Gelombang Cinta dan Kegembiraan dalam Silaturahmi

SEJAK tahun 2000, Kenduri Cinta hadir di tengah masyarakat Ibukota. Hampir rutin setiap Jumat malam pekan kedua tiap bulannya. Terselenggara di Taman Ismail Marzuki sebagai forum terbuka. Forum berlangsung sejak malam hari hingga menjelang subuh, menjadi oase yang bisa menampung siapa saja. Forum tempat berkumpul orang-orang dari berbagai latar belakang. Tidak lain untuk saling menggembirakan, saling menguatkan. Forum yang memelihara silaturahmi. Namun sejak adanya Pandemi, forum ini belum bisa rutin lagi diselenggarakan di sana.

Setahun sudah, pertemuan untuk mengobati kerinduan akhirnya diadakan, dengan sangat sederhana dan juga menerapkan protokol kesehatan tentunya. Pada kondisi seperti ini, kita semua saling menjaga satu sama lain, saling mengamankan satu sama lain, meskipun sebenarnya hal itu sudah kita latih sejak lama di Maiyah.

Sabtu, 6 Maret 2021 acara dihelat. Dengan mengangkat tema “Sambung Sinambung Silaturahmi Patriot Sakinah” bertempat di Ruang Pertemuan SMK 27, Pasar Baru, Jakarta Pusat. Penggiat Maiyah Kenduri Cinta mencoba format forum bulanan yang baru. Dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. Tidak diselenggarakan pada malam hari seperti sebelumnya saat keadaan normal, melainkan dimulai pukul 09:00 pagi hari hingga selesai sekitar jam 14.00 WIB. Berbeda memang, tetapi dengan berbagai pertimbangan perubahan diperlukan.

Pada kesempatan itu, kehadiran Cak Nun menjadi sebuah kejutan yang menggembirakan. Bagi yang hadir, kerinduan yang selama setahun tertunda terbayar di pertemuan ini. Sebaliknya banyak Jamaah yang tahu kehadiran beliau setelah acara selesai merasa menyesal, karena tidak menyangka dan enggan untuk menghadiri forum karena masih sangsi pada keabsahan publikasi. Padahal, publikasi resmi sudah ditayangkan di kanal-kanal resmi milik Kenduri Cinta. Sudah official pun masih dipertanyakan…

Nah, dari contoh kecil ini saja ada hal yang semestinya kita pertanyakan kembali ke dalam diri kita. Bukankah kita sudah sangat percaya dengan Maiyah? Khususnya jamaah Maiyah di Jakarta, tentu akan sangat mempercayai informasi yang dipublikasi oleh Kenduri Cinta. Namun ternyata, ada saja yang mempertanyakan keabsahan informasi itu di media sosial Kenduri Cinta. Jangan-jangan kita memang kurang silaturahmi?

Terkadang, forum Reboan yang diselenggarakan di Teras Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki pun masih ada saja pertanyaan-pertanyaan yang muncul; apakah terbuka untuk umum? Padahal forum Reboan sudah terselenggara sejak lama, bahkan jumlah terselenggaranya forum Reboan lebih banyak dari forum Kenduri Cinta itu sendiri. Maka teman-teman penggiat Kenduri Cinta pun memiliki pijakan bahwa Forum Kenduri Cinta bulanan adalah forum Reboan yang diperbesar skalanya.

Perlu dicatat bahwa penggiat pun terkejut, karena rencana kedatangan Cak Nun di forum ini tidak diketahui oleh penggiat, bahkan ketika acara sudah mulai sama sekali tidak ada informasi mengenai kedatangan Cak Nun di Jakarta. Tentu penggiat Kenduri Cinta sangat mafhum, dengan kondisi dan situasi pandemi ini, pertimbangan kesehatan adalah yang paling utama. Maka, untuk membayangkan Cak Nun hadir di acara ini saja menjadi sesuatu hal yang mustahil.

Saat situasi normal, Cak Nun ketika datang ke Jakarta menggunakan moda transportasi udara. Meskipun bersinggungan dengan banyak orang ketika di bandara maupun di pesawat, tentu tidak membahayakan. Namun, hal itu menjadi sebuah hal yang harus dipertimbangkan ulang saat ini. Satu-satunya transportasi yang aman untuk digunakan adalah transportasi darat dengan kendaraan pribadi. Sudah pasti resiko menempuh perjalanan jauh dan durasi perjalanan yang tidak sebentar. 16 jam perjalanan Jogja-Jakarta ditempuh pulang-pergi dalam kurun waktu 24 jam.

Dari Jogja melalui perjalanan darat, Cak Nun menggunakan kendaraan roda 4. Lalu apa, kalau bukan karena beliau kangen dan mencintai “anak-anak”-nya yang ada di ibukota? 8 jam perjalanan, Jogja-Jakarta. 4 jam acara. Selanjutnya beliau langsung kembali perjalanan darat, 8 jam Jakarta-Jogja. Akan sangat menyesakkan dada jika kita yang begitu dicintainya menganggap ini adalah sesuatu yang biasa-biasa saja. “Hanya” 4 jam saja beliau menuntaskan rasa kangen bertemu teman-teman Jamaah Maiyah Kenduri Cinta.

