KELEDAI LESTARI

REPORTASE KENDURI CINTA januari 2017

SESUATU HAL yang berbeda terjadi pada Kenduri Cinta. Edisi Januari 2017 dilaksanakan pada minggu ketiga, bukan minggu kedua seperti bulan-bulan sebelumnya. Sebab, di Jum’at minggu kedua berlangsung forum Maiyah PadhangmBulan di Jombang.

Sedari bakda Isya’ pelataran Taman Ismail Marzuki dipenuhi oleh Jamaah. Lewat pukul delapan malam beberapa penggiat Kenduri Cinta mengajak Jamaah untuk bersama-sama membacakan Surat Yasin dan dilanjutkan dengan prosesi wirid Ta’ziiz dan Tadzlil, lalu dipuncaki dengan pembacaan Wirid Wabal Tahlukah secara bersama-sama.

Sejak awal tahun 2016 yang lalu, Cak Nun meminta kepada Jamaah Maiyah agar membaca Wirid Wabal di berbagai forum. Dan, setelah genap 12 bulan dilakukan, pada awal tahun 2017 ini Cak Nun kembali menyarankan agar ditambahkan satu wirid yang kemudian dinamakan Ta’ziiz dan Tadzlil. Lewat pukul sembilan malam prosesi pembacaan wirid selesai ditunaikan.

BODOH COPY PASTE

MEMASUKI PROLOG, Sigit Hariyanto bersama Nashir memoderasi sesi dengan ditemani oleh Adi Pudjo dan Luqman Baehaki. Adi Pudjo mbeber kloso mengenai tema Kenduri Cinta kali ini: Keledai Lestari.

Tema tersebut muncul untuk menyikapi fenomena yang mengesankan bahwa kita terus-menerus mengulangi kebodohan-kebodohan yang sama. Perumpamaan kebodohan tersebut seperti binatang Keledai yang secara intelektual tidak memiliki kemungkinan untuk berlaku kreatif dalam hidupnya. Adi menegaskan, diangkatnya tema ini bukan dalam rangka menunjuk siapa yang menjadi keledai, melainkan agar kita semua belajar dari kesalahan-kesalahan yang kita lakukan dan tidak sampai terulangi di kemudian hari oleh generasi setelah kita.”Apa yang kita alami hari ini merupakan sebuah konsekuensi yang harus kita tanggung atas apa yang sudah kita perbuat sebelumnya”, lanjut Adi Pudjo seraya mengajak jamaah untuk kembali belajar dan terus belajar untuk selalu melakukan instrospeksi diri.

Luqman menambahkan bahwa Keledai seringkali menjadi simbol kebodohan. Ia mentadabburi surat Luqman ayat 19, dimana dalam ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa suara keledai adalah seburuk-buruknya suara. Menyambung paparan dari Adi Pudjo, Luqman menjelaskan bahwa kebodohan manusia hari ini sudah berada pada tingkat yang sangat parah. Bahkan, lebih parahnya lagi manusia seolah-olah justru menikmati kubangan kebodohan yang mereka alami. Tidak hanya itu, kebodohan yang dialami ini juga terkesan tidak memiliki tanda-tanda untuk diakhiri dan malah semakin lestari.

Luqman menerangkan bahwa hari ini arus informasi begitu deras dan manusia tidak memiliki filter yang kuat untuk menyaringnya. Maraknya hoax hari ini lebih dikarenakan tabiat yang tidak mau melakukan cross check atau tabayyun. Manusia hari ini lebih mengedapankan emosinya ketika membaca sebuah informasi ketimbang melakukan cek dan ricek terhadap kebenaran informasi yang mereka dapatkan. Budaya copy paste di berbagai aplikasi instant messenger hari ini turut menuyuburkan persebaran informasi “keledai” tersebut.

Nashir turut menambahkan bahwa Jamaah Maiyah sudah memiliki Koordinat Maiyah dan menjadi fondasi yang cukup kuat untuk menyikapi semua informasi yang masuk hari ini. Telah berulang kali dibahas pada forum Maiyahan di beberapa tempat, bahwa di Maiyah kita sudah belajar tentang sudut pandang, cara pandang, jarak pandang dan resolusi pandang yang cukup baik untuk dijadikan pijakan ketika kita menyikapi sebuah informasi yang sampai kepada kita. Nashir menambahkan, bahwa di Maiyah kita sudah diajarkan untuk berfikir secara luas, mengglobal, meskipun tetap harus sadar bahwa kaki kita masih berada di atas bumi. Maiyah mengajarkan kita untuk berfikir secara luas, sehingga kita terbiasa melatih diri untuk tidak melestarikan keledai di dalam diri kita.

Munculnya fenomena kebodohan-kebodohan manusia hari ini tidak terlepas dari sejarah peradaban yang berlangsung dan berevolusi dalam hitungan tahun yang tidak sebentar. Sigit menjelaskan, bahwa dalam sebuah literatur sejarah Nabi Adam merupakan manusia pertama yang diciptakan oleh Allah. Lalu, setelah mengalami beberapa fenomena-fenomena, lahirlah keturunan-keturunan Nabi Adam hingga manusia pun berjumlah sangat banyak dan mulai tumbuh kesadaran komunal. Ada motivasi dan kesamaan pendapat yang lahir, sehingga manusia hidup bergerombol, bersuku-suku, berkelompok, berbangsa-bangsa hingga akhirnya menciptakan kebudayaan-kebudayaan dan kesepakatan-kesepakatan. Dalam komunitas yang lebih besar itu, kemudian muncul rasa kepemilikan secara komunal. Kemudian, pada tahapan evolusi selanjutnya, lahirlah kerajaan-kerajaan, negara-negara, hingga akhirnya seperti yang kita lihat hari ini.

