Mengenal Kembali Inti Akar

KEMERDEKAAN DALAM bermaiyah merupakan inisiatif individu dan komitmen personal untuk memilih terlibat atau tidak terlibat di dalam aktivitas Maiyah. Batasan dan pendefinisian sekala prioritas dalam bermaiyah ditentukan oleh masing-masing individu. Namun dengan ketiadaan SOP dan keanggotaan yang resmi, bukan berarti ilmu dan nilai-nilai Maiyah yang ditaburkan oleh Cak Nun tidak dapat tubuh subur di tengah masyarakat. Justru, dengan keberagaman itu semakin menumbuhkan kedaulatan orang-orang yang berusaha menerapkan ilmu dan nilai-nilai Maiyah dalam kehidupan bermasyarakat. Kegembiraan bersedekah Maiyah menjadi wujud aplikasi yang nyata dari peran personal orang-orang yang menerapkan ilmu dan nilai-nilai Maiyah di tengah masyarakat luas.

Aktivitas Cak Nun sejak zaman Orde Baru hingga zaman ini berhubungan dengan berbagai lapisan masyarakat, baik di dalam maupun luar negeri. Seakan tidak pernah lelah, baik bersama KiaiKanjeng maupun sendiri berkeliling ke berbagai kota hingga pelosok pedesaan menemani masyarakat. Multidimensi pembahasan berbagai persoalan kehidupan sosial masyarakat bermunculan dalam setiap dialog. Tidak jarang solusi-solusi yang mendasar dan aplikatif dihasilkan untuk menjawab persoalan yang bermunculan pada setiap diskusi. Selain melalui dialog, benih-benih optimisme yang disebarkan oleh Cak Nun ke tengah masyarakat seolah tidak pernah habis melalui berbagai karya-karyanya, diantaranya melalui buku, esai, cerpen, puisi, album musik bersama KiaiKanjeng, gelaran teater, maupun karya-karya Cak Nun yang lainnya.

Orang-orang yang berusaha mendefinisikan seorang Cak Nun akan kerepotan, apakah perannya sebagai Kiyai, Ustadz, Intelektual, Praktisi, Akademisi, Politisi ataukah Seniman? Dalam berkebudayaan orientasi-nya justru mengenai Tauihid, sedangkan dalam memaknai ibadah seringkali malahan mengaitkan dengan urusan ekonomi, teknologi, bahkan politik dan peradaban global. Untuk menyelami kedalaman atau mengarungi cakrawala pemikiran Cak Nun sepertinya tidak cukup waktu bagi siapa saja orang yang berusaha menginginkannya. Ilmu-ilmu akademis-nya tidaklah teoritis-fakultatif namun aplikatif-universal. Sebagai Intelektual Cak Nun tidak lantas hanya bermain-main pada wilayah wacana-pemikiran, Cak Nun terjun langsung membaur bersama masyarakat sebagai praktisi yang aktif.

Resonansi Ilmu yang bertebaran di tengah masyarakat mempertemukan dan membentuk jalinan pertemanan dan kebersamaan para ‘penggemar’ karya-karya Cak Nun. Seiring itu formulasi ilmu dan nilai-nilai Maiyah semakin tumbuh di tengah masyarakat. Ilmu dan nilai-nilai Maiyah tidak sekedar menjadi wacana-teori namun lebih berupa aplikasi-praktek dalam aktivitas keseharian. Pertemuan-pertemuan dan persinggungan setiap orang yang berusaha menerapkan ilmu dan nilai-nilai Maiyah dengan sendirinya akan menumbuhkan jalinan personal secara alami. Semenjak pengajian Padangmbulan Jombang yang diselenggarakan rutin setiap malam bulan purnama, dari sebelum Maiyah diperkenalkan, hingga sekarang lingkaran-lingkaran dan simpul-simpul Maiyah bermunculan secara sporadis di berbagai wilayah nusantara hingga Mancanegara. Pada proses itu yang berlangsung adalah jalinan personal yang sedang membentuk lingkar-lingkaran dan simpul-simpul. Lingkar dan simpul ini menjadi ruang temu bagi orang-orang yang kemudian mengidentifikasi diri sebagai orang-orang Maiyah atau sering disebut sebagai Jamaah Maiyah.