Meskipun kita semua memahami, Cak Nun tidak akan memperhitungkan itu semua, namun kita sebagai Jamaah Maiyah tentu saja sewajarnya memperhatikan sampai hal-hal detail itu. Cak Nun juga mempunyai istri dan anak yang harus dijaga seperti halnya kebanyakan dari kita saat ini. Keluar rumah, apalagi keluar kota, ancaman terkena virus tentu saja tetap ada. Namun, demi Silaturahmi ini, Cak Nun bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk nyambangi “anak-anak”-nya yang rewel di Jakarta ini.

Tidak sekadar setahun dua tahun, puluhan tahun sudah beliau memperjuangkan silaturahmi. Dari pelosok kampung-kampung hingga  ke berbagai pusat-pusat kota di berbagai penjuru dunia. Di tengah masyarakat yang dipenuhi perpecahan, beliau justru senantiasa merajut silaturahmi. Termasuk di masa pandemi saat ini, dimana setiap orang dipaksa untuk jaga jarak dan menyembunyikan senyum di balik masker.

Pada kesempatan ini, Cak Nun mengajak jamaah untuk meninjau ulang kembali, bahwa jangan-jangan selama ini kita tidak serius memelihara silaturahmi. Cak Nun mengambil satu sudut pandang dari pandemi ini, bahwa yang sangat terasa adalah hilangnya atmosfer silaturahmi yang mengakrabkan satu sama lain. Mungkin saat ini kita dibantu dengan adanya teknologi internet, sehingga kita tetap bisa tersambung dengan kawan sejawat, handai taulan, sanak saudara di seluruh penjuru Negeri. Tetapi, harus diakui, ada atmosfer tatap muka secara langsung yang tidak bisa digantikan oleh silaturahmi digital.

Kepada Jamaah, Cak Nun menanyakan siapa yang mempunyai ide Silaturahmi? Tentu saja Allah. Kalau secara umum Silaturahmi dipahami sebagai menjaga hubungan baik atar sesama manusia saja. Namun secara khusus,  Cak Nun menerangkan cara berfikir Maiyah mengenai Silaturahmi. Dalam Maiyah, gagasan Silaturahmi adalah ciptaan dari Allah. Memang secara fisik yang nampak pelakunya adalah manusia-manusia. Tetapi gagasan, ide, hingga infrastruktur dari Silaturahmi adalah dari Allah. Pun silaturahmi itu tidak hanya terbatas antar manusia. Silaturahmi juga mengenai hubungan baik manusia dengan alam dan hubungan baik manusia dengan makhluk-makhluk lainnya.

Cara berfikir Maiyah adalah segala ciptaan Allah selalu lebih baik ketimbang yang dibuat manusia. Manusia bisa berbicara apa saja dengan berbagai bahasa, namun manusia tidak bisa menciptakan mulut. Manusia bisa memfitnah, tetapi manusia tidak bisa membuat alat-alat untuk memfitnah. Manusia bisa saja membuat nasi yang enak. Tetapi bulir padi, Allah yang menciptakan. Termasuk ide mengenai khilafah, tentu itu lebih baik ketimbang demokrasi yang buatan manusia. Namun karena tidak pahamnya manusia modern, malah anti khilafah.

Sebentar. Khilafah yang dibahas oleh Cak Nun bukanlah Khilafah yang diperdebatkan beberapa waktu yang lalu dan mungkin sampai hari ini oleh segelintir pihak. Khilafah dalam Maiyah bukan hanya sebatas sistem politik atau sistem pemerintahan saja. Khilafah adalah sebuah pedoman dari Allah yang salah satu landasannya adalah ud’u ila sabili robbika bil hikmah, bukan yang ud’u ila sabili robbika bil haq saja,  bukan pula yang sebatas ud’u ila sabili robbika bil syariati, tetapi harus ud’u ila sabili robbika bil hikmah. Artinya segala sesuatunya harus diproses dengan kebijaksanaan.

Namun demikian, satu hal yang memang mungkin saat ini harus kita bangun ulang adalah Silaturahmi. Selama ini kita masih mengalami perpecahan demi perpecahan, akibat tidak seriusnya kita menjalin silaturahmi. Dalam hal apapun saja, hampir di setiap lini kehidupan kita, selalu ada intrik. Seolah-olah ada penyakit akut yang sulit disembuhkan. Sehingga atmosfer yang selalu muncul adalah atmosfer kebencian, kedengkian, ketidaksukaan.

Inilah pekerjaan berat kita saat ini, selain tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan, membangun kembali tali silaturahmi yang selama ini terpecah belah, agar kembali berdiri tegak dan saling tersambung dalam satu harmoni. Toh pada akhirnya, ujung akhir dari Silaturahmi ini sampainya kepada Allah jua.