“Apa yang kita alami hari ini merupakan sebuah konsekuensi yang harus kita tanggung atas apa yang sudah kita perbuat sebelumnya. “
Adi Pudjo, Kenduri Cinta (Januari, 2017)

KEPENTINGAN-KEPENTINGAN yang bermunculan dari setiap kelompok kemudian melahirkan peradaban manusia yang penuh dengan kompetisi, dimana rasa ingin menguasai sumber daya alam yang ada dalam sebuah wilayah menjadi sebuah tradisi yang terus-menerus dilakukan. Penaklukan wilayah demi wilayah dilakukan oleh komunitas yang lebih kuat. Dan, meskipun zaman telah berganti, sistem terus berveolusi, tetapi kecenderungan manusia untuk rakus terhadap sumber daya alam masih terus berlangsung. Segala cara dilakukan agar mereka menguasai kekayaan yang ada di wilayah orang lain.

Setelah pemaparan dari beberapa narasumber internal Kenduri Cinta, Sigit mempersilahkan Jamaah untuk urun pemikiran terkait tema kali ini. Sodiq, Jamaah asal Cijantung yang sangat rajin duduk di shaf terdepan mengungkapkan bahwa Keledai merupakan binatang  yang sangat unik, meskipun seringkali menjadi simbol kebodohan. Menurutnya, Keledai sekalipun tetap miliki kebijaksanaan di dalam dirinya. Lain lagi dengan Teddy, Jamaah asal Tangerang ini memaparkan bahwa sudah seharusnya kita berfikir dengan komparasi, memandang Keledai jelek karena kita mengkomparasikan dengan Kuda. Sayangnya, dalam beberapa kasus Keledai pun tidak merasa dirinya bodoh, sehingga Keledai tidak kunjung belajar, dan yang terjadi adalah bertambahnya kebodohan-kebodohan yang dialami oleh Keledai.

Sementara itu Nur, Jamaah asal Jakarta Barat, mengatakan bahwa situasi yang terjadi di Indonesia hari ini adalah Negara kita tunduk terhadap kepentingan-kepentingan segelintir orang yang sebenarnya sedang menganiaya Bangsa Indonesia. Ketergantungan terhadap pihak asing tidak bisa dilepaskan dengan mudah, padahal jelas dan sangat nyata bahwa mereka hanya bertujuan mengeksploitasi seluruh kekayaan yang ada di Indonesia. Lebih parah lagi, ketergantungan tersebut berlangsung secara legal melalui beberapa kesepakatan-kesepakatan yang disetujui oleh Pemerintah melalui kontrak-kontrak politik dengan Bangsa lain.

Luqman lalu menanggapi paparan beberapa Jamaah itu mengambil beberapa porsi untuk kita tadabburi bersama dan kita ambil hikmahnya. Luqman menjelaskan bahwa peristiwa-peristiwa yang kita alami hari ini baik atau buruk sebenarnya merupakan pengulangan-pengulangan dari sekian peristiwa yang sudah terjadi di masa yang lampau. Luqman mencontohkan, pertikaian antara Habil dan Qobil misalnya, telah berulang kali terjadi pada nuansa ruang dan waktu yang berbeda.

Selanjutnya Nashir turut melengkapi, bahwa informasi hoax yang ada hari ini merupakan produk dari sebuah sistem penguasa yang ujung-ujungnya bertujuan untuk propaganda. Nashir menaruh sebuah kecurigaan bahwa informasi hoax yang muncul akhir-akhir ini dirilis dalam rangka menutupi sesuatu hal yang dirahasiakan oleh penguasa dan tidak ingin diketahui oleh publik secara luas.

Sesi prolog akhirnya dipuncaki dengan penampilan Restu yang membawakan musikalisasi Puisi. Ia membawakan sebuah puisi yang berjudul “Tuhan Sayang” karya Cak Nun yang diiringi alunan gitar dari Stanosky. Lalu, Grup Stanosky kemudian membawakan beberapa nomor-nomor Jazz untuk mengantarkan diskusi masuk ke sesi selanjutnya.

PASAR KEKAYAAN

UNTUK MEMODERASI diskusi sesi pertama, Tri Mulyana dan Fahmi Agustian mempersilahkan Ali Hasbullah dan Ust. Noorshofa Thohir yang sudah beberapa bulan tidak hadir di Kenduri Cinta menjadi narasumber. Mengawali paparannya, Ali Hasbullah mengajak Jamaah untuk mentadabburi 3 ayat dalam Al Qur’an yang mengisahkan Keledai; Surat An Nahl ayat 8, Surat Al Jumu’ah ayat 5 dan Surat Luqman ayat 19.

Dari surat An Nahl ayat 8, Ali Hasbullah mentadabburi bahwa Keledai merupakan Binatang yang bodoh karena hanya dimanfaatkan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat saja. Sementara dari Surat Al Jumu’ah ayat 5, ia merefleksikan pada kondisi Bangsa Indonesia hari ini, bahwa dengan segala kekayaan alam yang dimiliki faktanya Bangsa Indonesia tidak mampu mensyukuri segala anugerah yang sudah diberikan oleh Allah. Mandat kekhalifahan manusia tidak benar-benar digunakan dengan baik. Sementara itu, dari Surat Luqman ayat 19, Ali menjelaskan bahwa Keledai memiliki suara yang sangat buruk. Untuk ayat ini, Ali menjelaskan bahwa informasi yang buruk itu seperti suara Keledai yang sangat tidak layak untuk dicerna.

“Kita adalah Bangsa yang hidup di wilayah yang sangat kaya sumber daya alamnya, sangat kaya sejarah dan budayanya. Tetapi kita tidak mampu mengelola itu semua untuk kita ambil manfaatnya bagi semua orang. Jadi kita menjadi Keledai terus-terusan”, tutur Ali Hasbullah.

Selanjutnya, berkaca dari kebodahan-kebodohan yang dilakukan oleh Keledai, Ali menggambarkan kondisi Bangsa Indonesia tidak jauh berbeda dari apa yang dialami oleh Keledai. Bangsa ini terus menerus melakukan kesalahan yang sama dalam memilih pemimpin. Hingga usia kemerdekaan yang sudah menginjak angka 70, Indonesia belum benar-benar mendapatkan pemimpin yang diidam-idamkan. Ali pun mengajak Jamaah untuk setidaknya bersama-sama memperbaiki dari hal-hal yang terkecil sekalipun di sekitar kita.

