Mukadimah: MANUSIA GAGAL IDENTITAS

Mukadimah Kenduri Cinta Oktober 2015

Adalah evolusi panjang, rangkaian peristiwa-peristiwa dengan bentang-rentang tak berhingga, titik-titik, garis, bidang dan ruang dari partikel semesta menunaikan setiap takdirnya sehingga kita berjumpa pada peristiwa ini. Kita, manusia-manusia telah mengalami tak terkira adegan-adegan yang nyaris tak mungkin disekenariokan. Partikel-partikel yang sekarang menyusun tubuh kita ini, mungkin sudah lebih berusia jutaan tahun dan telah melalui kombinasi bermilyar, juta, triliun, kemungkinan yang jumlahnya tak terukur oleh akal-pikiran kita, hingga kemudian menjadi sebuah kombinasi rentetan peristiwa yang membentuk bentuk personal diri pribadi kita, seorang manusia. Kita tak mampu memilih siapa ayah-ibu kita, kita tak mampu memilih dari sel sperma dan sel telur yang mana lantas berkembang menjadi jambang bayi dari diri kita. Kita tak mampu menentukan golongan darah, jenis kelamin, garis tangan, bentuk raut wajah dan tempat kelahirannya. Kita-pun tak diberi pilihan apa nama kecil dan kebangsaannya. Personalitas kita sedemikian adanya, kita terima saja sebagai takdir.

Paska kelahiran, kita mulai menyusun pertimbangan dalam memilih tindakan berdasar naluri, akal dan pemahaman yang terbentuk dari pengalaman-pengalaman selama perjalanan hidup. Pada saat bayi, secara naluri kita hanya akan menangis ketika lapar, tanpa ada pertimbangan dan pilihan lain. Kita mulai belajar kata-kata dan menyusun kalimat yang benar untuk berkomunikasi dengan orang-orang disekitar kita. Kita mulai belajar melakuan dan memahami cara orang-orang disekeliling kita memperlakukan kita. Kita belajar berprilaku dan berpakaian menyesuaikan dengan adab-adab yang berlaku di sekeliling kita, bahwa ini boleh dilakukan itu tidak boleh dilakukan, ini patut itu tidak patut, ini sesuai dengan adab itu tidak sesuai dengan adab. Kita mulai memiliki pilihan tindakan dalam melakukan sesuatu berdasarkan pertimbangan peran, waktu dan tempat yang tepat. Seiring bertambahnya usia dan pengalaman, pertimbangan kita dalam melakukan segala sesuatu beranjak dari personalitas naluriah individu menuju pendewasaan peran sosial, dengan pertimbangan adab-adab yang berlaku di lingkungan kita.

Ada peran yang mau tidak mau harus diterima karena melekat pada personalitas pribadi, misalnya sebagai seorang anak dari orang tua. Ada peran sosial yang dapat dipilih, misalnya menjadi petani, guru, karyawan, pengusaha dan berbagai profesi lainya. Ada juga peran sosial yang diberikan oleh orang-orang disekitar kita, seperti menjadi ketua RT, RW, bupati, gubernur, termasuk menjadi presiden. Peran-peran itu menjadi identitas si pemeran. Satu individu dapat melakukan beberapa peran sekaligus, ya sebagai anggota keluarga, ya sebagai tetangga, ya sebagai warga negara, ya sebagai anak bangsa, ya sebagai anggota masyarakat dunia. Gagal ataupun sukses seseorang melakukan peran dinilai berdasarkan adab-adab yang berlaku di lingkungan masyarakatnya.

Semakin luas peran sosial seorang individu, dalam menentukan pilihan tindakan dan pertimbangannya akan semakin kompleks. Pada kondisi tertentu, perlu ada prioritas dalam pertimbangan menentukan suatu tindakan. Bahkan, suatu tindakan boleh jadi harus dilakukan meskipun tidak diterima oleh sebagian besar orang. Namun disamping itu semua, kekeliruan menggunakan pertimbangan dan kurangnya sensitifitas mengidentifikasi peran hanya akan mengulang-ulang adegan. Sekedar menyelesaikan peran dalam pertunjukan tanpa menampilkan pertunjukan yang indah.

