Mukadimah: RIYAYA RIYA RIYADHAH

MAIYAH AMBENGAN JULI 2016
MUKADIMAH MAIYAH DUSUN AMBENGAN JULI 2016

RIYAYA SUDAH BERAKHIR. Desa kemudian berjalan seperti biasa. Pedagang mulai beraktifitas seperti semula. Petani sudah turun ke ladang kembali. Beberapa warga yang punya ternak mulai mencari pakan tanpa beban akibat desakan silaturahmi atau menerima tamu di rumahnya. Berakhirnya riyaya atau lebaran, seolah kembali menghentikan aktivitas silaturahim dari rumah ke rumah.

Lebaran, bagi warga di perkampungan, benar-benar perayaan kemenangan atas apa pun. Puncak sebuah pesta masyarakat. Kegembiraan dan letupan bahagia yang sangat gamblang, terbuka bahkan cenderung dipamerkan semua orang desa. Hanya setahun sekali. Yakni, ketika tiba 1 Syawal atau tepat pada Hari Raya Idul Fitri.

Idul Fitri adalah riyaya, kemerdekaan atas luapan suka cita semua warga desa. Dari anak-anak sampai yang sudah sepuh. Sedikit candaan di gardu-gardu desa, pengakuan dari para perantau yang pulang kampung. Mereka mulai sadar, keanehan prosesi mudik namun tak bisa jika tidak pulang kampung. Sebab, setahun sekali menyambangi keluarga dan melongok tanah kelahiran. Mencecap kembali suasana desa setelah beraktivitas di tengah hiruk pikuk perkotaan.

“Kita ini aneh, bikin dosanya di kota, tapi maaf-maafannya di desa.”

Ungkapan semacam itu menjadi bahan tertawaan meski bagian dari kesadaran atas diri warga desa yang penuh kesederhanaan.

Perayaan hari kemenangan Idul Fitri di desa, riyaya yang beraroma pakaian baru, liburan, rumah-rumah yang punya banyak makanan, oleh sebagian orang disebut ajang pamer, bentuk lain dari riya. Semacam kesombongan yang dipermaklumkan. Meski pada kaidah agama dijelaskan, sombong, suka pamer, riya dan sejenisnya adalah sifat dan sikap terlarang. Bukan hanya dibenci Allah, tetapi juga dibenci oleh manusia lain. Bahkan oleh saudara sendiri. Seberapa dampak riya atas proses riyaya kita? Bagaimana orang-orang desa memaknai lebaran? Jika ada barometer untuk mengukur kadar riya itu, bagaimana cara mencegahnya?

Beberapa pertanyaan itulah yang menjadi landasan majelis Maiyah Dusun Ambengan pada 23 Juli mendatang. Selain mengudar pemahaman riya dan riyaya, Maiyah Dusun Ambengan juga menggelar semacam jalinan silaturahim bagi semua jamaah yang mungkin karena rumahnya berjauhan, belum sempat salam-salaman sebagaimana lazimnya perayaan Idul Fitri di desa.

Setelah memahami makna riyaya, bergembira dengan berbagai jenis perayaan dan tahu batas-batas agar tak terjebak pada riya. Mampukah momentum Idul Fitri 1437 Hijriyah itu kita jadikan semacam olahraga diri untuk semakin kokoh, kuat dan paripurna sebagai manusia yang berposisi sebagai khalifah sekaligus hamba Allah?

Riyadhah, secara bahasa memang dapat diartikan sebagai olahraga. Namun secara etimologi, riyadhah adalah latihan penyempurnaan diri yang dilakukan secara terus menerus. Menyempurnakan sebagai hamba sekaligus mengambil peran khalifah fil ardh. Sehingga, aturan agama yang berlaku dalam menjalankan peran itu hanya ada satu cara. Yakni, dzikir atau selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tuhan seru sekalian alam. Sebab, dengan semakin dekat pada Yang Serba Maha itulah, berbagai keterbatasan makhluk bisa ditempatkan sesuai kapasitasnya. Berada pada posisi yang semestinya. Hamba sekaligus mengemban tugas kepemimpinan.

Pada kaidah riyadhah, disebut harus selalu disertai mujahadah. Yakni, berjuang untuk sungguh-sungguh. Tidak sekadar menuruti kehendak hawa nafsu. Termasuk menahan nafsu kesenangan. Mujahadah adalah semacam hidayah. Getar-getar ruhani yang diberikan Allah kepada manusia untuk terus berjuang melawan musuh yang berusaha menanggalkan kemanusiannya.

Beberapa ayat Al Quran yang sering dijadikan dasar mujahadah dan riyadhah antara lain; “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.”

Selain ayat dalam surat Al Maidah itu, ayat 69 dalam surat Al Ankabut: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”

Mujahadah adalah bentuk lain dari kewajiban seorang hamba untuk selalu mendekatkan diri pada Tuhan secara sungguh-sungguh, serius dan terus menerus. Seberapa mampu kita menjadikan pelajaran Idul Fitri yang baru kita rayakan sebagai awal riyadhah?

Mari melingkar di Maiyah Dusun Ambengan, Sabtu malam, 23 Juli 2016 di Rumah Hati Dusun 4 Desa Margototo, Metro Kibang, Lampung Timur. Taqoballalohu minna waminkum. Minal aidzin walfaidzin.