Tarian Rembulan di Langit Taman Ismail Marzuki

REMBULAN malam itu nyaris purnama. Cahayanya terang menghiasi langit. Seolah menjawab lantunan wirid padhangmbulan yang dilantunkan di awal sesi pembuka Kenduri Cinta malam itu.

Suasana baru di Kenduri Cinta. Setelah 19 tahun dilangsungkan di pelataran parkir Taman Ismail Marzuki, kini bergeser ke Plaza Teater Besar. Di area yang lebih luas, lebih nyaman, meskipun berada di area paling belakang Taman Ismail Marzuki. Area pelataran parkir yang biasanya digunakan Maiyahan, konon akan dialihfungsikan menjadi area hijau ibukota, lebih tepatnya akan menjadi salah satu taman kota oleh Pemprov DKI Jakarta.

Sudah banyak orang yang menganggap Kenduri Cinta sebagai oase di ibukota. Saya tidak tahu apakah ungkapan tersebut berlebihan atau tidak, toh penilaian orang bisa saja berbeda, dan kita juga tidak berhak memaksa orang untuk menyamakan pendapatnya dengan apa yang kita yakini. Entah apa yang mereka maksud dengan “oase”?

Mungkin, ditengah hiruk pikuk kebisingan ibukota, Kenduri Cinta telah mampu menghadirkan kesegaran bagi mereka. Mungkin, Kenduri Cinta mampu menghadirkan suasana yang homey bagi mereka. Mungkin juga, menjadi jawaban dari syair Umbu Landu Paranggi; Apa ada angin di Jakarta? Ternyata ada, di sebuah huma berhati, di Kenduri Cinta.

5 tahun lebih saya melibatkan diri di Kenduri Cinta. Seperti yang saya ungkapkan di Kenduri Cinta edisi Juni 2019 lalu, kita datang ke Kenduri Cinta karena kita yang mengikatkan diri di Kenduri Cinta. Tidak ada rekrutmen di Kenduri Cinta, tidak ada membership di Kenduri Cinta. Komunitas ini bukan ormas, bukan partai politik, bukan pula LSM.

Bagi saya pribadi, Kenduri Cinta adalah laboratorium pendidikan. Seperti sebuah kampus, di Kenduri Cinta saya mempelajari banyak hal yang dahulu tidak saya dapatkan ketika duduk di sekolah formal. Di Kenduri Cinta, saya belajar tentang kehidupan, saya belajar tentang bagaimana menjadi manusia. Di Kenduri Cinta, saya belajar memahami Islam lebih dalam. Tidak sempurna memang, namun setidaknya saya menemukan tempat yang tepat untuk belajar dan mempelajari kehidupan.

Jamaah sendiri, hanya datang sebulan sekali di Kenduri Cinta. Dan mereka, memiliki kerinduan untuk mereka tuntaskan pada setiap edisi KendurI Cinta diselenggarakan. Tidak sedikit dari mereka yang bahkan sudah menanyakan, kapan Kenduri Cinta bulan Agustus, bulan Oktober bahkan bulan Desember akan dihelat? Padahal ini masih bulan Juni. Meskipun sebenarnya jadwal agenda Kenduri Cinta sudah pernah dirilis oleh penggiat Kenduri Cinta, mungkin mereka yang bertanya itu bukan karena mereka malas mencari informasi tersebut, namun karena memang mereka tidak mengetahuinya.

Bagaimana dengan penggiat Kenduri Cinta? Mereka adalah orang-orang yang berani mengambil satu langkah lebih untuk melibatkan diri mempersiapkan gelaran Kenduri Cinta setiap bulannya. Tenda, panggung, sound system yang terpasang di setiap Maiyahan berlangsung tidak datang begitu saja bukan? Begitu juga dengan poster, karpet, dan pernak-pernik yang lainnya. Ada orang-orang yang telah bersedia untuk mengambil peran mempersiapkan itu. Mereka yang telah menyediakan waktu lebih untuk memikirkan kelancaran dan kesuksesan gelaran Kenduri Cinta.

Kita berbicara tentang hidup di Jakarta. Kota yang seakan tidak mengenal jeda. 24 jam gerak kehidupan di Jakarta tidak berhenti. Dan para penggiat Kenduri Cinta ini juga merupakan kaum pekerja di Jakarta. Sehari-hari mereka bergelut dengan kesibukan mereka. Ada yang bekerja di instansi pemerintah, ada yang bekerja di perkantoran swasta, ada yang menjadi guru, staff hotel, driver ojek online, freelancer, pedagang dan lain sebagainya. Sehari-hari mereka sibuk dengan pekerjaan mereka, dan mereka berani mengambil peran yang lebih, untuk terlibat dalam penyelenggaraan Kenduri Cinta setiap bulannya.

Setiap hari, ketika mereka keluar dari rumah atau kost mereka, mereka sudah berhadapan dengan masalah. Mereka bertemu dengan kemacetan. Begitu sampai di kantor, mereka menghadapi masalah yang baru di kantor. Seolah belum puas, di tengah pekan, pada setiap hari Rabu, mereka mendatangi masalah yang baru di forum Reboan. Lazimnya, orang setelah bekerja menikmati waktu untuk beristirahat, ngopi atau nonton film di bioskop.

Para penggiat Kenduri Cinta ini tidak. Mereka memilih untuk kembali berkumpul di setiap tengah pekan, di hari Rabu, pertemuan yang bahkan sering kali baru selesai menjelang tengah malam. Dan mereka masih harus menempuh perjalanan kembali ke rumah atau kost, dan esok harinya mereka masih harus kembali bekerja. Absurd.

6 tahun lalu, ketika baru pertama kali datang ke Kenduri Cinta, duduk sebagai jamaah, saya rasakan belum seramai sekarang. Berbeda dengan sekarang, jam 9 malam saja sudah sangat banyak jamaah yang datang. Bahkan, ketika masih di pelataran parkir TIM, banyak jamaah yang harus berdiri karena tidak kebagian tempat duduk. Alhamdulillah, setelah bergeser ke Plaza Teater Besar TIM, lebih luas, bahkan jamaah tidak berlu berdesakan ketika duduk, dan bisa memilih tempat lebih leluasa.

Terkadang, saya sendiri heran. Atas dasar apa mereka mau datang kembali ke Kenduri Cinta? Cobalah sesekali Anda bertanya kepada mereka, atau jika Anda juga sering datang ke Kenduri Cinta, cobalah tanyakan teman di sebelah Anda ketika Maiyahan, apa yang membuat mereka datang kembali? Hampir dipastikan jawaban yang muncul masih sangat abstrak, karena memang sulit menemukan jawaban pasti kenapa kita mau datang lagi ke Kenduri Cinta.

Apapun jawabannya, tidak terlalu penting sebenarnya. Karena yang penting adalah bagaimana Maiyah benar-benar telah memberi pengaruh bagi kita dan membuat hidup kita lebih baik dari sebelumnya. Dan yang lebih penting lagi adalah kita harus merasakan kegembiraan dalam menjalani ini semua, baik sebagai jamaah maupun sebagai penggiat Kenduri Cinta itu sendiri.

Selamat ulang tahun, Kenduri Cinta.