Sedikit berbelok dari pembahasan, Ali Hasbullah menerangkan bahwa fenomena yang dialami oleh dunia hari ini adalah perubahan iklim dan cuaca yang sangat mengancam keberlangsungan hidup di dunia. Hari ini suhu bumi meningkat drastis, tetapi di beberapa daerah justru hujan turun sangat lebat dan dalam waktu yang lama, bahkan sangat intens. Sementara itu di beberapa wilayah lain di dunia ada wilayah yang saat ini mengalami kekeringan luar biasa.

Berkaitan dengan fenomena ini, Indonesia sesungguhnya menjadi salah satu negara yang sangat diuntungkan. Dengan curah hujan yang cukup tinggi, maka kandungan air dalam tanah di Indonesia diperkirakan mampu mengatasi ancaman kekeringan yang sebentar lagi akan muncul. Ali menjelaskan, bahwa beberapa tahun kedepan air mineral bisa menjadi salah satu komoditas yang akan diperebutkan oleh banyak orang untuk dikuasai dan dieksploitasi. Menanggapi paparan Ali Hasbullah, Tri Mulyana mengeluarkan pertanyaan sederhana, apakah dengan kondisi seperti ini Bangsa Indonesia akan mampu menangkap peluang atau justru sebaliknya, rakyat Indonesia akan menjadi sasaran pasar yang menggiurkan bagi kapitalisme dunia di tahun-tahun yang akan datang?

Saat ini, Bangsa Indonesia sudah menjadi sasaran pasar yang cukup besar. Kecenderungan sifat konsumtif masyarakat benar-benar dimanfaatkan oleh sistem kapitailis global untuk menjadikan Indonesia salah satu target dari produk-produk yang mereka produksi. Sementara itu, kondisi internal di Indonesia sendiri, pemerintah tidak mendukung penuh produksi dalam negeri. Bahkan, pemerintah sendiri yang kemudian membuka pintu bagi barang-barang hasil produksi negara lain untuk masuk ke Indonesia. Hari ini bisa dikatakan Bangsa Indonesia tetap gagal dalam mengelola sumber daya yang ada. Bangsa ini gagal mendayagunakan segala sumber kekayaan untuk dikelola dengan baik. Jangankan untuk kesejahteraan bersama, bahkan untuk sekedar mengelola agar menjadi maslahat saja kita tidak mampu. Program-program pemerintah yang sudah direncanakan dan terkonsep dengan baik pun nyatanya banyak sekali yang salah sasaran. Dan, hal adalah akibat dari tidak adanya kepemimpinan yang cukup kuat, tidak lahir seorang pemimpin yang mampu menjadi teladan bagi rakyatnya, tidak lahir seorang pemimpin yang benar-benar memiliki tekad untuk serius mengurusi negara demi kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Kita selama ini sibuk mencari legitimasi kebenaran dari orang lain, padahal belum tentu kebenaran yang kita yakini hari ini akan berlaku di kemudian hari.”
Ust. Noorshofa, Kenduri Cinta (Januari, 2017)

UST. NOORSHOFA THOHIR kemudian memaparkan materinya berkaitan dengan tema Kenduri Cinta kali ini. Di dalam Al Qur’an sendiri terdapat banyak ayat dan surat yang menyebutkan nama-nama binatang, tidak hanya Keledai. Ada Surat An Nahl, An Naml, Al Ankabut, Al Fiil, Al Baqoroh dan lain sebagainya. Ini menunjukkan bahwa dari binatang sekalipun Allah ingin menunjukkan betapa banyak ilmu yang bisa kita ambil. Bahkan, dari Keledai sekalipun yang sering kita konotasikan dengan kebodohan, Allah tetap memberikan keistimewaan dalam diri Keledai. Satu contoh, kekuatan fisik Keledai bahkan bisa mencapai dua kali lipat dari Kuda. Di beberapa negara di eropa, susu Keledai mempunyai nilai cukup tinggi sehingga jika digunakan untuk memproduksi keju harga jualnya pun sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa Keledai sekalipun disiapkan oleh Allah kelebihan-kelebihannya.

Berbicara tentang Keledai, Ust. Noorshofa mengajak jamaah untuk kembali mengingat sebuah cerita antara bapak dan anak yang sedang menuntun keledai. Setiap kali bertemu orang yang baru, apa yang dilakukannya terhadap keledai selalu dianggap salah. Ketika sang anak yang menaiki keledai, orang berkomentar bahwa anaknya tak tahu diri karena bapaknya disuruh berjalan. Ketika sang bapak yang menaiki keledai, orang yang lain berkomentar bahwa bapaknya yang tidak sayang kepada anaknya, karena anaknya yang disuruh berjalan. Akhirnya mereka memilih untuk tidak menaiki keledai itu. Orang kembali berkomentar dan mengatakan bahwa bapak dan anak itu bodoh, karena membawa keledai tetapi tidak ditungganginya. Ketika keduanya menunggangi keledai tersebut, ada orang lain yang kemudian berkomentar bahwa mereka terlalu menyiksa keledai, karena menungganginya bersama-sama. Dari cerita ini kita dapat melihat bahwa kebenaran di mata setiap orang tidak selalu sama. Dan, kita selama ini sibuk mencari legitimasi kebenaran dari orang lain, padahal belum tentu kebenaran yang kita yakini hari ini akan berlaku di kemudian hari.

Ust. Noorshofa kemudian mengajak jamaah untuk mentadabburi Surat At Tiin, dimana dalam surat tersebut Allah menyatakan bahwa manusia diciptakan dalam sebaik-baik bentuk, dan akan dikembalikan pada posisi yang sangat rendah, kecuali bagi mereka yang beriman dan beramal sholeh. Akhir-akhir ini, muncul sindiran dari seorang Ketua Partai yang mengatakan bahwa kita tidak perlu mempercayai apa yang terjadi di kemudian hari karena kita belum pernah mengalaminya, sedangkan dalam Islam kita diperintahkan untuk beriman kepada hari akhir. Ayat ini telah menjelaskan kepada kita betapa keimanan merupakan hal yang sangat mutlak untuk diyakini kebenarannya, karena itu berasal dari Allah SWT. Dan, janji Allah bagi orang yang beriman dan beramal sholeh sangat nyata; falahum ajrun ghoiru mamnuun.

