Mengapa Tadabur? Mengapa Esai?

TADABBUR adalah sebuah metode Ekstraksi nilai yang accessible bagi semua kalangan, tadabbur tidak memiliki syarat dan ketentuan, selain accessible ia juga sangat aplikatif bagi pelakunya.

Kita mungkin pernah mendengar ataupun membaca sebuah kalimat mutiara yang berbunyi “Tirulah Ilmu Padi, Semakin berisi semakin merunduk“, kalimat mutiara tersebut adalah salah satu contoh tadabur. Bila anda seorang Ahli Botani atau Ahli Tanaman maka ketika anda melihat padi Anda tentunya akan menyampaikan bahwa nama latin padi adalah “Oryza Sativa” ia dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu padi lahan kering dan padi lahan basah, dan seterusnya dan sebagainya. Kemudian dengan keahlian Anda sebagai seorang ahli botani maka tentunya anda bisa merunut syarat dan ketentuan bagaimana tanaman padi bisa tumbuh dengan baik serta Anda juga bisa menyusun tindakan antisipatif apabila ada sesuatu yang mengancam pertumbuhan padi.

Bila Anda seorang Petani, yang mungkin tidak memiliki keahlian ilmiah teoritis akademis sebagaimana seorang ahli botani, pandangan anda pada padi mungkin sangat sederhana sebatas pada “Padi adalah sumber penghidupan” maka dari itu Anda akan berada pada kesungguhan hati menanam dan merawat padi dalam pengharapan dan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa.

Kemudian bila Anda adalah seorang Filusuf mungkin ketika Anda melihat padi Anda mungkin akan berkata “ Inilah Ilmu Padi, ia semakin merunduk ketika semakin berisi, seolah ia meminta dan menuntut diri untuk kembali kedalam tanah, kembali menjadi benih dan memulai ulang aliran kehidupan”.

Timbul sebuah pertanyaan, mana yang benar dari ketiga tadabbur diatas…?

Sayangnya tidak demikian cara kerja Tadabur, dalam tadabur tidak ada benar dan salah. Kehidupan ini sedemikian besar dan kompleks, sehingga karena ia besar dan kompleks maka ia tidak bisa dibekukan dalam satu statment atau hipotesa tunggal, tadabur bekerja dengan sangat proporsional dan aplikatif, Sang Ahli Botani ketika melihat padi akan menghasilkan langkah-langkah rasional, Sang Petani akan bekerja dalam kesungguhan hati dalam pengharapan dan rasa syukur, Sang filusuf tercerahkan dengan sikap rendah hati dan kesetiaan hidup padi. Ketiganya tidak ada yang bisa disalahkan dan justru ketiganya menawarkan kelengkapan.

Apabila Film adalah sebuah Buku, maka Esai adalah sebuah Potret. Esai sebagaimana Potret menawarkan sebuah kerja imajinatif, sebab ketika anda melihat sebuah potret, imaji anda akan bekerja, menafsir kejadian sebelum dan sesudah moment pemotretan.

Ada kaidah dasar dalam Pemotretan atau Fotografi yakni “Melukis dengan Cahaya”. Anda tentunya pernah melakukan Selfie atau Groufie, dan ketika melakukan sebuah Selfie atau Groufie ada hal-hal yang tentunya juga anda siapkan sebelum akhirnya Anda memutuskan momentum paling tepat untuk menangkap gambar. Dan bila anda seorang fotografer liputan maka gambar yang anda tangkap adalah peristiwa, dan menangkap peristiwa dalam sebuah gambar selain membutuhkan kemampuan fotografi yang handal maka Anda juga perlu melengkapi diri kengan kemampuan nalar simulasi kemungkinan dari suatu kejadian. Sehingga Anda bisa memperbesar kemungkinan menangkap gambar yang monumental dari sebuah peristiwa dan kadang kala gambar tangkapan yang monumental dari sebuah liputan peristiwa berasal dari keberuntungan.

Sekarang kita kembali ke Esai, sebagaimana sebuah potret Esai juga demikian, akan tetapi yang ditangkap dalam esai adalah gambaran dari sebuah peristiwa sosial yang terjadi ditengah masyarakat. Ketika peristiwa sosial ditangkap dalam sebuah Esai maka tawaran kerja imajinatif tentang bagaimana peristiwa sosial itu bisa terjadi dan bagaimana kesudahanya apabila ceteris paribus, sehingga sebuah Esai kemudian menawarkan kewaspadaan dan antisipasi.

Kewaspadaan dan antisipasi itupun bergantung pada Dua hal, yang kedua adalah efek peristiwa sosial yang ditangkap dalam Esai yang anda baca kepada diri Anda secara Pribadi, dan yang pertamaadalah kapasitas nalar akal sehat atau Kesadaran.

Pada akhirnya acara Tadabbur Esai ini kami harapkan bisa menjadi sebuah Ruang “Sinau”.

Anasir redaksi :

Sinau ialah peristiwa pembelajaran bersama yang sangat manusiawi dan demokratis, di mana pada prosesnya semua yang terlibat berada dalam kesadaran untuk saling menerima, saling mengerti dan memahami serta saling menghormati tanpa ada sedikitpun paksaan untuk menyetujui, juga tanpa menghakimi, semangat sinau sendiri ialah untuk mencari apa yang benar, bukan siapa yang benar.