Amnesia Ahsani Taqwiim

SEBENARNYA SETIAP manusia diciptakan lebih sempurna ketimbang malaikat, namun karena manusia tidak mampu mengendalikan dirinya sehingga dia dapat jauh lebih rendah derajatnya dari pada hewan sekalipun. Manusia, anak keturunan Adam AS yang semestinya menjadi khalifah di muka bumi justru terjerembab kemanusiaannya karena terjebak di dalam kubangan nafsu duniawinya. Pelampiasan keinginan yang tidak berimbang dengan kemampuan pengendalian-diri akan berakibat buruk tidak hanya pada dirinya namun juga berpengaruh buruk terhadap sekitarnya. Tidak jarang orang menjadi tega untuk menyakiti bahkan membunuh orang lain termasuk saudaranya sendiri dikarenakan pelampiasan keinginan. Mungkin karena perihal ini yang menjadi pembenaran bagi Iblis untuk tidak bersedia bersujud kepada Adam AS.

Kita umat manusia yang hidup di zaman modern, terkondisikan sedemikian rupa sehingga dalam setiap aktifitas sehari-hari hanya dipenuhi dengan pelampiasan demi pelampiasan. Batasan-batasan individu tidak berusaha dipahami apalagi digunakan sebagai  sendi pengendalian diri dalam melakukan setiap keputusan perbuatan. Orientasi setiap individu dalam kehidupan modern adalah materi untuk memenuhi kebutuhan, kemauan dan keinginan yang sebenarnya terkendali oleh kekuatan dari luar dirinya. Kekuatan dari luar individu itu adalah media massa dan tatanan sosial masyarakat modern yang  dikuasai oleh kekuatan-kekuatan kapitalis (lokal dan global).

Menggunakan ilusi pasar bebas, para kapitalis-global menjanjikan kemakmuran dan kemewahan yang semu kepada masyarakat dunia. Kebebasan demokrasi dipaksakan sehingga setiap individu bebas mengekspresikan diri dan terbebas dari konstitusi yang menjadi payung kehidupan bermasyarakat yang merdeka. Alih-alih kebebasan itu dapat mewujudkan kemerdekaan, justru yang terjadi kedaulatan-individu sedang terpenjara dalam kondisi masyarakat yang dipenuhi pelampiasan-pelampiasan.

Pada masyarakat modern kemakmuran ekonomi tidaklah dilandasi keadilan, tetapi didasarkan atas kepentingan para pemilik modal. Pembangunan dan penataan kota-kota yang mengandalkan investor asing, otomatis akan cenderung untuk kepentingan para investor ketimbang warga lokal. Padahal kemakmuran semacam itu hanyalah fatamorgana yang mengaburkan gejolak politik dan konflik sosial yang sewaktu-waktu dapat terjadi.  Situasi politik dan krisis keamanan yang saat ini terjadi di Turki dapat menjadi gambaran atas kondisi sebuah masyarakat yang makmur namun tidak berdasarkan keadilan. Demokratisasi yang sudah sekian lama berlangsung di Turki dan pencapaian kemakmuran rakyat yang berada diatas level Indonesia, ternyata tidaklah serta-merta dapat menjadikan negara itu mampu berdaulat ketika investor-asing berulah nakal.

Pada kondisi masyarakat modern yang demikian bebas, eksistensi organisasi-masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, partai politik, bahkan institusi dan lembaga negara sekalipun akan kerepotan untuk meneggakkan kedaulatannya di tengah masyarakat modern. Kedaulatan masyarakat tergadai oleh kekuatan modal -asing yang kemudian dapat dengan mudah mengontrol aktor-aktornya yang berada pada kendali mereka. Aktor-aktor dari investor-asing  disiapkan dan diletakan pada posisi elite di eksekutif, legislatif, yudikatif bahkan militer dalam sebuah negara. Aktor-aktor ini akan berusaha melanggengkan kepentingan Tuan Investornya.

Gema kebebasan informasi dan kebebasan berekspresi disampaikan kepada masyarakat modern. Padahal dibalik itu, opini masyarakat sedang dipermainkan menggunakan alat media massa oleh para kapitalis penanam modal. Oleh masyarakat modern, kemerdekaan serigkali disamakan dengan kebebasan. Padah itu dua hal yang berbeda.

Maiyah mendefinisikan kemerdekaan bukan sekedar kebebasan. Kemerdekaan diartikan sebagai pemahaman terhadap batasan-batasan. Kemerdekaan orang-orang Maiyah justru diperoleh manakala batasan-batasan pada masing-masing individu dapat didefinisikan. Selanjutnya dalam beraktivitas, orang-orang Maiyah akan berusaha istiqomah dalam menjaga batasan-batasan itu. Kemampuan pengendalian diri untuk senantiasa setia terhadap batasan ini yang kemudian menjadikannya layak bagi seseorang untuk menyandang ahsani taqwiim sebagaimana yang telah Allah SWT Ciptakan.