TUHAN PUN BERLARI

SEPERTINYA baru kemarin Kenduri Cinta edisi Februari 2023 digelar, berjarak kurang dari sebulan, Maiyahan di Taman Ismail Marzuki sudah kembali digelar di awal Maret ini. Entah kebetulan atau tidak. Awal Maret ini memang agenda Komunitas Kenduri Cinta cukup padat. Forum Reboan yang biasanya digunakan untuk kumpul rutin setiap minggu, sedikit diubah konsepnya menjadi Doa dan Tahlil 40 hari berpulangnya Cak Fuad. Kemudian, di tanggal 4 Maret sudah diagendakan untuk mengadakan ziarah ke makam Syeikh Nursamad Kamba, karena di bulan Maret 2023 ini bertepatan dengan 1.000 hari berpulangnya beliau. Meskipun, tepat di hitungan ke-1.000-nya jatuh di tanggal 16 Maret 2023. Penggiat Kenduri Cinta memutuskan untuk mengadakan ziarah makam di akhir pekan minggu pertama Maret.

Awalnya, Kenduri Cinta edisi Maret ini akan digelar di tanggal 10 Maret 2023. Pas di Jum’at kedua, sesuai jadwal regulernya.  Dan jadwal ini sudah diinformasikan juga ke Koordinator Simpul Maiyah, untuk dilaporkan rutin agenda bulanan. Tapi, rencana tinggal rencana. Di akhir Februari lalu, penggiat Kenduri Cinta diinformasikan oleh pengelola Taman Ismail Marzuki bahwa di tanggal 10 Maret area Plaza Teater Besar tidak bisa digunakan oleh Kenduri Cinta dikarenakan ada event lain yang sudah terjadwal.

Opsi yang diberikan, mundur ke tanggal 24 Maret 2023. Terlalu jauh jaraknya. Jika dipaksakan mundur ke minggu ketiga, maka akan bertabrakan dengan gelaran Mocopat Syafaat di Yogyakarta di tanggal 17 Maret 2023. Ada satu kesepakatan di internal Komunitas Kenduri Cinta bahwa tidak akan menyelenggarakan Maiyahan jika hari atau tanggal yang dipilih bersamaan dengan Maiyahan di Simpul-simpul Maiyah utama; Padhangmbulan, Mocopat Syafaat, Gambang Syafaat, Kenduri Cinta dan Bangbang Wetan. Hanya urusan etik saja, agar tidak bertabrakan jadwalnya.

Keputusan harus segera diambil saat informasi itu datang. Dalam hitungan jam, koordinasi internal dilakukan. Seperti biasanya, penggiat Kenduri Cinta menyiapkan skenario-seknario untuk beberapa kemungkinan; geser hari, ke 1-2 hari setelah Jum’at misalnya, atau dimajukan, di hari Senin atau Selasa, misalnya. Tetapi, opsi itu ternyata tidak memungkinkan juga, karena sudah ada event lain yang terjadwal di TIM. Setelah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait di UP PKJ Taman Ismail Marzuki, termasuk dengan Pak Vero selaku kepala UP PKJ TIM saat ini. Akhirnya, Kenduri Cinta diputuskan untuk digelar di tanggal 3 Maret 2023 dengan lokasi yang juga bergeser ke Plaza Teater Kecil. Alhamdulillah.

Tetap di hari Jum’at, meskipun harus maju ke minggu pertama. Sehingga, di awal Maret ini, agenda Komunitas Kenduri Cinta terlihat sangat padat. Di Reboan pertama (1/3), diselenggarakan Doa dan Tahlil 40 hari berpulangnya Cak Fuad. Kemudian di hari Jum’at (3/3), Kenduri Cinta edisi Maret digelar. Dan di hari Sabtu (4/3), ziarah ke makam Syeikh Nursamad Kamba.

Sejak siang hari, teman-teman penggiat Kenduri Cinta sudah stand by di Taman Ismail Marzuki. Mengawal pemasangan tenda dan penataan sound system. Sekira ba’da Ashar, hujan deras mengguyur Jakarta. Sempat reda menjelang Maghrib, kemudian hujan kembali turun dengan instensitas yang juga deras menjelang Isya’. Terpal pun belum bisa digelar. Air menggenang di area Plaza Teater Kecil TIM, sehingga perlu dibersihkan terlebih dahulu genangannya sebelum menggelar terpal untuk alas duduk. Alhamdulillah, sekitar pukul 19.30 hujan sudah reda, terpal bisa digelar, Maiyahan pun bisa dimulai meskipun sedikit mundur dari rundown yang sudah disusun.

Sekitar jam 20.00 WIB, Kenduri Cinta dimulai dengan Tadarrus Al Qur`an dilanjutkan dengan wirid dan sholawat. Setelahnya, sesi mukadimah digelar untuk sekilas mengulas tema yang diangkat. Kali ini, Kenduri Cinta mengangkat tema “Tuhan Pun Berlari”. Sebuah tema yang cukup berani, dengan menyematkan “Tuhan”. Tapi, dulu juga pernah ada tema “Tuhan di Balik Jeruji” di Kenduri Cinta. Sepertinya, tema kali ini lebih halus. Untuk sedikit menjelaskan mengenai tema ini, sudah diulas dalam rilis Mukadimah Kenduri Cinta sehari sebelumnya.

“Teknologi bukan hanya tentang data atau dunia digital. Kita semua sekarang sangat bergantung dengan teknologi digital. Disruption terjadi dalam penggunaan teknologi saat ini“
Ian L. Betts, Kenduri Cinta (Maret, 2023)

Artificial Intelligence, Climate Change, Democracy, Religious Movement

MALAM ITU Tri Mulyana membuka diskusi sesi pertama. Sebagai moderator, Tri melandasi bahwa tantangan zaman semakin besar, dan harus kita respons. Sebagai Jamaah Maiyah, Tri menekankan bahwa salah satu hal yang dibangun oleh Cak Nun melaui Maiyahan di Kenduri Cinta adalah people development. Kita tidak bisa memastikan apa yang akan terjadi pada 10-15 tahun yang akan datang, tetapi setidaknya kita harus bisa menyiapkan diri kita untuk menyongsong tahun-tahun itu. Pada awal sesi ini, Ali Hasbullah menyampaikan bahwa untuk memahami perkembangan dunia, maka kita harus melakukannya dengan belajar dan bekerja keras untuk mencari pengetahuan. Salah satu upaya yang kita lakukan di Kenduri Cinta ini adalah sebuah langkah kongkretnya. Kita datang ke forum ini untuk sinau bareng, belajar satu sama lain. “Kita bareng-bareng belajar untuk memahami apa yang sedang kita hadapi di dunia ini walaupun kebanyakan di luar kontrol kita”, ungkap Ali.

Ian L. Betts, malam itu juga hadir dan berbagi ilmu. Ia juga kagum dengan semangat teman-teman jamaah yang hadir malam itu. Ian sendiri menuju Taman Ismail Marzuki menggunakan sepeda motor, ojek, karena tidak memungkinkan menggunakan mobil, pasti akan tejebak kemacetan di sepanjang jalan menuju Cikini. Wajah-wajah sumringah tampak sangat membahagiakan malam itu, Ian mengapresiasi semua yang hadir, karena semua memiliki pengorbanannya masing-masing. Termasuk juga penggiat Kenduri Cinta.

“Kita akan membahas beberapa hal yang memang memberikan efek perubahan yang sangat drastis dalam kehidupan kita pada beberapa tahun ini”, Ian membuka paparannya. Ian menjelaskan bahwa teman-teman Maiyah harus membuka mata dan harus mengerti serta memahami banyak hal yang memang mempengaruhi kehidupan manusia saat ini. Ian menambahkan, konflik Rusia-Ukraina adalah salah satu fenomena yang tidak diprediksi sebelumnya. 2 tahun yang lalu tidak ada yang mengira bahwa Rusia akan menginvasi Ukraina. Dampak dari invasi ini ternyata meluas ke seluruh penjuru dunia. Supply chain untuk beberapa kebutuhan pokok yang menjadi kekuatan ekspor Ukraian dan Rusia pun terdampak. Negara-negara yang bergantung pada Rusia dan Ukraina turut merasakan efek secara ekonomi akibat invasi tersebut. Inflasi ekonomi tidak bisa dihindari, kenaikan harga pun harus kita rasakan untuk beberapa barang.

