By Amien Subhan

Gelombang Cinta dan Kegembiraan dalam Silaturahmi

SEJAK tahun 2000, Kenduri Cinta hadir di tengah masyarakat Ibukota. Hampir rutin setiap Jumat malam pekan kedua tiap bulannya. Terselenggara di Taman Ismail Marzuki sebagai forum terbuka. Forum berlangsung sejak malam hari hingga menjelang subuh, menjadi oase yang bisa menampung siapa saja. Forum tempat berkumpul orang-orang dari berbagai latar belakang. Tidak lain untuk saling menggembirakan,…

Limang Taun Juguran

Di tengah masyarakat pedesaan yang mulai kehilangan karakter desanya, karakter masyarakat kota yang cenderung menuntut ketimbang memberi sudah terkontaminasi dan susah untuk dihindari. Gaya hidup individualis semakin marak dan mengikis budaya hidup srawung bebrayan urip. Kenyataan ini-pun terjadi di wilayah Karsidenan Banyumas tempat dimana Forum Maiyah Juguran Syafat lahir lima tahun lalu. Di saat kultur budaya Cablaka khas Wong Banyumas sudah mulai memudar, otomatis dengan adanya Juguran Syafaat budaya Cablaka dapat terpelihara dengan cara-cara juguran ini.

Jalan Sunyi Menturo-Bojonegoro

Kegembiraan dan kemeriahan Padhangmbulan tidak hanya dirasakan oleh jamaah yang hadir. Rangkaian sajian dari adik-adik dan ibu-ibu yang memainkan terbangan dan shalawatan pada awal acara, personel Letto dan KiaiKanjeng yang berkolaborasi, serta Cak Nun dan Cak Fuad beserta para narasumber yang berada diatas panggung menyuguhkan kegembiraan dan suasan khidmat hingga akhir acara. Peristiwa percintaan yang sepertinya berat untuk ditinggalkan oleh ribuan jamaah yang hadir di Padhangmbulan malam hingga pagi tadi. Kerinduan pun tiba-tiba menyerbu, padahal baru sesaat berpisah sementara waktu usai bertemu.

Pemimpin, Pemerintah, dan Pengusaha

“Wahai Bagaspati, tak perlu engkau begitu menghamba padaku. Kalau bukan karena Prabu Salya melepas Candabirawa, sebenarnya aku sungkan untuk mengganggu istirahatmu.” Senyum Yudistira sangat menentramkan meski ditengah perang. Bagi Bagaspati yang sedang bersimpuh dihadapan tuannya, langsung mengerti apa yang sedang dibutuhkan oleh pemimpin yang dicintai meski tanpa diminta. “Mohon diri Pepundenku” Bagaspati langsung beranjak untuk menghampiri Prabu Salya yang masih berdiri tegap di kejauhan. Seperti sebuah magnet yang digerakan di tebaran pasir bijih besi, Bagaspati diserbu oleh ratusan ribu Candabirawa dari berbagai penjuru Kurusetra. Bukan dalam rangka penyerangan, namun lebih seperti anak-anak ayam yang berlarian karena dipanggil induknya. Ya, Candabirawa tidak lain adalah anak-anak keturunan dari Bagaspati dari sebuah kejadian proses regenerasi cara-cara siluman yang ganjil.