“Berapa persen yang bisa kita pertahankan dari hidup kita?”, Ust. Noorshofa melanjutkan uraiannya. Hidup dan matinya manusia merupakan sebuah misteri yang tidak bisa kita sangka-sangka. Ada orang yang begitu rajin berolahraga, justru ia yang lebih dulu meninggal dunia. Ada orang yang merokok bertahun-tahun, tetapi Allah panjangkan umurnya. Oleh karena itu, yang harus disadari oleh manusia adalah kehidupan di dunia ini hanya sebentar, ada kehidupan yang lebih abadi setelah hidup di dunia. Dan, kita melihat betapa rakusnya manusia hari ini terhadap dunia, seakan-akan mereka tidak yakin bahwa Allah menyiapkan kehidupan yang lebih kekal dari kehidupan di dunia ini. Tidak ada pesta yang tidak berakhir.

Dalam pamungkas Surat At Tiin disebutkan; alaisallahu bi ahkami-l-haakimiin. Bahwa Allah adalah Hakim yang seadil-adilnya. Di dunia kita bisa berkelit dari pengadilan dunia, tetapi kelak di akhirat kita tidak akan bisa lari dari pengadilan Allah. “Kita bangkitkan kembali kualitas nilai diri kita agar kita tidak setara dengan binatang, kita naikkan derajat kita dengan Iman dan Amal Sholeh”, tutur Ust. Noorshofa memungkasi uraiannya.

Dari para nara sumber Fahmi kemudian membuat resume, bahwa kecenderungan manusia dilahirkan di dunia memang untuk berkompetisi, seperti yang dibahas bulan lalu oleh Sabrang di Kenduri Cinta Desember 2016. Dan, kompetisi yang dilakukan oleh manusia adalah demi mencapai kesejahteraan, itu baik. Tetapi, kesejahteraan menjadi tidak baik manakala kita mencapainya dengan cara menindas dan menyakiti orang lain. Menambahkan paparan Ust Noorshofa, Fahmi kemudian mencuplik salah satu ayat dalam Surat Al A’raf yang menyatakan bahwa apabila manusia tidak menggunakan hatinya, tidak mendayagunakan akalnya untuk mengakui dan belajar serta mengambil hikmah dari tanda-tanda kekuasaan Allah, maka manusia menjadi makhluk yang lebih hina dari binatang.

Beben Jazz and Friends kemudian tampil di panggung. Seperti biasanya mereka membawakan beberapa nomor-nomor akustik Jazz. Hadir pula di Kenduri Cinta kali ini pula Prof. Anne Rasmussen, seorang Profesor Musik dan Etnomusikologi dari Amerika, jebolan Univesity of California, Los Angles. Beberapa tahun yang lalu ia pernah tampil bersama KiaiKanjeng di beberapa Maiyahan di Jawa Timur. Anne sendiri mendalami musik-musik etnik yang beraliran Timur Tengah, sehingga ia sangat mahir memainkan alat musik Gambus dan Qonun. Di tengah-tengah penampilan Beben Jazz and Friends, Cak Nun meminta Anne untuk tampil bersama Beben Jazz membawakan sebuah nomor “Route 66”.

SALAH PAGAR

“KALAU ANDA membiasakan berfikir seperti orang Indonesia, membiasakan berfikir seperti pemerintah, maka berfikir kita akan terjebak-jebak”, Cak Nun mengawali diskusi sesi kedua dan juga meminta Anne untuk ikut bergabung di panggung agar jamaah berkesempatan menggali lebih dalam ilmu-ilmu darinya. Cak Nun menjelaskan bahwa Allah saja pernah diingatkan oleh Malaikat ketika hendak menciptakan manusia. Para Malaikat menyampaikan kepada Allah, untuk apa menciptakan manusia karena pekerjaannya hanya merusak bumi dan menumpahkan darah. Tetapi, Allah mengetahui apa yang tidak diketahui oleh para Malaikat. Allah mengetahui apa yang akan terjadi kelak, sementara Malaikat tidak. Pagar inilah yang seharusnya difahami oleh manusia agar tidak mengulangi kesalahan yang sama di kemudian hari.

“Salah satu latihan kita di Maiyah ini adalah mencari keseimbangan berfikir, keseimbangan mental, keseimbangan hidup. Di Maiyah bukan ilmunya apa yang terpenting, tetapi anda berlatih berjam-jam di Maiyah untuk seimbang, to be in balance of our life”, lanjut Cak Nun. Berulang kali Cak Nun mengingatkan agar Jamaah Maiyah mampu membedakan antara sifat keras kepala dan teguh iman, antara istiqomah dan statis, antara dinamis dan konservatif. Sebab, salah satu kesalahan orang hari ini adalah ketidakmampuan dalam membedakan hal-hal yang tipis seperti itu, sehingga yang terjadi di Indonesia adalah selalu salah mengambil solusi dari persoalan yang dihadapi. Maka, yang kita lihat kemudian pun justru kehancuran demi kehancuran. Cak Nun juga mengajak Jamaah untuk kembali membaca Tajuk yang terakhir: Bangsa Yatim Piatu. Dalam tulisan itu Cak Nun menyampaikan bahwa sebentar lagi akan ada kemenangan yang mengagetkan dan akan terjadi benturan-benturan yang menyebabkan kita bakal sama-sama menanam ranjau masa depan yang sangat membahayakan.

Usai memberi pandangan-pandangannya Cak Nun pun mempersilahkan Anne untuk memperkenalkan diri. Anne bercerita bahwa persinggungannya dengan Cak Nun dimulai pada tahun 1999 silam, ketika ia mendapatkan beasiswa dari AMINEF (American Idonesian Exchange Foundation). Saat itu ia datang ke Indonesia untuk meneliti musik yang beraliran Islam di Indonesia. Ketertarikannya pun semakin bertambah ketika ia tinggal di lingkungan sebuah Pesantren dan mendengarkan langsung lantunan Sholawat, Qosidah dan Marawis yang diperdengarkan melalui pengeras suara di sebuah surau. Akhirnya, Anne menulis sebuah buku yang berujudul Suara Perempuan, Seni Baca Al Qur’an dan Seni Musik Islam di Indonesia. Sewaktu berada di Indonesia itu Anne juga sempat mempelajari Al Qur’an di sebuah lembaga pendidikan di Ciputat dan belajar langsung dengan Ibu Maria Ulfa, seorang Qori’ah Indonesia.