Ian menambahkan bahwa perubahan iklim (climate change) tidak bisa dipisahkan dengan bagaimana energi listrik diproduksi. Saat ini, kita mengetahui bahwa untuk memproduksi energi listrik dihasilkan dengan membakar batu bara, minyak bumi atau gas. Dan saat ini, salah satu energi yang sedang dibahas di beberapa negara adalah energi listrik. Beberapa negara, termasuk Indonesia mulai mengkampanyekan penggunaan energi listrik agar menggeser kebutuhan energi fosil yang sebelumnya kita sangat bergantung, untuk kemudian bergeser menggunakan energi listrik. Termasuk beberapa proyek geotermal yang sudah mulai dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia.

Di Indonesia sendiri kita sangat bergantung dengan industri batu bara untuk proses produksi energi listrik. Meskipun juga ada peluang untuk memanfaatkan energi panas bumi sebagai bahan utama dalam memproduksi listrik, namun belum dimaksimalkan dengan optimal untuk saat ini. Masih ada banyak hal yang perlu dibenahi.

Selain energi, satu hal yang penting untuk kehidupan manusia saat ini adalah teknologi. “Teknologi bukan hanya tentang data atau dunia digital. Kita semua sekarang sangat bergantung dengan teknologi digital. Disruption terjadi dalam penggunaan teknologi saat ini”, Ian melanjutkan sembari menjelaskan bahwa teknologi menjadi poin penting dalam kehidupan manusia saat ini. Banyak hal yang sangat memudahkan manusia dengan perkembangan teknologi saat ini. Dan memang, keamanan data dgital menjadi salah satu concern yang utama saat ini. Indonesia belum memberikan jaminan keamanan datanya kepada warga negaranya, sehingga masih ada rasa tidak aman bagi warga negara terhadap keamanan data pribadinya saat ini. Sementara pengguna internet saat ini begitu bebasnya mengupload data-data digital setiap hari, dari gadget masing-masing. Hampir semua platform digital merekam aktivitas internet kita sehari-hari. Ada milyaran data yang mereka rekam kemudian mereka olah sedemikian rupa untuk kemudian dimanfaatkan. “Jadi, data digital itu sangat penting, setiap hari selalu ada saja perubahan-perubahan yang terjadi”, tegas Ian.

“Anda sendiri yang memegang masa depan anda. Anda sendiri yang memegang kontrol terhadap data digital anda sendiri”, Ian mengingatkan kepada jamaah Kenduri Cinta malam itu agar semakin aware terhadap aktivitas digitalnya masing-masing. Karena dunia digital saat ini juga menjadi salah satu tema yang sangat penting dalam kehidupan sosial bermasrakat dan bernegara. Termasuk mengenai Artificial Intelligence dan algoritma di internet, yang sedemikian canggihnya dikembangkan oleh para inovator saat ini. Ian mengingatkan jangan sampai kita dikendalikan oleh teknologi, tetapi justru kita yang harus mengendalikan teknologi agar bisa kita manfaatkan untuk hal-hal yang baik dan bermanfaat bagi kita semua.

Hal yang sama juga terjadi dalam dunia robotics. Perkembangan dunia robot juga semakin canggih, bahkan sudah sampai pada tahap nano robotics yang tidak terlihat secara kasat mata. Teknologi ini sudah digunakan dalam dunia kesehatan. Kecanggihan dari robot saat ini bahkan sudah mencapai pada tahap robot menciptakan robot, sehingga bukan lagi manusia yang menciptakan robot. Meskipun pada level tertinggi, tetap membutuhkan manusia untuk menanam logic dari robot tersebut, tetapi setidaknya ada sekian tahapan yang dipangkas, yang secara tidak langsung mengurangi penggunaan sumber daya manusia, yang pada akhirnya berdampak pada berkurangnya lapangan pekerjaan bagi manusia.

“Saat Rasulullah SAW datang ke Madinah, yang dilakukan adalah merangkul penduduk Madinah, bukan menaklukannya. Semua sumber daya yang ada di Madinah dikelola bersama untuk kepentingan bersama. Puncaknya, Rasulullah SAW menyusun Piagam Madinah sebagai undang-undang konstitusi yang mengokomodir seluruh kepentingan bersama“
Fahmi Agustian, Kenduri Cinta (Maret, 2023)

BERBICARA mengenai ekonomi dunia, Ian menjelaskan bahwa World Economyc Forum yang berlangsung setiap tahun sebenarnya sangat berguna bagi kehidupan manusia saat ini. Mau tidak mau, menurut Ian, kita semua bergantung pada sumber daya kapital dunia. Karena melalui World Economic Forum ini setiap tahun akan dirilis laporan mengenai resiko terbesar yang akan dihidapi oleh dunia dalam menghadapi krisis. Seperti yang terjadi 2 tahun terakhir, saat pandemi Covid-19, selain adanya krisis kesehatan salah satu resiko yang dihadapi juga adalah krisis pangan.

Selain hal-hal diatas, ada juga tema perubahan iklim yang selalu menjadi bahan perbincangan diskusi di berbagai forum saat ini. “Perubahan iklim saat ini terjadi karena dua sebab; sebab alami dan sebab dari perilaku manusia”, Ian L. Betts menambahkan. Salah satu sebab yang dilakukan oleh manusia adalah konsumsi batu bara dan minyak bumi yang terlampau tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. “Tidak  ada teknologi manusia yang mampu menghentikan perubahan iklim”, tandasnya. Sementara itu, Ian menambahkan bahwa ada juga hal-hal lain yang tetap harus kita waspadai mengenai konflik yang terjadi karena disebabkan oleh hal-hal yang berkaitan dengan ideologi dan agama.

Dalam kehidupan berpolitik, ada hal yang menarik yang digarisbwahi oleh Ian L. Betts. Ada banyak kecenderungan negara-negara di dunia meninggalkan demokrasi, kemudian beralih pada sistem otokrasi. Meskipun belum secara terang-terangan, tetapi secara praktiknya sudah dilakukan. Tantangan-tantangan itu yang sedang kita hadapi saat ini. Tinggal bagaimana kita di Maiyah mempersiapkan diri kita untuk merespons fenomena tersebut.

Sebelum jeda musik, ada beberapa pertanyaan mengenai Gazwl Fikri (Perang pemikiran) dan juga Social Humaniora yang mungkin terdampak pada kecanggihan Artificial Intelligence yang ada saat ini atau yang akan dikembangkan kedepannya.

Semakin malam, forum semakin serius pembahasannya. Untuk memberi jeda, grup musik Bedur Pandan Nanas membawakan beberapa nomor lagu. Menyegarkan suasana forum yang semakin berat bahasannya. Setelah penampilan Bedur, Tri Mulyana mempersilakan Cak Nun untuk bergabung di panggung utama. Cak Nun sebenarnya sudah hadir beberapa saat ketika forum dimulai, dan memilih untuk duduk di belakang panggung, turut menyimak paparan-paparan di sesi awal diskusi.

Ada jamaah yang bertanya mengenai perang pemikiran (gazwl fikri) dan juga perang fisik, seperti yang terjadi di Ukraina saat ini. Sementara, dengan adanya media sosial saat ini membuat perang pemikiran semakin liar. Ian L. Betts merespons bahwa perang pemikiran sudah ada sejak zaman dahulu, dan memang bisa menimbulkan konflik antar negara. Dan salah satu hasil dari perang pemikiran adalah demokrasi. Meskipun tidak sempurna, demokrasi menjadi sebuah sistem yang diadopsi oleh banyak negara saat ini. Gagasannya, melalui demokrasi adalah bahwa semua orang berhak untuk bersuara dan memiliki derajat yang sama. Perang fisik yang terjadi di Ukraina saat ini memberi dampak yang cukup besar, bahkan berdampak kepada negara-negara lain di dunia yang tidak terlibat konflik.

