Workshop Dekonstruksi Menulis & Membaca

Sebagai bagian dari intensitas kegiatan pemandirian berpikir, Minggu (15/3), penggiat Juguran Syafaat menyelenggarakan Workshop Kepenulisan Maiyah. Workshop digawangi oleh Harianto, Yogyakarta. Workshop yang dilaksanakan di Rumah Makan Tahu Sumedang, Purwokerto ini diikuti oleh para penggiat Maiyah dan beberapa peserta umum dari komunitas pendidikan informal dan komunitas penulis di Purwokerto.

Dari pukul 13.00 hingga pukul 17.30 peserta asyik menikmati materi kepenulisan dengan segala seluk beluknya. Yang menjadi pointer dari materi yang dikupas dalam kegiatan ini adalah mengenai identifikasi karakteristik jenis-jenis ide penulisan. Harianto memaparkan, ide tulisan dapat berupa: 1) Fakta, 2) Opini, dan 3) Proyeksi pikiran.

Produk tulisan dari bahan fakta bentuknya diantaranya adalah berita. Produk tulisan dari bahan opini bentuknya diantaranya esay. Bentuk tulisan dari bahan proyeksi pikiran diantaranya berupa novel dan puisi. Di mata mainstream, proyeksi pikiran hanya dikenal dalam satu kategorisasi, yakni non-fiksi. Padahal sesuatu yang fiksi itu masih ada sub-kategori lagi didalamnya, yakni: 1) Imajinasi dan 2) Fantasi.

Harianto kemudian menggiring peserta untuk mengidentifikasi dengan jelas beda antara imajinasi dan fantasi. Lebih lanjut peserta diajak untuk membangun cara berpikir baru, bahwa tidak selalu yang sifatnya fiksi tidak selalu angan-angan atau omong kosong belaka.

Togar salah satu peserta workshop dari FLP Purwokerto mengatakan bahwa ia sudah sering sekali ikut forum penulisan di banyak tempat tapi baru pernah mendapat pemahaman tentang pembangunan cara berpikir baru penulisan seperti yang disampaikan dalam workshop kali itu.

Hal lain yang diperbaiki cara berpikirnya adalah mengenai budaya membaca. Bahwa kita tidak harus menunggu mengkhatamkan bacaan sekian tumpuk untuk mulai percaya diri menulis. Akan tetapi, kita harus mulai menulis. Ketika menulis membutuhkan referensi dan sumber-sumber bacaan, saat itulah kita ‘dipaksa’ untuk membaca. Jadi gerakan gemar membaca tidak bisa harus didahului dengan gerakan gemar menulis.

[Teks: Hilmy Nugraha]