Silaturahmi Inti Plasma di Desa Bumi Pratama Mandira

Setelah menempuh 7,5 jam perjalanan darat dari Bandar Lampung ke Rawajitu dilanjut dengan menyeberangi sungai Mesuji selama 20 menit dengan speedboat, Cak Nun dan Kiai Kanjeng sampai di desa Bumi Pratama Mandira, Kecamatan Sungai Menang, Kabupaten Ogan Komering, Sumatera Selatan.

Sebelum besok pagi mengisi di sarasehan terbuka, tanggal 14 September 2013 pukul 20.00 sampai tengah malam Cak Nun dan Pak Toto Rahardjo bersilaturahmi dengan masyarakat plasma dan beberapa perwakilan manajemen perusahaan inti PT Wachyuni Mandira.

Yang disebut sebagai plasma adalah tiap individu petambak udang yang bekerja secara mandiri dalam batas-batas aturan yang ditetapkan perusahaan inti melalui proses musyawarah. Sementara itu, perusahaan inti berperan sebagai pembina plus penyedia sarana dan prasarana.

Untuk mempermudah jalannya komunikasi antara 2.900 masyarakat plasma dengan perusahaan inti, dibentuklah wadah bernama Unit Kerja Musyawarah Kemitraan Plasma (UKMKP). UKMKP inilah yang bertugas menyalurkan aspirasi dan keluhan dari plasma kepada inti serta menyampaikan kebijakan-kebijakan inti kepada plasma. Pada tahun 2008 komitmen saling dukung antara plasma dengan inti dituangkan dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang di dalamnya terkandung hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam pola kemitraan yang saling menguntungkan dan berkesinambungan.

Agar pertemuan membawa manfaat yang tepat bagi masyarakat setempat, Cak Nun meminta perwakilan dari setiap lingkaran menyampaikan problem apa saja yang sedang dihadapi, baik itu secara kolektif maupun pribadi, untuk kemudian dicarikan kemungkinan solusinya bersama-sama.

Banyak ucapan syukur bahwa masyarakat Bumi Pratama Mandira telah mendapat hasil yang baik dari budidaya udang selama ini. Bahkan keuntungan ini juga membawa kemeriahan dalam kehidupan beragama. Di desa ini total ada 140 musholla dan 2 masjid agung yang ramai jamaahnya. Tapi ternyata meningkatnya kesejahteraan ekonomi dan giatnya ibadah juga dibarengi dengan pergaulan remaja yang semakin meresahkan. Hampir tiap tahun ada saja gadis-gadis sekolah yang hamil di luar nikah.

Ada juga perwakilan yang menyampaikan keluhan mengenai kelompok masyarakat tertentu yang jangankan untuk bergabung dalam pengajian-pengajian atau kegiatan sosial lainnya, bahkan untuk bertegur sapa dengan orang yang tidak sealiran saja tidak mau. Mereka juga membidahkan salawat yang diamalkan warga nahdliyin.

Juga ada kegelisahan dalam hal pengelolaan keuntungan untuk tujuan sosial, sebab sekarang ini bonus diserahkan melalui sistem transfer. Di samping itu, ada pula permintaan praktis kepada Cak Nun berupa wirid khusus untuk kesuksesan plasma dan inti.

Supaya akseleratif dengan kedatangan pada bulan Juni lalu ke daerah konflik Tulangbawang terkait dengan kegagalan komunikasi perusahaan inti PT CPB dengan masyarakat plasma di sana, Cak Nun meminta Pak Arman untuk menceritakan peristiwa tersebut. Apa yang dialami CPB mudah-mudahan menjadi pelajaran supaya semuanya memiliki kesiapan-kesiapan. Sebab Allah sendiri berkata bahwa datangnya kesulitan bersama dengan kemudahan. Bukan inna ba’da, melainkan inna ma’a. Bukan sesudah, melainkan bersama.

Pak Arman bercerita bahwa 1,5 tahun kemarin CPB mengalami kemunduran. Plasma dan inti mempertahankan argumen masing-masing sehingga menimbulkan konflik yang berpuncak pada tanggal 12 Maret: mengakibatkan 3 orang meninggal dan puluhan luka-luka. Konflik berlarut-larut sampai Mei, di mana masyarakat harus mengungsi dan dikepung rasa takut. Ketika itu komunikasi antara keduanya benar-benar terputus.

Karena kebuntuan ini, mereka meminta bantuan Cak Nun untuk menengahi dan mendamaikan. Awal Juni Cak Nun dan Pak Toto bertemu dengan perwakilan dari kedua belah pihak secara bergantian. Kemudian sorenya, digelar maiyahan di Lapangan Rajolamo Bratasena yang turut dihadiri Ketua DPRD dan Wakil Bupati.