“Sekira 20 tahun terakhir, paradigma dunia memang dipimpin oleh pemikiran barat”, Ian L. Betts menambahkan. Menyuplik salah satu buku karya Samuel P. Huntington yang berjudul “The Clash Of Civilizations And The Remaking Of World Order”, dalam buku ini dijelaskan bahwa ada ideologi besar di dunia baik barat maupun timur yang memang sedang mengalami konflik. Yang secara tidak langsung mempengaruhi society di negara-negara di dunia. Ian juga menambahkan, dari buku yang lain yang ditulis oleh Francis Fukuyama yang berjudul “The End Of History And The Last Man” yang didalamnya mengulas bahwa tidak da kemungkinan untuk lahir lagi ideologi yang lebih baik dari demokrasi yang mampu mengakomodir kehidupan sosial budaya masyarakat di dunia saat ini. Tetapi memang, ada banyak hal yang kemudian luput dari penelitian. Ian mencontohkan bagaimana konflik Rusia-Ukraina saat ini sama sekali tidak ada yang memprediksi sebelumnya, dan faktanya gejolak konflik dua negara itu sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi dan politik dunia saat ini.

“Untungnya di Indonesia, rakyatnya mampu bersatu saat peristiwa reformasi”, Ian L. Betts memiliki pandangan bahwa Indonesia memiliki iklim sosial masyarakat yang sangat baik. Sejarah Reformasi 1998 membuktikan bahwa rakyat Indonesia mampu bangkit dari keterpurukan ekonomi dan politik. 25 tahun berlalu setelah Reformasi 1998, Ian L. Betts melihat bahwa rakyat Indonesia tetap bersatu. Dalam pandangannya, rakyat Indonesia memiliki kedewasaan yang sangat matang. Dan Maiyah menurutnya turut menyumbang proses kematangan itu.

Ditekankan oleh Ian L. Betts, secara demografi penduduk Indonesia adalah sebuah negara dengan jumlah penduduk terbanyak no 4 di dunia. Dengan sekian banyak pengalaman dan perjalanan yang dilalui, Ian L. Betts menyampaikan kekagumannya terhadap ketangguhan rakyat Indonesia yang sanggup untuk hidup rukun hingga hari ini. Ada gejolak politik, itu adalah sebuah kewajaran dalam hidup bernegara.

“Tidak  ada teknologi manusia yang mampu menghentikan perubahan iklim“
Ian L. Betts, Kenduri Cinta (Maret, 2023)

MERESPONS pertanyaan mengenai tantangan climate change, Ian L. Betts menjelaskan bahwa ada negara-negara yang memang akan sangat terdampak dengan perubahan iklim. Salah satunya adalah Maladewa, yang diprediksi menjadi salah satu negara yang hilang karena air laut akan menenggelamkan negara itu suatu saat nanti. Dan seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwa tidak ada satupun teknologi buatan manusia yang mampu menghentikan fenomena perubahan iklim ini. Salah satu sebabnya adalah karena dunia terlalu bergantung pada sumber energi fosil dan batu bara, sehingga suhu bumi sendiri bertambah setiap tahunnya.

Ian L. Betts sedikit menambahkan respons pertanyaan sebelumnya. Bahwa menurutnya, AI bukan sebuah ancaman yang menakutkan bagi peradaban manusia. Yang kita perlukan adalah mempersiapkan diri kita masing-masing untuk mampu beradaptasi dengan kecanggihan teknologi. Dan ditegaskan oleh Ian L. Betts, dibutuhkan keseimbangan ilmu sosial dan sains untuk merespons tantangan global saat ini. Tidak hanya bisa dihadapi oleh ilmu sosial saja, atau ilmu sains saja. Harus keduanya.

Teknologi saat ini berkembang dengan pesat, salah satu hal yang cukup ramai dibahas akhir-akhir ini adalah mengenai kecerdasan buatan (artificial intelligence). Salah satu platform yang sedang ramai digunakan adalah OpenAI ChatGPT. Melalui platform tersebut, kita bisa menanyakan banyak hal kepada AI, berdiskusi tentang sebuah isu, bahkan meminta AI untuk membuat sebuah naskah pidato pun bisa dilakukan. Apakah kondisi ini akan menjadi ancaman bagi kehidupan manusia?

Merespons pertanyaan seorang jamaah mengenai ancaman AI dalam sektor dunia kerja, Ali Hasbullah menjelaskan bahwa memang AI akan berdampak pada dunia kerja, akan ada pekerjaan-pekerjaan yang kemudian akan digantikan oleh AI. Seperti customer service, misalnya. Meskipun saat ini sudah ada teknologi berupa ChatBot, tapi teknologi itu akan semakin disempurnakan oleh AI dalam beberapa waktu yang tidak lama lagi. Bahkan, sedang dikembangkan teknologi pemrograman bagaimana mesin mampu memiliki kepekaan rasa dan ekspresi seperti manusia. Entah bagaimana jadinya nanti teknologi tersebut diwujudkan.

Saat ini juga memang sudah ada teknologi yang memungkinkan robot memasak sebuah menu makanan karena memang sudah ditanam sebuah program AI untuk memasak menu-menu makanan yang cukup populer. Seperti halnya juga para programmer yang bisa jadi tidak lama lagi akan tersingkirkan oleh AI ini. Hanya dibutuhkan seorang yang ahli dalam menyusun logika dari sebuah pemrograman, AI akan mudah menyusun susunan coding yang diminta. Yang dibutuhkan oleh AI adalah creative thingking dari manusia itu sendiri yang belum akan mudah digantikan. Menurut Ali, creative thingking ini dibangun dengan kemandirian berfikir yang di Maiyah kita sudah membiasakan itu. “Yang dibutuhkan oleh manusia saat ini adalah meredefinisi ulang atas potensi dan kemampuan yang ia miliki agar menjadi relevan seiring dengan berkembangnya AI”, pungkas Ali.

Tri Mulyana menyambung paparan Ian L. Betts dan Ali Hasbullah, bahwa tema-tema yang lebih spesifik akan dibahas di Kenduri Cinta edisi berikutnya. Ditambahkan oleh Tri Mulyana, salah satu negara yang mampu beradaptasi dengan guliran perubahan zaman yang terjadi saat ini adalah Ethiopia. Dulu negara ini dikenal sebagai salah satu negara yang miskin, tapi saat ini menjadi salah satu negara penghasil biji kopi terbesar di dunia.

Fahmi Agustian kemudian sedikit mengantarkan sebelum Cak Nun. Sepaham dengan Ian L. Betts, Fahmi menilai bahwa AI bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Tidak semua hal dalam lini peradaban manusia. Termasuk Maiyahan ini, tidak mungkin bisa digantikan oleh AI. Nuansa forumnya, atmosfer keberagamannya, samudera ilmunya, tidak akan tergantikan oleh AI. Karena yang kita cari bersama-sama di Kenduri Cinta adalah kegembiraan. Karena rumusnya teknologi adalah: Technology doesn’t want to be good. It doesn’t want to be bad, it’s neutral. Teknologi tidak bertujuan agar terlihat bagus, ia hanya ingin tidak terlihat buruk, itu naturalnya teknologi. Maka teknologi akan terus berinovasi, semakin hari akan ada saja kecanggihan-kecanggihan yang lahir dari teknologi. Teknologi secanggih apapun akan ada saja barier-nya. Jangan sampai kita kalah dengan teknologi.

