Mukadimah: BERLADANG MASA DEPAN DI NEGERI MAIYAH

MUKADIMAH KENDURI CINTA MEi 2016

KABAR GEMBIRA dari Rasulullah Muhammad SAW masih terus diterima oleh para pengikutnya. Islam yang dibawanya senantiasi menjadi berkah bagi siapa saja yang bersedia menyalurkan Rahmat dari Sang Pencipta bagi semesta alam. Segala daya upaya dan kecanggihan akal umat manusia hanyalah tetesan di tengah samudra ke-Maha KuasaanNya. Kita, umat manusia diciptakan beragam bangsa hidup bersama di muka bumi untuk saling mengenal dan saling menghargai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan aktifitas hidup yang bermacam-macam, dengan pengalaman perjalanan hidup yang berbeda-beda, dengan kedaulatan, kemerdekaan dan segala keterbatasan tiap-tiap individu, setiap manusia pada giliranya akan menentukan untuk mengikuti Rasulullah SAW dan mengakui keMaha Besaran Allah SWT, atau akan menentukan jalannya sendiri berdasarkan kebenaran-kebenaran yang terus dicari sepanjang pengalaman hidupnya.

Menyaksikan tumbuhnya benih-benih cinta, keadilan, kejujuran, martabat, kedaulatan dan kesejahteraan bersama yang mengakar pada kehidupan sosial masyarakat, merupakan harapan para perindu peradaban umat manusia secara benar, baik dan indah. Ditengah semak-belukar zaman yang dipenuhi persaingan, penindasan, penjajahan dan kerakusan, tumbuhnya kebersamaan yang sederhana menjadi mewah. Ditengah kebebasan berbicara, sikap jujur yang semestinya biasa saja menjadi langka dan hebat. Ditengah maraknya cara-cara instan untuk meraih berbagai tujuan kesuksesan duniawi, jamaah maiyah memilih proses panjang dalam menjaga nilai-nilainya dan tanpa lelah terus menebar benih-benih kebaikan dalam setiap aktifitas hidupnya.

Tidak ada keanggotaan resmi dalam Maiyah. Jamaah Maiyah berjuang tidak untuk eksistensi dirinya, tidak pula sekedar pengatasnamaan Maiyah. Jamaah Maiyah semampu-mampunya berusaha menyiapkan ladang bagi generasi penerus dengan bercocok tanam kebaikan. Ladang itu tidak hanya diperuntukan untuk kehidupan di dunia ini saja, namun juga di akhirat kelak. Jamaah Maiyah berdaulat atas segala keputusan hidupnya dan dipertanggungjawabkan langsung kepada Tuhannya. Mandiri dalam urusan ekonomi dan pekerjaan. Organisme Maiyah tidak menjadi parasit pada institusi maupun lembaga tempat pekerjaan sehari-harinya, justru aplikasi nilai-nilai Maiyah berguna untuk kesuburan tumbuhnya kebaikan ditempatnya berada.

Organisme Maiyah terkait satu dengan lainnya secara personal dengan pendekatan komitmen bersama. Kepercayaan untuk saling mengamankan urusan bersama menjadi prasyarat jalinan organisme Maiyah. Sesama organisme Maiyah berjalin persaudaraan yang tidak mengedepankan identitas individu seperti jabatan, gelar, maupun status sosial lainnya, melainkan sekedar kehadiran persaudaraan kemanusiaan. Dari jalinan-jalinan antar organisme Maiyah, dari inisiatif dan komitmen individu-individunya lantas lahirlah simpul-simpul Maiyah secara sporadis diberbagai wilayah secara alamiah dengan karakteristiknya masing-masing. Ketersambungan di berbagai macam bidang kehidupan terjadi akibat implementasi nilai-nilai Maiyah. Bidang pendidikan, pertanian, ekonomi, kebudayaan, politik, sosial dan berbagai bidang lainnya dapat menjadi ladang bagi organisme Maiyah. Dorongan, rayuan dan godaan dari letupan-letupan ide dan gagasan supaya Maiyah melembaga sering bermunculan, namun dengan berbagai pertimbangan, Maiyah memiliki caranya tersendiri sebagai gelombang yang terus meresonansikan nilai-nilai, ide, gagasan dan gerakannya.