Anne kemudian menuturkan pengalamannya tampil bersama KiaiKanjeng dan memainkan alat musik Gambus, sebuah pengalaman yang baginya sangat mengagumkan bersama personel KiaiKanjeng. Sekitar sepuluh tahun yang lalu, tepat saat Lebaran Idul Fitri, Anne datang ke Indonesia dan singgah di kediaman Cak Nun. Saat itu Anne datang bersama anaknya yang sudah beranjak dewasa. Momen tersebut sangat berkesan baginya Anne. Kedatangannya ke Indonesia kali ini pun masih dalam rangka program penelitian musik Islam, setelah 8 bulan sebelumnya ia berada di beberapa negara Timur Tengah seperti Oman dan Abu Dhabi.

Anne cukup fasih berbahasa Indonesia, sehingga jamaah Kenduri Cinta antusias menyimak apa yang dipaparkan oleh Anne. Di Kampus tempatnya beraktifitas ia memiiki sebuah kelompok musik yang memainkan musik-musik beraliran Timur Tengah, inipun dijadikan media komunikasi yang sangat baik ketika beberapa pengungsi dari Irak, Iran dan Syiria masuk ke Amerika, mereka merasa seperti di rumah sendiri dengan adanya budaya dan kesenian Timur Tengah yang ada di Amerika.

Menyikapi terpilihnya Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat yang baru, Anne tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Ia dan beberapa teman-teman dekatnya begitu kecewa dengan terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden yang baru. Sistem pemilihan di Amerika memang menjadikan Donald Trump yang terpilih, meskipun Hillary Clinton memenangkan suara populer pada saat pemilihan, tetapi suara elektoral memenangkan Trump. Bagi Anne, sistem tersebut sangat aneh. Tetapi, mau tidak mau, karena sudah disepakati bersama, sistem tersebut harus dijalankan dan harus diterima hasilnya. Anne merasa sangat bahagia bisa hadir di Kenduri Cinta malam ini. Ia merasa hadir di Kenduri Cinta lebih membahagiakan ketimbang duduk di kursi ruang TV rumahnya untuk menonton inagurasi Donald Trump.

“Saya sepakat dengan Cak Nun, bahwa terpilihnya Donald Trump merupakan ujian bagi rakyat Amerika. Saya ingin Hillary Clinton yang terpilih, tetapi saya nanti akan merasa bahwa semua baik-baik saja, padahal sebenarnya ada banyak permasalahan yang terjadi di Amerika”
Anne Rasmussen, Kenduri Cinta (Januari, 2017)

CAK NUN kemudian merespon keresahan Anne terkait terpilihnya Donald Trump. Cak Nun berkelakar, “Bu Anne, bahwa sekarang ini memang era Trump terjadi dimana-mana. Termasuk di DKI Jakarta”. jamaah tertawa mendengar kata-kata itu. “Kalau anda menghadapi ujian yang sangat berat, berarti Allah mengakui bahwa anda itu sangat kuat. Kalau Indonesia sedang mengalami problem yang sangat complicated dan sangat berat, berarti anda sedang mengalami pengakuan Tuhan bahwa anda adalah Bangsa yang sangat kuat, Bangsa yang sangat istimewa. Sehingga anda diberi ujian yang berat itu, dan Dia (Allah) akan bersiap menaikkan derajat anda beberapa tahun lagi, aamiin”, tutur Cak Nun.

Lebih lanjut lagi, Cak Nun menggambarkan keadaan Bangsa Indonesia hari ini sedang berada dalam titik kemiringan yang sangat membahayakan, jika salah langkah maka akan roboh, tetapi jika tepat solusi yang diambil maka akan kembali ke titik gravitasinya. Cak Nun merasa jika melihat pemerintah Indonesia hari ini maka yang muncul adalah rasa pesimis, tetapi jika bertemu dengan rakyat Indonesia ketika di Maiyahan seperti di Kenduri Cinta ini, yang muncul adalah rasa optimis yang luar biasa terkait masa depan Indonesia, juga dunia.

Cak Nun kemudian mentadabburi surat Al Maidah ayat 54, bahwa apabila diantara manusia yang beriman terdapat manusia yang murtad dari agama Islam, maka Allah akan menggantinya dengan kaum yang baru yang mereka mencintai Allah dan Allah mencintai mereka, mereka yang memiliki sifat adzillatin ‘ala-l-mu’miniin ‘aizzatin ‘ala-l-kafiirin. Jamaah Maiyah yang didominasi oleh anak-anak muda usia 20-35 tahun ini dijelaskan oleh Cak Nun kepada Anne bahwa mereka bukanlah anak-anak hasil didikan Indonesia yang hari ini diteladani oleh pertengkaran satu sama lain, yang dididik oleh sifat saling merasa benar sendiri satu sama lain. Mereka hadir di Kenduri Cinta ini untuk tetap melatih kepekaan hati dan fikiran mereka, agar selalu jernih dalam melihat suatu persoalan yang mereka hadapi.

“Hari ini Bangsa Indonesia mengalami Indonesia sebagai Negara dengan fakta Kerajaan”, lanjut Cak Nun sembari menjelaskan bahwa dulu Negara Kesatuan Republik Indonesia ini dibangun atas kerajaan-kerajaan yang sudah berdiri sejak lama sebelumnya di bumi Nusantara ini. Ada peluang bagi Indonesia untuk menjadi Negara Persemakmuran, tetapi Indonesia memilih untuk menjadi Republik.