“Kita hadir di Kenduri Cinta ini, yang kita cari adalah kegembiraannya. Atmosfer yang terbangun di Kenduri Cinta adalah suasana yang selalu kita rindukan, itulah salah satu alasannya kenapa kita datang ke Kenduri Cinta ini”, Fahmi melanjutkan sembari menceritakan agenda Komunitas Kenduri Cinta yang dalam seminggu di awal Maret ini cukup padat. Dimulai dari Reboan yang diselenggarakan secara khusus untuk Tahlilan 40 hari berpulangnya Cak Fuad, kemudian setelah Kenduri Cinta di hari Sabtu (4/3), sudah diagendakan pulan ziarah ke makam Syeikh Nursamad Kamba dalam rangka memperingati 1.000 hari berpulangnya beliau.

Fahmi kemudian sedikit mengulas buku terakhir karya Syeikh Nursamad Kamba; “Mencintai Allah Secara Merdeka”, sebuah buku yang ditulis sebelum beliau wafat, yang kemudian beliau khususkan sebagai buku pegangan Jamaah Maiyah, yang memang di dalam buku tersebut disarikan oleh Syeikh Nursamad Kamba ilmu-ilmu yang selama ini beliau sampaikan di forum-forum Maiyah seperti Kenduri Cinta. Tema-tema tasawuf, siroh nabawiyah hingga prinsip jalan kenabian ditulis lengkap oleh beliau dalam buku tersebut.

“Saat Rasulullah SAW datang ke Madinah, yang dilakukan adalah merangkul penduduk Madinah, bukan menaklukannya. Semua sumber daya yang ada di Madinah dikelola bersama untuk kepentingan bersama. Puncaknya, Rasulullah SAW menyusun Piagam Madinah sebagai undang-undang konstitusi yang mengokomodir seluruh kepentingan bersama”, lanjut Fahmi. Sejalan dengan itu, salah satu yang diharapkan oleh Cak Nun melalui Maiyah adalah agar kita bersama-sama mampu membangun serambi Madinah di dalam lingkungan kita masing-masing.

“Kerusakan yang terjadi di dunia ini terjadi karena ketidakmauan manusia untuk bermodulasi dengan kemauan Tuhan“
Emha Ainun Nadjib, Kenduri Cinta (Maret, 2023)

Hidup nomor satu adalah keindahan

 “Kalau bisa, dalam satu tahun ke depan ada pembahasan khusus mengenai AI di Kenduri Cinta”, Cak Nun mengawali paparannya, yang sejak diskusi sesi awal berlangsung ikut menyimak dari belakang panggung, dengan pembahasan yang sangat banyak, Cak Nun menyarankan agar tema-tema seperti AI, Humaniora dan yang lain-lainnya dibahas secara khusus tematik setiap bulannya. Cak Nun kemudian mengingatkan jamaah yang hadir malam itu untuk membuka Surat Al Mu’minun ayat 115-118, yang juga merupakan salah satu wirid Maiyah yang sering kita baca. Afahasibtum annamaa kholaqnaakum ‘abatsan wa annakum ilainaa laa turja’uun, fata’alallahu-l-maliku-l-haqqu laa ilaaha illa huwa robbu-l-‘arsyi-l-kariim, wa man yad’u ma’allahi ilaahan aakhoro laa burhaana lahu bihi fainnama hisabuhu ‘inda robbihi innahuu laa yuflihu-l-kaafiruun.

Mentadabburi ayat ini, Cak Nun menegaskan bahwa yang terjadi di dunia saat ini bukanlah perang pemikiran, melainkan perang nilai. Salah satu resonansi dari pemikiran manusia adalah nilai. Cak Nun mengingatkan bahwa manusia itu pengetahuannya sangat terbatas, maka janganlah berlaku sombong, karena pengetahuan yang dimiliki oleh manusia hanyalah sedikit saja dari keseluruhan pengetahuan di alam semesta.

Manusia itu hanya diberi sedikit saja percikan ilmu dari Allah, kemudian merasa paling mampu melakukan banyak hal. Cak Nun mengingatkan bahwa kita sebagai ciptaan Allah itu tugasnya hanya nganut (ikut) aturan mainnya Allah. Kerusakan yang terjadi saat ini bukan bikinan manusia, menurut Cak Nun kerusakan ini terjadi karena kekeliruan manusia dalam beradaptasi dengan keinginan Tuhan. “Kerusakan yang terjadi di dunia ini terjadi karena ketidakmauan manusia untuk bermodulasi dengan kemauan Tuhan”, tegas Cak Nun.

“Manusia itu bergitu kerdilnya jika dibanding dengan kekuasaan Allah SWT”, lanjut Cak Nun. Menurut beliau, sepandai-pandainya manusia dalam menemukan inovasi ilmu, hanya pada sebatas pencapaian akal saja, tidak mampu menjangkau dimensi ruh. Cak Nun mencontohkan mengenai koordinat letak posisi kita di bumi. Koordinat itu adalah patokan yang dibikin manusia, sehingga tidak bisa disamakan dengan kondisi saat kita mempertanyakan; di mana Allah? Karena Allah itu ada di mana-mana, di semua tempat yang kita sebut koordinat. Bahkan Allah itu lebih dekat dari urat nadi dalam tubuh kita.

Cak Nun sedikit mengulas mengenai ilmu hayat. Bahwa kehidupan yang sesungguhnya itu tidak bisa dilihat dengan kasat mata. Cak Nun mengilustrasikan seperti sebuah pohon. Dalam struktur fisik pohon terdapat akar, batang, daun, dahan, ranting dan sebegainya. Tetapi bukan itu kehidupan dari pohon. Kehidupan yang sebenarnya adalah proses bertumbuhnya pohon itu sendiri, yang tidak bisa kita lihat secara kasat mata. Seperti halnya aliran air di sungai, yang bisa kita rekam adalah wujud airnya bukan aliran airnya.

Kembali ke surat Al Mu’minun tadi, Cak Nun memperingatkan jamaah Maiyah agar jangan sampai terjebak dengan teknologi. Membayangkan betapa dahsyatnya AI yang berkembang pesat saat ini sangat mungkin jika kelak AI dituhankan oleh manusia. Maka Cak Nun mengajak kita mentadabburi surat Al Mu’minun 115-118 tadi, di dalam susunan ayat itu terdapat kalimat wa man yad’u ma’allahi ilaahan aakhoro laa burhaana lahu bihi fainnama hisabuhu ‘inda robbihi. Sebuah peringatan keras dari Allah, jika sampai pada akhirnya manusia tidak bertuhan kepada Allah, maka ia akan berhadapan dengan hisab Allah.

“Hidup itu nomor satu adalah keindahan”, Cak Nun melanjutkan. Selama ini, kebanyakan dari kita menggunakan konsep bahwa hidup itu harus baik dan benar. Cak Nun di Maiyah menekankan bahwa yang lebih tinggi dari kebenaran dan kebaikan adalah keindahan. Dicontohkan oleh Cak Nun, salah satu keindahan dalam hidup adalah pernikahan antara laki-laki dengan perempuan.

Cak Nun kemudian memantik diskusi dengan lontaran pertanyaan; Saat Indonesia merdeka, yang saat itu terdiri dari berbagai kerajaan-kerajaan, apakah kondisi dunia saat itu sudah memasuki globalisasi? Menurut Anda semua, Indonesia sebenarnya sudah pernah siap atau belum untuk masuk globalisasi? Jadi sebenarnya kita sebagai negara Indonesia ini belum siap untuk memasuki perang globalisasi. Sejalan dengan itu, Cak Nun melemparkan pertanyaan selanjutnya; Apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh Negara, Pemerintah, Rakyat dan Manusia untuk bisa bertahan atau berfungsi positif di dalam perang globalisasi ini?

Mengenai tantangan kedepan, Cak Nun mengatakan bahwa Maiyah harus berani menentukan sikap dimana posisinya. Menghadapi kecanggihan AI yang akan terus berevolusi, juga mengenai demokrasi yang semakin dikreatifi oleh pemerintah sebagai sistem sebuah negara. Pada posisi ini Cak Nun berpesan bahwa jamaah Maiyah harus siap dengan segala kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dalam rentang waktu interval 2 tahun, 5 tahun dan 10 tahun ke depan. Cak Nun tidak menjelaskan spesifik apa saja yang akan terjadi pada rentang interval waktu tersebut, tetapi Cak Nun mengajak jamaah Maiyah untuk waspada terhadap berbagai kemungkinan-kemungkinan. Dengan kita membincangkan AI, setidaknya kita sudah menanamkan kesadaran dalam diri kita untuk waspada terhadap AI dan evolusinya serta inovasinya dalam beberapa tahun ini.