Satu diantara pertimbangan yang dapat disebutkan sehingga Maiyah tidak menginstitusional adalah semangat persaudaraan kemanusiaan yang mendasarinya. Tidak dapat dipungkiri bahwa adanya institusi-institusi dan lembaga-lembaga yang mewadahi kelompok-kelompok masyarakat sering kali menjadikan anggotanya terlabeli dan membawa atribut-atribut yang kemudian menjadi pemisah antara satu kelompok dengan kelompok lainnya di dalam masyarakat. Adanya berbagai institusi dan lembaga yang saat ini ada sudah cukup membuat renggang jalinan persaudaraan kemanusiaan, Maiyah tidak menginginkan menambah daftar panjang institusi maupun lembaga semacam itu. Sedangkan diantara bangsa-bangsa di muka bumi yang sudah ada saja penjajahan, perpecahan dan supermasi atas satu bangsa terhadap bangsa lainnya masih terjadi, apalagi ditambah dengan adanya institusi dan lembaga-lembaga baru yang kemungkinan hanya akan menambah daftar pecah belah persaudaraan kemanusiaan semakin banyak terjadi.

Dalam beberapa kesempatan, Cak Nun menyampaikan bahwa salah satu hal yang merusak peradaban manusia saat ini adalah kesalahan dalam menggunakan kata yang tidak tepat sesuai dengan fungsinya. Tidak terkecuali, Islam di Indonesia juga mengalami fenomena yang serupa. Labelisasi Islam dengan berbagai jenis label yang ada membuat umat Islam di Indonesia bertengkar satu sama lain. Umat yang seharusnya bersatu dalam satu wadah bernama Islam justru membangun arena pertandingan dalam ruangan yang sama untuk unjuk diri merasa yang paling benar dan tidak ada yang mau mengalah.

Maiyah mendobrak pandangan dan paradigma sempit seperti itu sehingga di Maiyah tidak dikenal istilah labelisasi dan komersialisasi Islam. Tidak ada istilah Islam Nusantara, Islam NKRI, juga tidak ada Islam Maiyah, karena bagi Maiyah, Islam adalah Islam. Maiyah tidak melembagakan Islam sehingga tidak ada sistem ajaran yang bersifat top-down. Karena di Maiyah semua memiliki semangat yang sama untuk mencari kebenaran yang sejati bukan menampilkan kesombongan untuk merasa benar sendiri.

Maiyah berijtihad untuk meneguhkan hati sebagai ummatan wasathon, sebagai umat yang menjadi penengah, sebagai umat yang toleran, sebagai umat yang mampu memangku semua lapisan masyarakat dengan latar belakang yang sangat beragam. Kita bersama-sama belajar dari Cak Nun bagaimana beliau ikhlas menampung semua orang yang datang kepada beliau dengan segala persoalannya dan dengan beragam latar belakang kehidupannya.

Hingga hari ini Cak Nun masih belum berhenti dalam berjuang, di usianya yang bulan ini menginjak angka 63, beliau tetap setia untuk terus menerus menemani masyarakat Indonesia, membesarkan hati orang-orang yang disakiti, menumbuhkan rasa optimis dihati para pemuda-pemudi Indonesia yang merupakan aktor utama pemegang tongkat kepemimpinan Indonesia dimasa yang akan datang. Di usianya yang sudah senja ini, tidak terlihat sama sekali raut wajah yang lesu, justru dengan bertambahnya usia, raut wajah beliau begitu segar dan tidak mengenal lelah dalam menemani bangsa Indonesia. Meskipun keberadaan Cak Nun tidak diakui oleh Bangsa dan Negara Indonesia, Cak Nun bersama jamaah Maiyah di Indonesia dan penjuru dunia akan terus berjuang menebarkan benih-benih kebaikan, BERLADANG MASA DEPAN DI NEGERI MAIYAH.