Mukadimah: AUTO-HUMAN

MUHAMMAD SAW adalah puncak teladan manusia di seluruh dunia. Ia adalah manusia paripurna. Sejak belia sudah menjadi manusia terpercaya. Gelar Al Amin adalah bukti sahih yang meligitimasi status Muhammad bin Abdullah di Mekkah. Keberadaan Muhammad adalah keamanan bagi setiap orang yang ada di sekitarnya. Aman nyawanya, aman hartanya, dan juga aman martabatnya.

Salah satu peristiwa simbolik yang dialami oleh Muhammad bin Adbullah di masa muda adalah ketika Malaikat Jibril membelah dadanya untuk membersihkan segala penyakit dari dalam hatinya. Yang dibersihkan adalah isi dalam dada bukan kepala. Kita bias mentadabburinya sebagai sebuah peristiwa bahwa memang yang perlu dilatih adalah kondisi hati. Apa yang ada di kepala hanya merupakan output dari apa yang sudah diolah oleh hati.

Dua tahun terakhir ini kita semua menjalani masa pandemi dengan berbagai kondisi yang serba ulang-alik. Pada awalnya, kita semua merasa asing dengan Covid-19 ini, yang pada akhirnya secara perlahan kita membiasakan diri dengan kondisi hari ini. Banyak hal yang sebelumnya kita tidak terbiasa melakukannya, saat ini sudah menjadi hal yang lazim kita lakukan, tanpa paksaan.

Orang Maiyah adalah man of all season. Begitu kata Cak Nun dalam salah satu edisi Kenduri Cinta di Taman Ismail Marzuki. Melewati masa pandemi dua tahun terakhir ini, apa yang disampaikan oleh Cak Nun itu menjadi bukti nyata bahwa kita sebagai Orang Maiyah mampu memang adalah man of all season. Setidaknya, kita yang masih bertahan hingga hari ini sudah mencapai satu titik; survive.

Betapa tidak mudah kita melewati situasi pandemi dua tahun terakhir ini, dan memang kondisi ini belum sepenuhnya pulih. Jika kita melihat ke belakang dalam 2 tahun terakhir, betapa perjuangan kita untuk sekadar bertahan hidup benar-benar menghadapi situasi yang sulit. Berapa banyak dari kita yang harus kehilangan sanak saudara, belum lagi yang harus kehilangan mata pencaharian, sementara kebutuhan hidup harus dipenuhi. Dan saat ini kita masih diizinkan oleh Allah untuk terus hidup di dunia ini.

Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa manusia yang beriman kepada Rasulullah SAW yang hidup sesudah zaman beliau adalah manusia yang sangat beruntung, karena mereka adalah orang yang tidak pernah bertatap muka dengan Rasulullah SAW tetapi beriman kepada beliau. Ya, kita yang hidup saat ini dan beriman kepada Rasulullah SAW adalah orang yang beruntung menurut Rasulullah SAW. Kita bisa mengelaborasi makna beruntung menurut Rasulullah SAW tersebut dalam berbagai dimensi ilmu. Tetapi, mungkin juga perlu kita renungkan sebuah pertanyaan ini; jika kita hidup di zaman yang sama dengan Rasulullah SAW, apakah kita juga akan beriman kepada beliau?

Dalam surat An-Nur ayat 35, Allah swt menggambarkan kualitas manusia yang sempurna; yakaadu zaituhaa yudhii’u walaw lam tamsashu naar. Puncak dari kesempurnaan makhluk adalah seperti api yang menyala tanpa disulut.

اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ ۖ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ ۖ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ *يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ ۚ *نُورٌ عَلَىٰ نُورٍ ۗ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya) , yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Annur:35)

Pada kondisi ini pada akhirnya kita menyadari bahwa salah satu keberuntungan kita hidup pasca zaman Rasulullah SAW adalah bahwa kita memilki teladan hidup yang tak lekang oleh zaman. Bumi terus berputar, manusia lahir dan mati, teknologi akan selalu menemukan inovasi-inovasi baru, zaman akan terus berganti, tetapi Rasulullah SAW akan selalu abadi untuk menjadi teladan bagi manusia. Meskipun Rasulullah SAW tidak hidup secara fisik di era millennium ini, tapi Rasulullah SAW bukanlah manusia kuno.

Melewati masa pandemi dua tahun ini, pertanyaan yang harus kita jawab adalah; apa yang kita dapatkan dari kondisi pandemi ini? Apakah kita menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya, apakah kita belajar sesuatu yang kemudian meningkatkan derajat kita sebagai manusia, atau justru kita tidak kemana-mana? Pertanyaan besar itu yang harus kita jawab dalam diri kita masing-masing.

Sebagai Orang Maiyah, salah satu hal yang kita rindukan dalam dua tahun terakhir ini adalah suasana Maiyahan. Situasi dimana saat kita berkumpul dalam suasana yang egaliter, kita duduk melingkar dalam kesahajaan, dalam kebersamaan untuk sinau bareng.

Dalam situasi yang masih sangat terbatas, Kenduri Cinta akan kembali melingkar. Tentu masih akan ada kekurangan di sana-sini yang harus kita perbaiki bersama, bukan untuk digerutui apalagi dinyinyiri. Kenduri Cinta adalah forum kita bersama, kita semua memiliki andil yang sama dalam majelis ini.