Berbicara mengenai demokrasi saat ini, Cak Nun memiliki pandangan bahwa pada faktanya demokrasi saat ini adalah gabungan dari aritokrasi, otokrasi, oligarki dan konglomerasi. Sementara Kerajaan menjadi usang dan dianggap kuno oleh manusia. Sementara menurut Cak Nun akan ada kemungkinan bahwa sebuah Kerajaan akan dipimpin oleh seorang Raja yang tidak berdasarkan nasab atau keturunan, melainkan yang menjadi Raja adalah orang yang paling mengerti masalah dunia dan mengerti bagaimana memimpin bangsanya untuk mengantisipasi globalisasi saat ini.

Cak Nun kemudian mengajak jamaah untuk mendaftari dari hal-hal yang mendasar di Maiyah. Misalnya, apa yang kita cari di Maiyah? Sebelumnya disebutkan oleh Fahmi bahwa yang dicari di Maiyah adalah kegembiraan. Cak Nun mendapati fakta bahwa yang ditemukan di Maiyah bukan hanya kegembiraan, namun juga kebahagiaan. Ketika Maiyahan berlangsung di berbagai daerah, yang didatangi oleh Cak Nun dan KiaiKanjeng, berjubel masyarakat memadati area, dari berbagai latar belakang, bukan hanya lintas profesi, tetapi juga lintas usia. Dari yang balita, muda, dewasa hingga orang-orang tua, dan semua menampakkan raut wajah yang membahagiakan.

Satu hal yang disyukuri oleh Cak Nun adalah bahwa Maiyah secara demografi telah melahirkan regenerasi yang cukup banyak. Jika kita melihat catatan sejarah Maiyah itu sendiri, lahirnya Padhangmbulan di tahun 1993 kemudian melahirkan Mocopat Syafaat di Yogyakarta tahun 1999, Gambang Syafaat di Semarang tahun 1999, Kenduri Cinta di Jakarta tahun 2000 dan Bangbang Wetan di Surabaya tahun 2006. Dalam perjalanan itu lahir pula Papperandang Ate di Mandar sebelum Reformasi, kemudian ada Pengajian Tombo Ati, Haflah Sholawat dan lain sebagainya yang kemudian saat ini juga menyebar melalui simpul-simpu Maiyah di berbagai daerah, dengan penyesuaian-penyesuaian kultur masyarakatnya.

“Maka kemudian harus kita cari kesiapan kita di Maiyah untuk menghadapi globalisasi itu sendiri”, Cak Nun melanjutkan bahwa regenerasi Maiyah yang sudah berkembang sedemikian rupa harus pula dicari kristalisasi ilmunya untuk semakin memantapkan diri setiap individu orang Maiyah dalam menghadapi pusaran globalisasi saat ini.

Cak Nun kemudian mencuplik Surat Al Baqoroh 186; wa idza sa alaka ‘ibaadii ‘annii fa innii qoriibun ujiibu-d-da’wata daa’ii idzaa da’aanii fa-l-yastajiibuu lii wa-l-yu’minuu bii la’allahum yarsyuduun. Cak Nun menggarisbawahi kata da’aanii, menurut Cak Nun kata tersebut adalah do’a, dan menurut Cak Nun, jika kita menarik dari asal kata itu sendiri, do’a itu bukan meminta, melainkan menyapa atau memanggil. Tetapi, lebih tepat menyapa, karena tidak etis juga jika kemudian kita memaknai memanggil saat kita berdo’a kepada Allah. Karena ada kata lain dalam bahasa Arab yang memiliki arti meminta; tholaba-yathlubu. Cak Nun menegaskan demikian agar kita tidak salah memahami, bahwa kata do’a itu sebenarnya adalah menyapa, maka kita berdo’a kepada Allah itu dalam rangka kita menyapa Allah, bermesraan kepada Allah. Dan juga kemudian kita mengenal istilah dakwah, yang artinya juga semacam mekanisme persapaan antara sesama manusia, namun di Indonesia kata dakwah difahami sebagai makna yang lain. “Jadi saat anda berdo’a adalah upacara anda saat menyapa Allah. Anda bersaksi bahwa Dia ada dan anda mencintai Dia, maka anda menyapa Dia. Jadi do’a itu menurut saya adalah menyapa Allah”, lanjut Cak Nun.

Salah satu keindahan Maiyah menurut Cak Nun adalah bagaimana para pelaku Maiyah itu sendiri gembira dalam menyelenggarakan Maiyahan. Cak Nun bercerita, saat di belakang panggung, ketika baru datang langsung dibikinkan teh dan kopi, lalu disajikan beberapa kudapan jajanan pasar. Dan saat Cak Nun ditanya ingin makan apa, Cak Nun menjawab ingin ketan susu kemayoran, teman-teman penggiat kemudian memesankan ketan susu kemayoran melalui aplikasi. Bagi Cak Nun, suasana gembira seperti ini yang menguatkan kita satu sama lain, sehingga kita saling rindu satu sama lain, tanpa alasan. “Di Maiyah kita kangen satu sama lain. Dan di Maiyah kita betul-betul kangen tanpa sebab, tanpa pamrih, benar-benar kangen yang sebenarnya. Sama seperti kangennya kita dengan Rasulullah SAW, kerinduan tanpa pamrih”, lanjut Cak Nun.

Betapa kita merindukan Rasulullah SAW, padahal kita tidak hidup bersama beliau, belum pernah bertatap muka sekalipun dengan beliau, belum pernah bersinggungan langsung dengan beliau, tidak pernah bercanda, tidak pernah merasakan kemesraan layaknya hubungan sosial antar manusia seperti yang kita alami saat ini satu sama lain. Tetapi, rasa kangen kita kepada Rasulullah SAW begitu mendalam, begitu menggebu-gebu. Percikan kerinduan seperti itulah yang kita rasakan bersama di Maiyah. Ada satu momen, dalam satu bulan, di mana kita berjumpa di satu tempat, dan kita merasa gembira dan bahagia. Dan setelah forum Kenduri Cinta selesai, kita sudah kembali merasakan kangen untuk berjumpa lagi.

“Kalau anda punya masalah, anda menjadi lebih jauh dari Allah atau menjadi lebih dekat?”, Cak Nun melempar pertayaan lagi kepada jamaah, yang serentak dijawab; “Lebih dekat”. Ternyata, masalah atau problem justru membuat manusia menjadi lebih dekat dengan Allah. Meskipun demikian, bukan berarti kemudian kita mencari-cari masalah. Maka Cak Nun memberi landasan bahwa saat kita menghadapi masalah, nomor satu yang harus kita lakukan adalah bersyukur kepada Allah, sehingga Allah menolong kita menghadapi masalah yang kita hadapi.

Cak Nun kemudian meminta penggiat Kenduri Cinta untuk membuka sesi workshop merespons pertanyaan Cak Nun sebelumnya; Apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh Negara, Pemerintah, Rakyat dan Manusia untuk bisa bertahan atau berfungsi positif di dalam perang globalisasi ini? 3 kelompok kemudian berdiskusi di belakang panggung, sementara mereka berdiskusi membahas pertanyaan dari Cak Nun, sembari memberi jeda ada Ricky and friends dari Komunitas Jazz Kemayoran yang malam itu membawakan beberapa nomor lagu.

