Mukadimah: BERLAKSA CAHAYA

CAHAYA adalah simbol dari sebuah keyakinan akan masa depan yang cerah. Cahaya adalah akhir penantian dari sebuah kegelapan. Mina-dz-dzulumaati ilaa-n-nuur. Kenduri Cinta adalah sebuah forum masyarakat yang menjelma menjadi simbol cahaya, khususnya bagi masyarkat Maiyah di Jakarta dan sekitarnya, di mana setiap deburan diskusi menghadirkan kehangatan, pemikiran beragam, dan kehadiran pencerahan bagi setiap individu yang terlibat di dalamnya. Banyak orang menganggap Kenduri Cinta adalah sebuah oase di Jakarta. Apakah memang Jakarta begitu gersang?

Jika kita tengok ke belakang, Kenduri Cinta lahir dari keinginan mendalam untuk menerangi kegelapan yang kerap menyelimuti masyarakat kota metropolitan. Pasca reformasi 1998, Cak Nun dengan ketekunan dan semangatnya untuk terus menemani masyarakat kecil yang terpinggirkan. Himpunan Masyarakat Sholawat yang digagas oleh Cak Nun Bersama Cak Dil menjadi embrio dari lahirnya Kenduri Cinta saat itu. Situasi gelap, abu-abu, tidak jelas pasca gagalnya Reformasi menyulut Cak Nun untuk menggelorakan sholawatan dan menemani rakyat kecil.

Diskusi-diskusi yang beragam menjadi daya tarik utama forum Kenduri Cinta ini. Dari mulai bahasan filsafat, agama, politik, budaya, hingga isu-isu sosial, Kenduri Cinta selalu menawarkan pemikiran yang berbeda dari berbagai latar belakang dan pandangan hidup. Di sinilah letak esensi keberagaman yang seolah merangkai cahaya-cahaya kecil menjadi sinar yang menyinari jalanan kota Jakarta yang sibuk dan padat. Kita pernah memiliki Marja’ Maiyah dengan beragam ilmunya; Syeikh Nursamad Kamba dengan ilmu Tasawufnya, Cak Fuad dengan Ilmu Tadabbur Al Qur`annya. Selain Cak Nun sendiri dengan multidimensi ilmunya, kita juga masih punya Yai Toto Rahardjo dengan ilmu organisasi dan aktivisnya. Juga Cak Dil dengan ilmu sosialnya yang luar biasa. Juga Mas Sabrang dengan fondasi ilmu fisika dan matematikanya yang juga hebat.

Perjalanan Kenduri Cinta semakin dewasa atas tantangan yang selalu dihadapi. Kenduri Cinta terus berproses menjawab tantangan zaman. Namun, dengan semangat yang tak pernah padam, setiap keheningan yang muncul menjadi momen refleksi untuk menyongsong masa depan yang lebih baik. Kenduri Cinta telah menjadi bagian dari hidup setiap orang yang pernah merasakan sentuhan silaturahmi dan getaran keakraban di setiap perbincangan yang bergulir. Sebagai sarana edukasi bagi masyarakat, Kenduri Cinta menjadi sumber inspirasi bagi banyak individu untuk berani mengeksplorasi wawasan dan melepas belenggu pikiran sempit. Membuka pintu cakrawala pengetahuan yang lebih luas.

Salah satu fenomena Kenduri Cinta terletak pada kegembiraan yang terwujud yang dirasakan oleh semua orang yang datang. Tidak ada batasan usia, agama, suku, atau status sosial dalam bergabung di forum ini. Semua adalah bagian dari satu keluarga besar, berbagi canda tawa dan juga menghadapi situasi yang lebih serius dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan. Kita duduk melingkar bersama, menekun berjam-jam, fokus menyimak narasumber, khusyuk saat berdoa dan bersholawat.

Cahaya Kenduri Cinta terpancar melalui nilai yang dibawa oleh Cak Nun yang sarat makna. Pesan-pesan kebijaksanaan yang dikemas dalam bahasa yang sederhana namun menggugah hati, selalu mampu menyentuh setiap individu yang hadir. Semangat kemanusiaan, toleransi, dan kepedulian menjadi pijakan utama yang diusung dalam setiap diskusi yang digelar di Kenduri Cinta ini.

Hadirnya Kenduri Cinta juga turut memberikan sumbangsih positif bagi kota Jakarta yang padat dan sibuk. Kota metropolitan yang sangat kenyal. Seolah menjadi oase di tengah-tengah hiruk-pikuk kesibukan kota besar, forum ini telah menjadi tempat singgah bagi mereka yang haus akan kedamaian, kesegaran, kebahagiaan dan juga ketenangan. Kenduri Cinta mampu menghadirkan ruang untuk introspeksi diri, menginspirasi untuk berbuat lebih baik, dan merangkul perbedaan dalam suasana yang saling menghormati. Inilah forum yang sebenarnya juga kita sulit mengklasifikasikannya. Disebut pengajian, tidak sepenuhnya juga. Disebut forum kajian ilmiah atau diskusi budaya, tidak juga. Disebut sebagai forum politik, sepertinya terlalu wah. Tetapi semua tema itu dibahas di Kenduri Cinta. Bahkan, Kenduri Cinta juga menjadi panggung bagi para seniman di Ibukota untuk mengekspresikan karyanya.

Semangat dan nilai-nilai luhur yang ditanamkan oleh Cak Nun tidak akan pernah pudar. Sebagai Jamaah Maiyah, kita semua  menyetiai nilai-nilai itu. Nilai cinta dan kearifan yang telah mengakar kuat di forum ini. Semua memahami bahwa cahaya Kenduri Cinta tidak berasal dari satu individu saja, tetapi berasal dari api kebersamaan yang terus menyala di dalam setiap jiwa yang terlibat.

Sebagai cahaya kesegaran bagi masyarakat Jakarta, Kenduri Cinta terus memberikan inspirasi dan pengetahuan. Forum ini telah membuka mata banyak orang akan realitas sosial dan politik di sekitar mereka, mengajak untuk berpikir kritis, dan bergerak menuju perubahan yang lebih baik. Kenduri Cinta adalah contoh nyata bagaimana kekuatan kata-kata dan kebersamaan dapat menyinari jalan yang kelam dan menumbuhkan optimisme di tengah tantangan kehidupan.

Dengan setiap percikan cahaya yang dilambangkan oleh Kenduri Cinta, masyarakat Jakarta belajar untuk selalu mencari kesempatan dalam kesulitan, menemukan keindahan dalam perbedaan, dan menyinari dunia dengan kebaikan. 2023 agaknya menjadi momentum yang tepat bagi Kenduri Cinta untuk melanjutkan proses kreatifitasnya.

Nilai-nilai kehidupan yang dibawa oleh Cak Nun melalui forum Kenduri Cinta ini ibarat berlaksa cahaya yang telah dipancarkan. Pendaran cahaya itu berupa ilmu, semangat hidup, kearifan, kebijaksanan dan seluruh nilai luhur kehidupan. Kita sendiri sampai tak mampu untuk mendaftari nilai-nilai apa saja yang sudah dibawa oleh Cak Nun melalui forum ini. Tantangan zaman Kenduri Cinta saat ini adalah bagaimana berakselerasi dengan kondisi peradaban saat ini untuk beradaptasi dalam menyebarkan nilai-nilai Maiyah itu sendiri.

Kenduri Cinta edisi Agustus kali ini mengangkat tema “BERLAKSA CAHAYA”, bersama Letto forum ini akan dihelat pada 12 Agustus 2023 di area Taman Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.