Fakta kerajaan ini tidak bisa terbantahkan, dimana saat ini kita melihat justru banyak sekali kerajaan-kerajaan yang baru dalam dunia politik. Mau diapakan saja, PDIP harus dipimpin oleh keturunan Bung Karno. Mau diapakan saja Partai Demokrat harus dipimpin oleh keturunan SBY. Bahkan Harry Tanoe saat ini sedang membangun kerajaannya sendiri. Dan, Indonesia saat ini dikelilingi oleh kerajaan-kerajaan yang bersaing satu sama lain untuk berebut kuasa di Indonesia. Sehingga, yang terjadi saat ini, Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang ngawulo kepada raja yang sedang berkuasa, hampir di semua lini Bangsa Indonesia semua ngawulo kepada raja, melamar kepada penguasa, menawar-nawarkan diri agar diberi jabatan, agar diberi posisi, agar diberi proyek dan lain sebagainya. Kalau dalam dunia pewayangan tokoh seperti ini dikenal sebagai sosok Sumantri Ngenger.

“Setahun yang lalu kita membacakan do’a Tahlukah di Kenduri Cinta ini. Tahlukah itu artinya Penghancuran, dan Allah mengabulkan Indonesia hancur dan anda tidak. Anda bahagia, anda tahan sampai jam 4 pagi disini, dengan kebahagiaan dan keikhlasan. Tidak ada yang curang disini, tidak ada yang tidak sabar disini, tidak ada yang nyuri, tidak ada yang nyopet, semua merdeka disini karena anda adalah keamanan satu sama lain, anda adalah mukmin satu sama lain”, sambung Cak Nun dengan merefleksikan Kenduri Cinta Januari 2016 lalu yang mengangkat tema Gerbang Wabal, dimana pada saat itu proses pembacaan Do’a Tahlukah dilaksanakan pertama kali di Kenduri Cinta.

“Saya tidak mau Maiyahan kalau ndak ada Allah”, Cak Nun menegaskan. Bahwa setiap manusia berbuat baik, apapun saja, sudah seharusnya motivasi utamanya adalah Allah. Kesadaran bahwa hidup kita tidak hanya berhenti di dunia inilah yang dijadikan dasar oleh Cak Nun untuk terus berjuang bersama di Maiyahan, hampir setiap malam. PadhangmBulan 24 tahun, Mocopat Syafaat lebih dari 15 tahun, lalu Gambang Syafaat dan Kenduri Cinta, semua itu dilakukan oleh Cak Nun atas kesadaran bahwa hidup manusia itu abadi; Kholidiina Fiiha Abadaa. Jika saja hidup memang selesai hanya di dunia, untuk apa berbuat baik? Kalau ndak ada Allah, sekalian saja hidup ini penuh dengan perbuatan jahat, pencurian, tidak ada pernikahan, semua wanita yang kita maui kita tiduri. Tetapi, karena ada Allah, kita semua tidak mau melakukan itu semua.

Urusannya manusia hari ini, mereka berbuat jahat karena tidak ketahuan oleh manusia yang lainnya dan merasa Allah tidak melihat perbuatan mereka. Atau, justru lebih parah lagi, mereka memang tidak mempercayai bahwa Allah itu Maha Melihat. “Saya mau menyayangi anda semua, saya mau Maiyahan kemana-mana, hampir setiap malam, bertemu dengan ribuan orang, karena ada Allah. Karena audien utama saya adalah Allah”, lanjut Cak Nun.

“Setahun yang lalu kita membacakan do’a Tahlukah di Kenduri Cinta ini. Tahlukah itu artinya Penghancuran, dan Allah mengabulkan Indonesia hancur dan anda tidak. Anda bahagia, anda tahan sampai jam 4 pagi disini, dengan kebahagiaan dan keikhlasan. Tidak ada yang curang disini, tidak ada yang tidak sabar disini, tidak ada yang nyuri, tidak ada yang nyopet, semua merdeka disini karena anda adalah keamanan satu sama lain, anda adalah mukmin satu sama lain”
Emha Ainun Nadjib, Kenduri Cinta (Januari, 2017)

POHON SOFTWARE

CAK NUN kemudian mempersilahkan jamaah untuk bertanya kepada Prof Anne. Kemudian, dalam merespon pertanyaan mengapa lebih tertarik kepad musik etnik, Anne menjawab bahwa pada awalnya ia belajar memainkan alat musik Piano dan Cello. Tetapi, seiring berjaannya waktu, musik-musik modern hanya bisa dinikmati oleh masyarakat kalangan atas, sehingga ia merasa lebih tertarik dengan musik-musik aliran rakyat jelata. Maka dari itu, Anne tertarik untuk menekuni musik etnik. Tema disertasi Anne sendiri pada saat menempuh studi S3 adalah tentang musik etnik arab, yang kemudian mau tidak mau membuatnya juga mempelajari kebudayaan juga bahasa arab. Baginya musik arab itu hebat. Dan, satu lagi yang sangat menarik baginya adalah masakan-masakan Timur Tengah, sangat enak.

Dari Prof. Anne, Dadang memberikan respon tentang kekecewaan terhadap terpilihnya Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat. Menurut Dadang, apa yang dialami oleh Amerika saat ini merupakan dejavu terpilihnya Ronald Reagan yang menggantikan Jimmy Carter. Menurutnya, ini terjadi karena memang manusia di Amerika hari ini memerlukan sosok Trump sebagai cerminan kondisi sosial masyarakatnya. Mereka tidak menemukan diri mereka pada Hillary Clinton, sehingga menurut Dadang, Donald Trump memang sosok yang pantas untuk Amerika Serikat saat ini. “Saya sepakat dengan Cak Nun, bahwa terpilihnya Donald Trump merupakan ujian bagi rakyat Amerika. Saya ingin Hillary Clinton yang terpilih, tetapi saya nanti akan merasa bahwa semua baik-baik saja, padahal sebenarnya ada banyak permasalahan yang terjadi di Amerika”, Anne merespon pernyataan Dadang terkait Donald Trump yang terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat.