“Kalau Sabrang mengatakan syahadat lebih penting daripada iman itu hanya pada satu level. Memang, menyaksikan atau bersaksi itu lebih empiris, lebih af’aliyah dibanding mempercayai. Tapi jangan lupa bahwa kenapa anda percaya, karena anda tidak bisa mengilmuinya. Karena anda tidak bisa merumuskannya secara ilmu“
Emha Ainun Nadjib, Kenduri Cinta (Maret, 2023)

SETELAH penampilan Ricky and Friends, perwakilan dari 3 kelompok tadi naik ka panggung untuk memaparkan hasil diskusi kelompoknya masing-masing. Hasbi, perwakilan dari kelompok pertama menyampaikan bahwa sebagai manusia kita harus sadar untuk membangun sumber daya yang kita miliki dan berdulat atas kemampuan kita masing-masing, sembari beradaptasi dengan perkembangan terkini tanpa melupakan siapa jati diri kita sendiri. Pertukaran budaya itu tidak bisa dihindari, mau tidak mau setiap bangsa akan saling bertukar budaya, kuncinya jangan sampai kita terbawa arus. Hal yang dibutuhkan oleh rakyat adalah semangat gotong royong agar menumbuhkan hubungan saling melengkapi satu sama lain. Sementara untuk Pemerintah, menurut Hasbi perlu untuk mengekomodir kebutuhan rakyat, bukan keinginan rakyat. Dan Pemerintah jangan mementingkan hasrat untuk berkuasa lebih lama, harus menurunkan egonya untuk selau ingin berkuasa. Sebagai Negara, disampaikan oleh Hasbi yang harus dilakukan adalah bahwa Negara harus percaya kepada rakyatnya, karena kemampuan rakyat Indonesia tidak terbantahkan kemampuannya. Dan yang lebih penting juga, Negara harus berdaulat atas sumber daya yang dimiliki untuk dikelola bersama demi kepentingan bersama.

Kelompok kedua, diwakii oleh Rino. Ia menyampaikan bahwa yang dibutuhkan oleh manusia dalam menghadapi globalisasi dan perkembangannya, termasuk AI ini adalah keterbukaan diri untuk beradaptasi dengan situasi yang ada. Jangan khawatir jika ada lapangan pekerjaan yang kemudian hilang karena adanya teknologi, karena kehidupan dunia begitu dinamis sehingga jika tertutup satu peluang, akan terbuka peluang yang lainnya. Rino mencontohkan bahwa kebutuhan sumber daya manusia untuk wilayah data scientist saat ini cukup tinggi kebutuhannya. Dan itu semua bisa dipelajari, bisa diasah kemampuannya, baik secara otodidak maupun dengan cara belajar di wilayah formal. Ada juga machine learning engineer, computer scientist engineer dan yang lainnya. Dan juga, ditegaskan kembali oleh Rino, bahwa kecanggihan AI itu berdasarkan dari basis data yang diinputkan oleh manusia, sehingga apa yang dilakukan oleh AI akan selalu berlandaskan basis data yang sudah diinput sebelumnya. Sama seperti Hasbi, Rino menyampaikan bahwa Negara harus fair kepada rakyat. Ketika teknologi berkembang dan membutuhkan sumber daya manusia yang potensial, maka Negara harus menjamin bahwa rakyat Indonesia adalah yang diutamakan terlebih dahulu untuk mengisi posisi-posisi yang dibutuhkan, bukan malah membuka lapangan kerja bagi WNA.

Cak Nun langsung merespons 2 kelompok pertama. “Anda semua harus siap untuk menjadi pemimpin yang baru”, Cak Nun menyalakan rasa optimisme kepada jamaah Kenduri Cinta yang hadir malam itu. Menurut Cak Nun, kita juga harus bisa mendaftari apa saja yang sudah kita dapatkan di Maiyah untuk kemudian bisa kita elaborasi dan kita sebarluaskan di lingkungan sekitar kita. Cak Nun menyampaikan, bahwa secara teoritis ada ungkapan Al Islaamu ya’lu wa la yu’la ‘alaihi. Cak Nun memaknai kalimat tersebut dengan pemahaman bahwa Islam itu akan mengatasi semuanya, dan itu juga bisa dimaknai bahwa kita sebagai ummat Islam adalah pelakunya. Kembali ke dalam Maiyah, menurut Cak Nun Maiyah adalah sebuah metode pembelajaran yang produknya sudah sedemikan banyak menyebar di berbagai tempat.

Tidak hanya di Kenduri Cinta saja, Cak Nun menyampaikan bahwa anak-anak Maiyah sudah mampu memberikan dampak yang positif di berbagai tempat. “Seperti Jazz, pedoman saya adalah kalau berbicara di depan banyak orang saya akan berbicara mengenai sesuatu hal yang belum diketahui oleh banyak orang”, Cak Nun melanjutkan. Metode yang dilakukan oleh Cak Nun ini dalam rangka membongkar kerangka berfikir kita yang sudah terlalu mainstream sehingga kita dipacu untuk berfikir diluar dari kebiasaan orang pada umumnya.

“Saya mohon temen-temen di Maiyah agar lebih serius, lebih shiddiq, lebih amanah, lebih tablligh sehingga bisa mendapatkan fathonah“, Cak Nun menandaskan dan kemudian menjelaskan bahwa fathonah itu bukan hanya kecerdasan saja, fathonah adalah hadiah dari Allah jika kita memenuhi 3 poin sebelumnya; shiddiq, amanah dan tabligh. “Nah yang sekarang harus anda lakukan adalah tabligh“, tegas Cak Nun.

Yang dimaksud dengan tabligh oleh Cak Nun adalah bagaimana agar kita mampu menyebarkan frekuensi Maiyah di sekitar kita, sehingga hal-hal yang positif dari Maiyah bisa tersalurkan kepada lingkungan di sekitar kita. Ditambahkan oleh Cak Nun, menyebarkan nilai-nilai Maiyah tidak harus dengan membuat Maiyahan seperti Kenduri Cinta sebulan sekali, tetapi bisa dilakukan dengan cangkruk di warung, ngobrol dengan orang-orang di sekitar kita, atau juga memanfaatkan teknologi dengan menyebarkan nilai-nilai Maiyah melalui platform-platform digital yang ada.

Menurut Cak Nun, tahap pertama dan kedua; shiddiq dan amanah, sudah kita lakukan. Shiddiq itu sungguh-sungguh, dan kita melakukan banyak hal di Maiyah ini sungguh-sungguh. Forum yang kita datangi setiap satu bulan sekali, kita sungguh-sungguh. Penggiat sungguh-sungguh dalam mempersiapkannya, teman-teman jamaah juga sungguh-sungguh menyimak paparan-paparan ilmu dari narasumber yang hadir, dan kita juga sudah amanah, kita bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan bersam di Maiyah. Tanggung jawabnya bermacam-macam bentuknya, kita menyampaikan sesuatu yang memang harus kita sampaikan, dan kita mempertanggungjawabkan atas apa yang kita sampaikan. Kita melakukan sesuatu di Maiyah dan kita bertanggungjawab atas apa yang kita lakukan.

“Anda fikir saya ini sekolah apa?”, Cak Nun merefleksikan dimensi fathonah yang dijelaskan sebelumnya. Bagi Cak Nun, fathonah atau kecerdasan yang dimiliki oleh beliau adalah hadiah dari Allah karena proses panjang dari perjalanan melewati proses shiddiq (sungguh-sungguh), amanah (tanggung jawab), dan tabligh (menyebarluaskan) secara istiqomah. Kita mengetahui, Cak Nun sering menceritakan bahwa beliau tidak pernah selesai dalam proses pendidikan formal. Beberapa kali harus diusir dari sekolah, bahkan saat di Gontor pun beliau diusir. Dan saat SMA di Jogja pun, beliau menduga proses kelulusannya adalah karena pihak sekolah tidak ingin kerepotan masih mengurus salah satu murid bernama Muhammad Ainun Nadjib, sehingga pada akhirnya Cak Nun diluluskan saat SMA. Dan saat melanjutkan kuliah di UGM pun, Cak Nun memilih untuk berhenti di semester pertama.

