculkan pemikiran yang tajam, otentik dan serta tekad kemerdekaan yang kuat. Memperbarui adalah bagian yang pernah ada dan pernah hadir, lalu dalam titik puncak mati atau sekarat kemudian lahir kembali.

Anda bisa mengaitkannya dengan Maiyah. Kaitkan dengan apa saja yang menurut anda membutuhkan pembaharuan. Apakah pola pikir anda sudah benar, apakah hidup anda sudah benar, atau proposal masa depan anda untuk bangsa dan negara ini sudah selesai dibuat. Apakah Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan lain-lainnya sudah tepat dalam menjaga komitmennya terhadap bangsa ini? Apakah gerakan-gerakan pembaharu lainnya juga masih orisinil dalam memangku janji-janjinya?

Petakan kembali apakah dunia memandang Islam sebagai bagian perubahan yang indah atau bagian yang membuat malu. Jamaah Maiyah khususnya komunitas kecil Kenduri Cinta musti mampu menempatkan dirinya dalam titik yang benar-benar sejati.

*

Dalam banyak kesempatan, Cak Nun sering sekali mengingatkan kita untuk tidak mudah percaya terhadap apapun yang kita dengar maupun kita lihat, topeng yang sudah terlanjur sulit dilepas dari wajah para aktor drama negeri ini, menuntut kita untuk lebih titis dalam menganalisa segala informasi yang kita dengar maupun kita lihat, agar kita tidak kecelek, agar otak dan hati kita tetap memberikan output positif untuk proses ijtihad kita sebagai manusia sejati.

Hampir lima belas tahun Kenduri Cinta menjadi teman, menjadi sahabat bagi manusia-manusia Maiyah yang tak pernah putus asa dalam menanam kebaikan, dan Kenduri Cinta edisi bulan April 2015 ini mengangkat tema Oraisinalitas, dengan harapan bisa memberikan pengantar terhadap jalan ijtihad kita, sehingga kita bisa menemukan Yang Sejati dari semua hal, seperti Baginda Khidir AS yang bertemu Sang Abdun, layaknya Bima yang menemukan Dewa Ruci dalam luasnya samudera.