Cak Nun kemudian turut menambahkan bahwa konstelasi politik di Indonesia hari ini sangat rancu, dimana kelompok Islamis selalu ditabrakkan dengan Nasionalis. Padahal, sudah seharusnya seorang yang Islamis pasti Nasionalis. Seorang yang Nasionalis, belum tentu Islamis, karena bisa saja ia adalah seorang Kristen, Katholik, Hindu atau Budha. Tetapi, jika seorang Islamis, sudah seharusnya ia Nasionalis karena Allah sudah menganugerahkan tanah air Indonesia kepadanya untuk dikelola. Dikotomi antara Islamis dan Nasionalis inilah yang kemudian membuat kita semakin sering bertengkar satu sama lain dalam konstelasi politik nasional saat ini.

“Didalam Al Qur’an tidak dijelaskan bahwa ada Pohon Kristen, Pohon Katholik, Pohon Hindu, Pohon Budha dan sebagainya. Yang ada adalah Pohon Islam, Pohon Kemunafikan, Pohon Kemusyrikan, Pohon Kekufuran, Pohon Kedzaliman, Pohon Kedzaliman”, Cak Nun menjelaskan bahwa yang sebenarnya Islam adalah program-program, atau istilah IT-nya adalah software. Karena, Islam sesungguhnya bukanlah identitas. Jika Islam difahami sebagai identitas, kemudian dikenal sebagai organisasi, maka yang terjadi adalah Islam sendiri yang terjebak didalam label-label tersebut yang dibuat oleh manusia sendiri. Sederhananya, Islam adalah sebuah program (software) yang membuat manusia selamat dihadapan Tuhan. Karena Islam itu artinya adalah menyelamatkan. Dan, saat ini Islam terlanjur dianggap sebagai institusi serta dianggap menjadi kompetitor bagi institusi lainnya yang disebut sebagai Kristen, Katholik, Hindu, Budha, Kong Hu Cu dan lain sebagainya. Apa boleh buat.

“Sekali lagi, Islam itu bukan institusi, melainkan program (software), tetapi sudah terlanjur menjadi institusi dan identitas. Silahkan difikirkan ulang apakah ini salah atau tidak”, lanjut Cak Nun. Selama ini kita mengenal bahwa Islam dimulai dari kata Iqro’, yaitu ketika Al Qur’an pertama kali diturunkan. Kita sangat jarang untuk mentadabburi bahwa Nabi-Nabi sebelum Nabi Muhammad SAW tidak mengenal Al Qur’an, bahkan tidak mengenal Hadits.

“Kalau anda menghadapi ujian yang sangat berat, berarti Allah mengakui bahwa anda itu sangat kuat. Kalau Indonesia sedang mengalami problem yang sangat complicated dan sangat berat, berarti anda sedang mengalami pengakuan Tuhan bahwa anda adalah Bangsa yang sangat kuat, Bangsa yang sangat istimewa. Sehingga anda diberi ujian yang berat itu, dan Dia (Allah) akan bersiap menaikkan derajat anda beberapa tahun lagi, aamiin”
Emha Ainun Nadjib, Kenduri Cinta (Januari, 2017)

PERKEMBANGAN PENGETAHUAN dalam Islam sendiri yang ternyata kemudian menyempitkan makna Islam. Islam hanya dianggap sebatas Rukun Islam yang lima, diluar Rukun Islam dianggap bukan dalam urusan Islam. Padahal, seluruh sendi kehidupan manusia, mulai dari bangun tidur hingga tidur, kemudian bangun kembali keesokan harinya merupakan Islam. Secara adminstratif, Allah merumuskan bahwa ada kewajiban-kewajiban yang memang harus dilakukan oleh umat Islam, tetapi jangan kemudian Islam hanya difahami dalam wilayah yang sempit berupa Rukun Islam semata.

Dalam beberapa Maiyahan, Cak Nun sering menjelaskan bagaimana evolusi kitab-kitab Allah sebelum menjadi sempurna dalam wujud Al Qur’an digambarkan. Hal ini bukan karena Allah tidak ingin segera menurunkan yang sempurna, tetapi justru dengan proses evolusi inilah manusia seharusnya memahami bahwa Islam ini bukan sebuah Institusi atau identitas.

Islam merupakan sebuah software yang seharusnya sudah tertanam dalam diri manusia. Segala perilaku yang bertujuan menyelamatkan alam merupakan Islam. Sehingga, tanpa ada Al Qur’an sekalipun, seandainya manusia benar-benar menjadi manusia yang sejati, maka ia akan memiliki kesadaran untuk terus berbuat baik. Tetapi, karena manusia tidak memiliki kesadaran itu, Allah menurunkan Al Qur’an dan mengutus Rasulullah SAW untuk menyampaikan apa itu Islam kepada umat manusia. Dan, parahnya lagi, dalam Islam sendiri hari ini terbagi-bagi dalam kelompok yang justru saling bertengkar satu sama lain. Maka, dalam Islam itu yang terpenting adalah nilainya, bukan manusianya.

Kita mengenal dalam Islam bahwa Tahun Hijriah dimulai pada hari dimana Rasulullah SAW hijrah dari Mekkah ke Madinah, bukan dimulai berdasarkan hari kelahiran Muhammad bin Abdullah. Tidak seperti tahun Masehi yang dimulai berdasarkan hari kelahiran Isa Almasih.

“Salah satu latihan kita di Maiyah ini adalah mencari keseimbangan berfikir, keseimbangan mental, keseimbangan hidup. Di Maiyah bukan ilmunya apa yang terpenting, tetapi anda berlatih berjam-jam di Maiyah untuk seimbang, to be in balance of our life.”
Emha Ainun Nadjib, Kenduri Cinta (Januari, 2017)

CAK NUN kembali mentadabburi surat Ali Imron ayat 31 bahwasannya segala sesuatu dalam kehidupan makhluk di alam semesta ini dasarnya adalah Cinta. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa apabila kita mencintai Allah, maka kita harus mengikuti Rasulullah SAW, sehingga kita mendapatkan Cinta dari Allah. Bukan hanya itu, Allah akan mengampuni dosa-dosa kita. Jadi, Umat Islam melaksanakan Sholat, Puasa dan semua perintah-perintah Allah itu dasarnya merupakan karena kita cinta kepada Allah, dan kita melakukan itu semua atas dasar keinginan agar Allah mencintai kita.