“Tidak setiap inisiatif anda lahir dari akal anda, kalau anda mau cari makanan ketoprak, itu mungkin hanya dari lidah anda atau memori akal anda. Tetapi ada banyak hal yang anda lakukan sehari-hari yang lahir justru dari subyek ruh mu”, Cak Nun melanjutkan. Kenapa di Maiyah kemudian ada istilah aktivasi ruh, itu dalam rangka mengaktivasi elemen yang ada dalam diri kita. Ditegaskan oleh Cak Nun, salah satu wirid utama dalam pembelajaran di Maiyah adalah Subhaanaka laa ilma lana illa maa ‘allamtana. Inna anta-l-‘aliimu-l-hakiim. Dan menurut Cak Nun, wirid yang diambil dari Surat Al Baqoroh ayat 32 ini adalah wiridan untuk segala sesuatu yang kita hadapi di dunia. Karena dengan wirid ini, kita menyadari bahwa kita memang manusia yang tidak mengetahui apapun kecuali yang diajarkan oleh Allah kepada kita, kecuali yang diilhamkan oleh Allah kepada kita.

Cak Nun kembali mengajak jamaah mentadabburi surat Al Mu’minun 115-118 yang disebutkan di awal tadi, bahwa peringatan Allah dalam ayat tersebut sudah sangat nyata. Bahwa Allah sendiri sangat sungguh-sungguh dalam menciptakan alam semesta dan seisinya, termasuk makhluk-makhluknya, termasuk manusia. Sementara manusia sendiri lupa bahwa hakikat dirinya sebenarnya adalah produk dari Allah, karena manusia adalah ciptaan Allah. Dan manusia, setelah merasa mampu menciptakan banyak hal, ia merasa bahwa dirinya adalah serba bisa untuk melakukan apa saja. Cak Nun mengingatkan agar kita jangan sampai menuhankan apapun selain Allah, karena kita tidak mungkin tidak kembali kepada Allah.

Ada satu pesan dari Cak Nun yang layak kita hikmahi bersama. Selama ini kita selalu bertanya kepada Cak Nun, kita selalu merasa bahwa Cak Nun adalah salah satu rujukan kita untuk bertanya, tentang banyak hal. Padahal, kita juga diberitahu oleh Cak Nun bahwa beliau sama sekali tidak memiliki latar belakang akademis yang biasanya menjadi acuan bagi orang-orang untuk menanyakan sesuatu. Misalnya, kalau kita bertanya mengenai penyakit kepada dokter, karena jelas bahwa dokter memang dia sekolah di jurusan kedokteran. Dan begitu juga untuk profesi lainnya.

Sementara Cak Nun, kita mengetahui bahwa Cak Nun bukan seorang sarjana, bukan seorang master juga bukan seorang doktor. Tetapi, Cak Nun selalu memiliki jawaban yang terkadang memang sesuai dengan pertanyaan yang kita sampaikan kepada beliau. Bagi Cak Nun, kemampuan itu dimiliki oleh Cak Nun karena sikap hidup yang sungguh-sungguh sudah dilakukan oleh Cak Nun sejak kecil. Dalam hal apapun, Cak Nun selalu sungguh-sungguh mengerjakannya, sehingga salah satu hasilnya adalah Cak Nun mampu menemukan jawaban atas setiap pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan kepada beliau.

Berlanjut ke kelompok ketiga yang diwakili oleh Bayu menyampaikan respons atas pertanyaan Cak Nun tadi bahwa yang dibutuhkan oleh individu, masyarakat, bangsa dan negara, jika dikristalkan dalam satu kata adalah kesejatian atau keotentikan dari dalam diri masing-masing. Dialektika dalam hidup adalah keniscayaan yang akan terjadi. Manusia sebagai ummat beragama percaya bahwa setiap individu itu unik dengan bekal yang sudah diberikan oleh Tuhan. Sehingga ada banyak hal yang bisa diproduksi oleh manusia sesuai dengan bakat dan minatnya, maka akan menghasilkan produk yang unggul dan berkualitas. Jika dilakukan secara kolektif maka akan melahirkan suatu tatanan masyarkat yang juga unggul. Maka, Negara juga harus menjamin bahwa rakyatnya harus menjadi sesuatu yang sejati yang ada dalam dirinya. Karena terbukti bahwa rakyat di akar rumput jika menjadi yang sejati dalam dirinya maka akan mampu bertahan hidup. Mampu untuk survive.

Bayu menambahkan bahwa sebenarnya manusia hidup sudah diberi bekal yang sangat lengkap dari Tuhan. Tugas manusia kemudian adalah mendayagunakan segaa sumber daya yang ada dalam dirinya sehingga manusia memiliki karakter yang spesifik. Sehingga dengan kesejatian dan kejujuran yang terbangun dalam dialektika kita bersama di Maiyah, Bayu meyakini bahwa Indonesia akan sangat mampu menjadi salah satu negara global player dalam perang globalisasi saat ini.

Aku gedhe atiku ngrungokno arek telu iki. Saya optimis kepada Indonesia dan dunia”,Cak Nun mengungkapkan kebahagiaannya mendengar paparan 3 perwakilan kelompok yang berdiskusi sebelumnya. “Saya ingin mengingatkan, semua manusia itu kapitalis, harus!”, tegas Cak Nun. Yang dimaksud oleh Cak Nun bukanlah kapitalis di wilayah materiil, melainkan kapitalis dalam wilayah ruh. Cak Nun mentadabburi salah satu ayat di dalam surat Yaasin; Ittabi’uu man laa yas`alukum ajron wa hum muhtaduun. Dari ayat tersebut, Cak Nun memaknai bahwa yang dilarang oleh Allah adalah manusia tidak diperkenankan untuk mengikuti manusia yang lain yang meminta sesuatu (pamrih) atas yang dilakukan. Tetapi, yang tidak disadari adalah, bahwa menurut Cak Nun ada dialektika lain yang ingin disampaikan oleh Allah melalui ayat tersebut, bahwa kita sebagai manusia hanya boleh meminta kepada Allah. Dan itulah inti dari tauhid. Bahwa manusia hanya bersandar kepada Allah.

“Allah saja Maha kapitalis, kok. Kamu disuruh sholat oleh Allah. Itu kan labanya Allah. Tetapi kan Allah tidak berlaku kapitalis untuk berlaku curang, kan? Allah kasih dulu rahmat ke kamu. Allah kasih dulu kesejahteraan kepadamu, baru kemudian kamu ditagih oleh Allah; mana pengabdianmu?”, Cak Nun menerangkan.

Merefleksikan hal itu, Cak Nun menyampaikan bahwa Maiyah adalah salah satu rahmat dari Allah. Maiyah adalah fadhillah dari Allah, yang kemudian dengan akal, jasad dan ruh saling berkolaborasi sehingga Maiyah bisa eksis sampai hari ini. Bermula dari Padhangmbulan di Jombang, kita tersebar luas ke berbagai daerah. Dan beberapa kali juga Cak Nun bersama Ian L. Betts hadir di Eropa untuk turut menyebarluaskan Maiyah. Malam itu Cak Nun juga berharap agar dalam waktu dekat Ian L. Betts bisa lagi memabwa Cak Nun dan KiaiKanjeng ke luar negeri, untuk kembali menyebarluaskan nilai-nilai Maiyah.

Maiyah is undeniable!”, Cak Nun menegaskan. Apa yang kita lakukan di Maiyah, memasuki dekade ketiga saat ini adalah sesuatu yang tidak direncanakan, maka perjuangan ini awet, karena yang melakukan adalah orang-orang yang sungguh-sungguh. “Saya tidak mengajak anda untuk bangga. Tetapi mengajak anda untuk bersungguh-sungguh dalam menikmati atmosfer kegembiraan di Maiyah”, lanjut Cak Nun. Secara psikologis kita merasakan kegembiraannya, secara akal kita mengilmui apa yang kita dapatkan di Maiyah. “Saya bukan guru besar anda, saya itu sahabat anda”, Cak Nun menegaskan bahwa Maiyah ini bukan karya beliau, bahwa beliau saat ini mungkin kita anggap sebagai icon Maiyah, menurut Cak Nun itu hanya kebetulan saja, ibarat kita sedang naik sepeda bareng-bareng, kebetulan Cak Nun ada di barisan terdepan.

