SINAU SEJARAH

Reportase Maiyah Seloso Kliwon Mei 2015

Malam itu adalah kali kedua diadakannya Majelis Ilmu Dzikir Ajeg Seloso Kliwon, sebuah forum maiyahan di Tingkir Lor, Salatiga. Sejak siang hari, teman-teman Paseduluran Seloso Kliwon (PSK) telah berkumpul “nggelar kloso” untuk mempersiapkan acara maiyahan.

Sore sebelumnya, teman-teman Paseduluran Seloso Kliwon mengadakan diskusi internal dengan Haryanto, membahas organisasi dan struktur Maiyah. Haryanto menjelaskan tentang struktur Dzat, Isim, Sifat, Jism atau Jasad yang kemudian dilanjutkan dengan diskusi seputar pengalaman bermaiyah. Setelah berakhir pukul lima sore, teman-teman PSK yang tergabung dalam group musik Seloso Kliwon—yang ngakunya cucunya KiaiKanjeng—langsung check sound.

Tepat pukul 19.30 maiyahan Seloso Kliwon dimulai. Diawali tadarus Alquran dan diteruskan dengan zikir dan makhal alqiyam oleh Akik, Sigit, Udin, Rozaq dan Rizal. Setelah makhal alqiyam, kelompok musik Seloso Kliwon menginisiasi forum. Lantunan lagu Khotmil Quran, Assalamualaik, Mawlan Siwallah dan Syi’ir Tanpo Waton segera direspon jamaah dengan duduk bersila di depan panggung. Selaku tuan rumah, Akik memanggil Pak Zain, Pak Juz’an, Haryanto dan Pak Dimyati untuk naik ke panggung, sebagai tanda bahwa diskusi akan segera dimulai setelah lantunan lagu Syukaro.

Pak Zain dari PC NU Salatiga malam itu memaparkan sejarah Mbah Kyai Zubair, seorang tokoh pendidikan dan ahli falaq dari Salatiga. Seorang Kyai yang merintis berdirinya kampus Islam di Salatiga yang kemudian ditinggalkan jamaah serta kyai-kyai yang lain karena masuk Partai Golkar. Tetapi semua orang salah, karena ternyata Mbah Zubair tidak meninggalkan warisan harta apapun pada anak-anaknya dan ketika makam beliau dipindah karena erosi air hujan yang menggerus tanah makamnya setelah 8 tahun meninggalnya beliau, jenazah beliau masih utuh.

Berikutnya Pak Juz’an, seorang dosen filsafat di IAIN Salatiga yang mengulas tentang fenomena batu akik dan sejarah Jawa masa Mataram Islam dengan guyonan pembolak-balikan suku kata khas beliau. Pak Juz’an juga sampaikan bahwa musik bisa digunakan untuk menentramkan hati, setelahnya beliau meminta kelompok Musik Seloso Kliwon untuk membawakakan nomor Ilir-ilir.


Forum kemudian diserahkan kepada Haryanto. Setelah menyampaikan apresiasinya kepada Majelis Ilmu Dzikir Ajeg Seloso Kliwon sebagai simpul Maiyah Salatiga, Haryanto menyinggung sedikit tentang sabdo palon noyo genggong dan diteruskan dengan persepsi setiap manusia tentang produsen dan konsumen sejarah dengan analogi puncak merapi yang berbeda bentuk jika dilihat dari Jogja, Klaten, Boyolali, dan Salatiga.

Diskusi diselingi dengan sholawat amemuji dan sebagian jamaah ikut bersholawat. Ilaa hilastu lil. Habib Anis dan Pak Ilyas juga turut bergabung dengan forum malam itu sampaikan ilmunya. Jamaah merespon baik dan seksama atas apa-apa yang disampaikan para narasumber. Habib Anis malam itu mengulas bahwa sejarah itu dimaknai oleh opini-opini yang selama ini membentuk pola berpikir kita. Jika ingin memaknai sejarah, bersihkan diri dahulu agar pikiran kita orisinil. Beliau mengajak jamaah berpikir serta menyikapi beberapa hal yang aktual terkini, sehingga forum semakin hidup.

Setelah lagu dangdut berjudul Sahabat karangan Bang Haji Rhoma Irama dilantunkan oleh kelompok musik Seloso Kliwon, Pak Dimyati kemudian dipersilahkan Pak Ilyas untuk menambahkan pendaran ilmu malam itu. Menariknya, ada beberapa hal yang tidak disepakati Pak Dimyati tentang paparan dari Haryanto dan Habib Anis tentang persepsi sejarah sebelumnya. Menurut beliau, kita harus berhati-hati dengan sejarah ciptaan kolonial yang hal itu bisa merupakan pembodohan. Kritik-kritik tersebut disampaikan Pak Dimyati dengan penyampaian yang berapi-api layaknya orator ketika demo. Ternyata setelah diperjelas oleh Habib Anis, pada intinya sama yang disampaikan Pak Dimyati bahwa keorisinilan pola pikir kita memaknai sejarah akan menghasilkan pemahaman dan motivasi diri, hasil dari belajar sejarah tersebut.

Sesi tanya jawab dan diskusi berlanjut hingga melewati tengah malam, forum makin kaya setelah diisi oleh paparan seorang mahasiswa dari Unnes, kemudian tiga orang mahasiswa IAIN Salatiga dan mahasiswa pasca sarjana UMS.

Tepat pukul 02.30, diskusi diakhiri dengan pembacaan doa oleh Pak Zein dan diteruskan dengan lagu Hasbunallah oleh kelompok musik Seloso Kliwon.

[Teks: Zulfi Naja]