“Hidup ini bukan milik anda, putaran kehidupan manusia, hatinya manusia, fikiran manusia, berlangsungnya siang dan malam bukan engkau sutradaranya. Engkau bisa menguasai beberapa hal, tetapi tidak untuk beberapa hal yang lain”. Secara eksplisit Cak Nun memperingatkan kepada para penguasa yang merasa bahwa mereka berkuasa penuh atas kehidupan Bangsa Indonesia.

Cak Nun mengingatkan agar semua pilihan dan langkah-langkah yang akan diambil dipikirkan ulang kembali. Mungkin penguasa bisa membeli ormas-ormas Islam, tetapi mereka tidak akan bisa menguasai Ummat Islam, apalagi mengendalikan Islam. Ada banyak hal yang manusia tidak ketahui faktanya. Manusia hanya menetahui satu hal, tetapi ada seribu hal yang tidak diketahui oleh manusia.

Salah seorang jamaah kemudian urun memberikan pemaparannya. Dalam khasanah sastra arab, ada sebuah cerita dua ekor keledai yang masing-masing dibekali dua karung di punggungnya. Keledai pertama membawa karung yang berisi garam, keledai yang kedua mamanggul karung yang berisi pasir. Di tengah perjalanan, kedua keledai itu menjumpai sebuah sungai, keledai yang pertama berinisiatif masuk ke dalam sungai, ia tidak tahu bahwa garam akan larut di air, sehingga ketika ia keluar dari sungai, beban yang ia bawa terasa lebih ringan. Hal ini dilihat oleh keledai yang membawa karung berisi pasir, ia mengira bahwa pasir juga akan larut di dalam air, sehingga ia pun berinisiatif untuk masuk kedalam sungai. Tetapi, yang terjadi justru beban yang ia bawa menjadi semakin berat.

“Hidup ini bukan milik anda, putaran kehidupan manusia, hatinya manusia, fikiran manusia, berlangsungnya siang dan malam bukan engkau sutradaranya. Engkau bisa menguasai beberapa hal, tetapi tidak untuk beberapa hal yang lain.”
Emha Ainun Nadjib, Kenduri Cinta (Januari, 2017)

DARI CERITA ITU Cak Nun mengajak kita untuk dapat mengambil Ilmu, bahwa ketidaktahuan itu bisa sangat menguntungkan juga bisa sangat merugikan. Bagi keledai yang pertama, ketidaktahuan menghasilkan keuntungan, tetapi bagi keledai yang kedua ketidaktahuan justru melahirkan kerugian. Bagitulah kita hidup, kita dituntut untuk terus belajar dan terus berkreatifitas. Ketika Allah memerintahkan manusia untuk menutup aurat, bukan berarti manusia cukup menutup auratnya hanya dengan sehelai daun pisang. Tetapi manusia harus kreatif mengolah sumber daya alam yang ada. Hasilnya, manusia mengolah kapas menjadi benang, kemudian benang diolah menjadi kain, kemudian kain diolah menjadi pakaian.

Merespon pertanyaan tentang mengapa manusia memiliki kecenderungan untuk kufur kepada Allah, padahal ia sudah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, Cak Nun mengingatkan bahwa kedisiplinan dalam diri kita itu penting. Itu yang utama. Iman itu naik dan turun, tidak selalu stabil pada titik yang baik, tetapi juga akan mengalami masa dimana Iman mengalami penurunan. Dan, itulah dinamika kehidupan manusia.

Yang paling penting adalah bagaimana agar tidak terlampau jauh keluar dari koridor yang sudah diatur dan ditetapkan oleh Allah. Manusia harus menyadari bahwa ada rambu-rambu yang memang tidak boleh dilanggar. Ada dosa-dosa kecil yang akan sangat mudah diampuni oleh Allah, tetapi juga ada dosa besar yang sangat sulit diampuni oleh Allah.

Dalam berjuang manusia mencari tiga jenis kebenaran: benarnya sendiri, benarnya orang banyak dan benar yang sejati. Bagaimana mencari kebenaran yang sejati, manusia tidak dituntut untuk menemukan seperti apa kebenaran yang sejati itu, tetapi Allah menilai bagaimana prosesnya. Dan, ada banyak sekali proses yang bisa ditempuh.

“Ya Allah, mohon kalau Engkau belum saatnya menolong Bangsa, Negara dan Rakyat Indonesia, aku mohon dengan sangat tolonglah Maiyah. Berkahilah Maiyah, tentramkanlah hati mereka, perlancarlah penghidupan mereka, tentramkan keluarga mereka, tegakkan fikiran dan tenangkan hati mereka. Kalaupun engkau belum menganggap bahwa Maiyah perlu Engkau tolong Ya Allah, paling tidak setiap orang yang hadir di Maiyahan engkau tolong keadaannya.”,
Emha Ainun Nadjib, Kenduri Cinta (Januari, 2017)

KETIKA MENCARI kebenaran di dalam Al Qur’an, Maiyah memberikan saran untuk melakukan tadabbur, bukan tafsir. Saran ini berdasarkan bahwa memang pada faktanya tidak ada perintah untuk menafsirkan Al Qur’an di dalam Al Qur’an itu sendiri. Sementara Tadabbur, terdapat perintahnya. Tafsir sendiri mempersyarati beberapa macam syarat-syarat akademis yang belum tentu bisa dipenuhi oleh semua orang, sementara Tadabbur hanya mempersyarati bahwa output dari Tadabbur itu sendiri adalah kebaikan. Meskipun hanya satu ayat yang ditadabburi, asalkan hasilnya adalah kebaikan maka itu baik. Di akhir sesi diskusi, Cak Nun berpesan agar jamaah berpegang dan bertadabbur Surat Al Insyiroh. Terutama pada ayat terakhir surat tersebut;  Wa ilaa robbika farghob.

Pakde Mus yang juga turut hadir di Kenduri Cinta kali ini diminta oleh Cak Nun memuncaki Kenduri Cinta untuk berdo’a bersama. Menjelang pukul 4 dinihari, Kenduri Cinta diakhiri dengan seluruh jamaah bersalaman dengan Cak Nun.