Cak Nun sedikit mengelaborasi pernyataan Sabrang mengenai syahadat. “Kalau Sabrang mengatakan syahadat lebih penting daripada iman itu hanya pada satu level. Memang, menyaksikan atau bersaksi itu lebih empiris, lebih af’aliyah dibanding mempercayai. Tapi jangan lupa bahwa kenapa anda percaya, karena anda tidak bisa mengilmuinya. Karena anda tidak bisa merumuskannya secara ilmu”, Cak Nun menjelaskan kembali bahwa terhadap sesuatu hal yang tidak bisa kita rumuskan secara akademis, maka pijakannya adalah kepercayaan, dan itu yang disebut iman. Tetapi, penjelasan yang disampaikan oleh Sabrang juga tetap penting dalam pemaknaan bahwa syahadat adalah persaksian bukan hanya meyakini.

“Ada beberapa kunci yang bisa kita ambil sebagai rangkaian dari jawaban-jawaban tadi”, Ian L. Betts turut merespons paparan 3 kelompok yang berdiskusi sebelumnya. Mengenai sumber daya, ditegaskan oleh Ian L. Betts bahwa kita harus mempelajari limitasi dari sumber daya dan pengetahuan yang kita miliki, agar kita mampu mengatasi tantangan yang ada di depan kita. Adanya teknologi jangan sampai kita menjadi pihak yang dikuasai oleh teknologi, justru kita barus berupaya agar kita yang menguasai teknologi. Yang juga tak kalah penting, disebutkan oleh Ian L. Betts bahwa hubungan yang harmonis antara rakyat sebagai individu dengan pemerintah adalah sesuatu yang penting. Pemerintah sebagai eksekutor dari rencana Negara harus mampu mengakomodir kebutuhan rakyatnya.

Sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Rino dari kelompok 2, Ian L. Betts menyampaikan bahwa kita memang harus cepat merespons mengenai ancaman hilanganya beberapa pekerjaan dengan menemukan celah-celah baru dari peluang lapangan pekerjaan yang akan dibutuhkan dengan berkembangnya teknologi, terutama dengan AI yang semakin cepat ini. “AI ada limitasinya. Kita harus mengetahui limitasi AI agar kita mampu mengatasi tantangan yang muncul dengan hadirnya AI ini”, ungkap Ian. Sehingga AI yang justru kita manfaatkan untuk membantu pekerjaan kita, bukan lantas AI menggantikan peran kita.

Merespons keinginan Cak Nun yang ingin mengadakan kembali tour bersama KiaiKanjeng ke luar negeri, Ian L. Betts menegaskan bahwa hal itu memang penting untuk dilakukan. Menurut Ian, kegembiraan yang ada di Maiyah itu akan selau membekas. Hal ini dicontohkan oleh Ian, ketika tahun 2006 bersama Cak Nun dan KiaiKanjeng ke Australia, orang yang bersentuhan dengan Maiyah saat itu masih berkomunikasi dengan Ian L. Betts sampai hari ini. Hal ini menegaskan bahwa sentuhan Maiyah memang awet. Dan mereka yang sudah bersentuhan dengan Maiyah tidak akan melupakannya begitu saja. Mereka juga merasakan kerinduan yang sama seperti kita di sini. Meskipun, kita lebih beruntung karena kita dapat menyelenggarakan Maiyahan sebulan sekali.

“Keyakinanmu itu akan membuat Allah lega dan merasa dipercaya maka Allah akan murah hatinya sama kamu“
Emha Ainun Nadjib, Kenduri Cinta (Maret, 2023)

Kyai Ceret, kyai talang, kyai genthong

“Saya ingin kembali kepada awal Maiyah dulu saya pernah ngomong mengenai 3 jenis Kyai; Kyai Ceret, Kyai Talang dan Kyai Genthong”, Cak Nun melanjutkan respons dari Ian L. Betts sebelumnya. Cak Nun menyampaikan bahwa untuk menjawab kegelisahan kita mengenai AI, salah satu marja’ yang kita miliki di Maiyah adalah Sabrang. Cak Nun meminta agar bulan depan secara khusus Sabrang bisa hadir di Kenduri Cinta untuk menjelaskan dan mengelaborasi apa yang disikusikan pada Kenduri Cinta edisi Maret ini sehingga kita akan mendapatkan penjelasan yang lebih komprehensif dari Sabrang. “Jadi, bulan depan merupakan pendalaman atau perluasan atau penyungguhan atas konten yang malam ini kita bicarakan”, ungkap Cak Nun.

“Saya ini cuma Kyai Talang, Mas”, Cak Nun menjelaskan mengapa bulan depan beliau meminta Sabrang untuk datang ke Kenduri Cinta. Menurut Cak Nun, Sabrang memiliki pemahaman dan pemetaan yang lebih komprehensif mengenai apa yang didiskusikan di Kenduri Cinta malam itu. “Kalau Sabrang itu Kyai Genthong, bahkan Kyai Sumur. Jadi dia mendapat hujan dari langit dan juga menyerap air dari bumi”, lanjut Cak Nun.

“Saya secara pribadi tidak punya kecemasan apapun terhadap AI”, Cak Nun menerangkan. Bagi beliau, jika kita memegang teguh tauhid, maka rumusan Allah yang disebut dengan yarzuqhu min haitsu laa yahtasib akan berlaku. Hal ini diakui oleh Cak Nun karena memang beliau sering mengalami hal-hal seperti itu. Bukan hanya dalam berkarya dengan tulisan-tulisan beliau yang sangat banyak, namun juga dalam urusan rezeki. Cak Nun mengalami banyak hal pengalaman empiris yang dialami secara langsung bagaimana Allah memberi rezeki kepada Cak Nun benar-benar min haitsu laa yahtasib.

“Saya pernah ngomong kepada anda bahwa rezeki itu ada 3 macam; rezeki jual beli, rezeki dari sedekah karena kita berbuat baik satu sama lain, dan yang ketiga rezeki yang dikasih langsung oleh Allah”, lanjut Cak Nun yang kemudian menceritakan pengalaman-pengalaman empiris yang beliau alami secara langsung mengenai peristiwa-peristiwa mengenai rezeki yang beliau dapatkan.

“Jadi temen-temen sekalian, AI itu tetap bikinan akal manusia, jangan khawatir. Hidupmu kan bersama dengan sesuatu yang lebih tinggi dari manusia. Setiap hari kita mengalami min haitsu laa yahtasib, cuman kita tidak menyadarinya. Kita mengalami sesuatu yang terjadi yang berada di luar hitungan akal kita, itulah yang dinamakan min haitsu laa yahtasib“, lanjut Cak Nun.

Cak Nun kemudian menarik ke akar dari min haitsu laa yahtasib, dari surat At-Tholaq ayat 2-3, bahwa di dalam ayat tersebut Allah berjanji kepada manusia yang bertaqwa kepada Allah akan mendapat jalan keluar dari segala persoalan yang dihadapi dan mendapatkan rezeki dari hal yang tidak disangka-sangka, min haitsu laa yahtasib. Cak Nun sendiri menyadari bahwa hidup selama 70 tahun ini bergantung dari apa yang dijanjikan oleh Allah melalui surat At-Tholaq ayat 2-3 itu.

“Keyakinanmu itu akan membuat Allah lega dan merasa dipercaya maka Allah akan murah hatinya sama kamu”, Cak Nun menjelaskan bahwa dengan bekal keyakinan kita kepada Allah, maka Allah memiliki alasan untuk juga percaya kepada kita dan bermurah hati kepada kita.

Menjelang pukul 1 dinihari, Kenduri Cinta edisi Maret 2023 dipuncaki dengan doa bersama untuk kebaikan bersama dan juga semua membaca Al Fatihah untuk korban ledakan Depo Pertamina di Plumpang, Jakarta Utara yang meledak dan terbakar pada Jum’at malam.