Sebagai contoh ketika musim panen tiba, harga beras dipasar relatif turun. Bahkan pada kondisi tertentu, petani terpaksa merugi karena menurunkan harga supaya dapat bersaing dengan beras impor yang beredar dipasar. Meskipun kebanyakan orang menginginkan harga beras murah, kebijakan mematok harga jual beras perlu dilakukan oleh pemerintah untuk menyelamatkan nasib para petani, namun itu sifatnya sementara. Ketika ketersedian beras dipasar menurun dan musim tanam baru mulai, maka pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan sebaliknya, keran impor beras dibuka dan harga beras di rem. Pertunjukan ini berulang-ulang terjadi, peran pemerintah mengendalikan stabilitas harga beras di panggung pasar menjadi monoton. Disana ada masyarakat sebagai konsumen, pedagang sebagai distributor dan petani sebagai produsen. Jika pertimbangan yang digunakan adalah mekanisme pasar, pertunjukan yang di pertontonkan hanya akan berulang-ulang semacam itu. Namun, jika kemudian yang terjadi jumlah petani semakin berkurang, jumlah luas lahan pertanian semakin menyusut dan kebutuhan impor semakin meningkat, maka ada yang keliru dengan pertimbangan mekanisme pasar yang selama ini digunakan. Kiranya pertunjukan itu akan berbeda jika pertimbangan mereka dalam berperan adalah kemandirian pangan bukannya mekanisme pasar.

Pada peradaban kapitalis, kehidupan bermasyarakat sangat terpengaruh oleh materialisme, individualisme dan konsumerisme. Manusia-manusianya akan kerepotan dalam melakukan peran sebagai khalifah di muka bumi. Peran sebagai abdinya Allah digantikan menjadi peran abdinya harta, abdinya jabatan, abdinya popularitas dan abdi-abdi selain Allah. Peran individu manusia yang semestinya menjadi pendistribusi rahmat Tuhan sehingga menjadi berkah bagi setiap makhluk disekitarnya, malah tergantikan dengan nafsu kepemilikan individu untuk memenuhi hajat perutnya sendiri.

***

Sebagaimana janin jabang bayi yang sedang tumbuh dalam kandungan, orang-orang yang menyadari perlunya adab-adab yang lebih baik dalam melakukan peran-peran sosial akan saling terhubung, tumbuh membentuk janin bayi peradaban. Pertumbuhan janin peradaban tidak hanya melibatkan partikel individu-individu manusia, karena Aktor Utama pertumbuhan janin adalah bukan individu-individu itu. Campur aduk antara harapan dan kecemasan akan menyelimuti setiap individu yang menyadari kehadiran sang jabang bayi. Seperti Ibu yang sedang hamil muda, dia akan merasakan ngidam, merasakan mual dan tidak nyaman ketika menyaksikan kondisi masyarakat lingkungannya. Ketika pertimbangan utama dalam setiap perbuatan adalah supaya lebih bermanfaat bagi orang lain, kita akan merasa terasing ditengah kehidupan individualis, namun akan terasa nyaman bersama-sama dengan orang-orang yang sepaham. Godaan untuk segera melahirkan si jabang bayi peradaban akan sering muncul, kontraksi-kontraksi-sosial akan sering terjadi, tetapi kelahiran yang prematur tidaklah diharapkan.

Di tengah pusat sang Ibukota, seperti biasanya masyarakat Kenduri Cinta berkumpul untuk menghadirkan dan berbagi cinta sesama manusia. Berbagi pengalaman terkait peran-peran sosial yang selama ini sedang dilakukan. Saling merangkai makna-makna kehidupan, untuk menemukan yang benar, mencari yang baik-baik dari yang nampak buruk, melakukan segala sesuatunya dengan indah dan beradab. Pada edisi Oktober 2015, dengan judul Manusia Gagal Identitas tidak diharapkan sebagai doa bagi orang-orang Maiyah. Judul ini lebih ditujukan untuk identifikasi peran orang-orang Maiyah ditengah panggung peradaban. Salam Maiyah.