50:50 Dunia, 100% Akhirat

INTEGRITAS TIDAK HANYA menyangkut profesi-pekerjaan, jabatan atau peran-per-peran individu di tengah kehidupan sosialnya. Identitas-identitas yang melekat pada seorang individu merupakan bagian integral dari kehidupan yang utuh dari individu tersebut. Sebagai anak dari orangtuanya, sebagai suami atau istri, sebagai orangtua dari anak-cucu-cicit-nya, sebagai saudara-teman-sahabat, sebagai tetangga, sebagai anggota masyarakat, warga negara, generasi penerus bangsa, sebagai penganut agamanya, hamba dari Allah SWT Tuhannya, pengikut Rasulullah SAW dan bagian dari ummat manusia. Integritas personal tidak dapat di-persentase secara matematis, misalnya urusan pekerjaan 50%, urusan keluarga 30%, urusan dakwah 20%. Integritas tidak dapat diukur demikian, namun integritas mesti utuh bulat. 100% urusan pekerjaan, 100% urusan keluarga 100% urusan dakwah dan 100%, 100%, 100% untuk setiap urusan yang melekat pada dirinya. Karena urusan dunia tidak bisa dipisahkan dari urusan akhirat. Dikotomi antara dunia dan akhirat justru hanya akan melahirkan kekufuran terhadap nikmat Allah SWT.

Integritas akan mengalami ujian pembuktian-nya setiap waktu sepanjang kehidupan pada setiap permasalahan atau persoalan yang dihadapi. Semakin berkembangnya kompleksitas urusan kehidupan sosial ummat manusia sejak Nabi Adam AS hingga zaman kita sekarang, berakibat semakin beratnya mewujudkan Integritas personal. Semakin banyaknya identitas-identitas sosial yang melekat pada seseorang memperbesar potensi parsial-parsialnya personalitas. Ditengah kegaduhan kehidupan modern, jangankan untuk mengenal diri pribadinya,  sekedar memahami apa yang sedang dikerjakannyapun sering kali kerepotan. Antara akal, pikiran, hati, ucapan dan perbuatan sering kali tidak sambung, sehingga yang nampak adalah kegagapan. Cara dan tujuan yang bertolak belakang penuh dengan kontradiksi, semakin menjauhkan diri untuk menjadi pribadi yang integral.

Momok kehidupan profesional menuntut efektivitas pekerjaan, memaksa setiap pekerja-profesional untuk mengedepankan urusan pekerjaan ketimbang urusan pribadinya. Ini akan terus menghantui selama individu tersebut masih men-dikotomi personalitas-nya menjadi identitas-identitas yang tidak integral pada dirinya. Dampaknya adalah ketidak seimbangan dalam kehidupan pribadi, bahkan jika berlangsung-larut justru dapat mengurangi efektivtas dari pekerjaan yang dilakoninya. Alasan tuntutan pekerjaan mejadikan antara fakta pekerjaan dan laporan pekerjaan berbeda demi citra pekerjaan.

Ide dasar kehidupan modern diantaranya efisiensi resource, dengan memisahkan urusan pribadi dari urusan pekerjaan. Tujuannya meningkatkan kinerja secara profesional dengan cara tidak menjadikan remeh-temeh urusan personal sebagai kendala pekerjaan. Menggunakan rumusan kehidupan modern, representasi gagal-sukses-nya pekerjaan yang dilihat melekat pada kinerja seseorang dan tidak melibatkan urusan pribadi si pekerja. Kinerja disini-pun bukan mengenai ‘cara’ namun lebih menitikkan pada ‘hasil’. Begitu pula dengan cara modern memandang jabatan publik yang tidak menjadikan personalitas sebagai faktor utama, namun hanya berorientasi pada kinerja selama menjalankan tugas jabatannya saja. Software berupa program modernisasi semacam itu, ternyata belum kompatibel untuk merubah mind set seluruh masyarakat Indonesia. Dengan kondisi semacam ini, ada semacam tiang pancang yang masih tegak membumi tak goyah oleh banjir modernisasi zaman. Ditengah arus globalisasi yang menenggelamkan berbagai macam organisasi di muka bumi, masih ada orang-orang yang memegang idealisme, prinsip hidup nasionalisme, dan ideologi kebangsaan-nya. Dilihat dari kaca mata negatif, mereka akan nampak menjadi batu sandungan. Sebaliknya dilihat dari kacamata positif, mereka semacam akar pohon yang menjuntai, sebagai jangkar untuk menahan organisasi supaya tidak hanyut oleh arus globalisasi.

Tujuan dibangunnya negara adalah untuk mencapai cita-cita bersama sebagai sebuah bangsa yang tertuang dalam undang-undang dasar negara. Lembaga-lembaga negara, lembaga-lembaga pemerintahan, perusahaan-perusahaan negara atau-pun swasta, partai-partai politik, dan organisasi-organisasi masyarakat yang berada dalam teritorial wilayah negara semestinya merupakan turunan dari fungsi negara. Turunan fungsi yang bersifat sektoral ini sudah semestinya bergerak dengan didasari oleh dasar negara. Meski berada pada bidang-bidang sektoral tersebut, para pelaku yang menjalankan tugas dan pekerjaannya harus tetap menjaga integritas sebagai sebuah bangsa. Integrasi peran antar organisasi dalam berbagai hal mutlak diperlukan dalam rangka mewujudkan cita-cita bersama sebagai sebuah bangsa. Jabatan-jabatan strategis pada lembaga negara atau-pun pemerintahan baik yang bersifat periodik maupun yang meruntut jenjang karier sudah semestinya saling menjaga integritas sebagai anak bangsa dan warga negara. Konflik antar lembaga maupun organisasi dan rebutan jabatan dengan cara tidak sportif semestinya bukan suatu yang layak diusahakan.

Namun zaman berubah, tembok perbatasan negara semakin tak berdaya menahan arus globalisasi. Nasionalisme sekedar-nya sebagai simbol dan Eksistensi negara semakin samar ditengah pasar bebas. Kapitalis global menjadi penguasa-penguasa baru yang lebih berkepentingan atas pasar-pasar bebas yang tak terbatas oleh batasan negara. Komoditi barang dagangan milik mereka membanjiri jalan-jalan hingga bilik-bilik kamar mandi. Pisau, pedang, dan pusaka disamaratakan sekedar jadi barang dagangan. Kondisi ini semakin memperkuat posisi dan eksistensi pasar diatas integritas warga negara, dilihat menggunakan kacamata apapun.

Menyaksikan peristiwa Cak Nun memeluk penari Reog Ponorogo saat menjumpai anak-anak bangsa yang menjadi Pekerja di Korea Selatan pada momen Sinau Bareng di Hanyang University dalam rangkaian perjalanan CakNun dan Ibu Novia 28-30 Januari 2017, menumbuhkan kembali optimisme yang sementara ini surut akibat berbagai kondisi yang bertubi-tubi mendera bangsa Indonesia. Sementara sebagian anak bangsa di dalam negeri ada yang berusaha mengorek luka lama dan sebagian lain ada yang sedang menumpuk dendam, Cak Nun senantiasa menanam benih cinta dan menebarkan optimisme kepada generasi penerus bangsa. Ada yang sedang tenggelam menuju kegelapan senja, ada yang sedang menyongsong fajar kebangkitan sebagai bangsa, sebagai Abdullah, sebagai pengikut Rasulullah SAW dan manusia-manusia yang seutuhnya.