Tanggal 2 Juli mulai terjalin kembali komunikasi antara plasma dengan inti, dan dari situ lahirlah kesepakatan damai. Meskipun masih banyak kerikil-kerikil yang belum tuntas terselesaikan, satu per satu modul-modul tambak CPB mulai tabur benih, dimulai dari Desa Adiwarna.

Dalam Al-Quran tidak ada ustaz, tidak ada kiai. Kalau ulama ada, tapi itupun bukan dalam pengertian seperti yang dipahami orang Indonesia. Urusan ulama bukanlah ceramah. Ulama itu urusannya kejujuran dalam meneliti segala sesuatu. Ketika dia sudah menguasai sesuatu, dia disebut ulama.
Emha Ainun Nadjib

PhotoGrid_1379558446494

KETEPATAN MENEMPATKAN

Tadi Mas Parmin dalam kalimat pertamanya menyebut: ingkang kinabekten Cak Nun. Saya tahu maksudnya dan itu pasti mulia, tapi saya agak takut terhadap kalimat itu. Kalau memang ada yang kinabekten, itu hanya Allah SWT saja. Jadi kalau yang dimaksud tadi itu dari saya terus bergulir menuju Allah, tidak ada masalah.Tapi kalau berhenti pada saya, inilah yang membikin dunia rusak,” Cak Nun mengawali dengan mengkritisi pembawa acara dalam penyebutan dirinya.

“Hubungan setiap manusia dengan Tuhannya tidak boleh dihalangi oleh apapun —baik itu nabi, kyai, negara, televisi— karena setiap orang tidak bisa menolong siapapun kecuali dirinya sendiri. Hubungan dengan Tuhan itu harus face to face. Sekarang ini banyak sekali ulama dan tokoh yang berdiri di antara kita dengan Tuhan sehingga akhirnya yang tampak di mata kita bukan lagi Tuhan, melainkan orang-orang itu.

“Dari tadi anda menempatkan saya pada tempat yang saya sendiri tidak memahaminya. Kyai, ustaz, Al-Mukarom. Padahal saya tidak lebih baik dan tidak lebih pintar dibanding anda. Saya tidak bisa mengerjakan apa yang tiap hari anda kerjakan di tambak.

“Yang harus diberantas di Indonesia antara lain adalah rasa rendah diri di depan ustaz. Kriteria ustaz harus dibongkar karena urusannya bukan kepandaian melainkan kebaikan. Dan kebaikan adalah justru harus disembunyikan, tidak boleh disarjanakan. Sementara di Jakarta, ustaz sudah diposisikan sebagai profesi. Orang-orang mengundang mereka untuk memberi khutbah atau ceramah tanpa pernah benar-benar mengenal bagaimana akhlak mereka. Akibatnya, omongan mereka tak bisa dikontrol apakah selaras dengan perilakunya atau tidak.

Dalam hidup ini tidak ada barang yang buruk. Yang ada hanyalah barang yang berada tidak pada tempatnya. Baik seperti apapun jika ditempatkan pada tempat yang tidak tepat, dia akan menjadi keburukan. Buruk seperti apapun jika ditempatkan di tempat yang memang semestinya, dia menjadi kebaikan. Sederhananya, tahi bisa jadi pupuk kompos. Begitu pula dengan kesedihan, dia bisa menjadi kekuatan ruhani yang luar biasa.

JANGAN SAMPAI IKUT SAKIT

Ibarat manusia, Republik Indonesia ini sedang sakit sementara Inti dan Plasma sehat-sehat saja. Yang sehat jangan sampai tertular yang sakit. Oleh karena itu yang perlu dikerjakan adalah mengidentifikasi bagaimana proses penularan penyakit-penyakit yang diderita Indonesia.

Masuknya Indonesia ke desa Bumi Pratama Mandira ini bisa lewat politik dengan undang-undangnya yang moroti para petambak, bisa lewat berita-berita di koran, bisa lewat tayangan-tayangan televisi, tapi bisa juga lewat gerakan-gerakan yang lebih ‘kasar’. Misalnya kalau di pulau Jawa, ada gerakan-gerakan Pakistan yang menugaskan beberapa utusannya menyebarkan ajaran.

Kapal mereka berlayar menyusuri pantai selatan, mengangkut sekitar 400 orang. Dari pantai Gunung Kidul mereka menyewa perahu nelayan seharga Rp.500.000 untuk menjemput para utusan sekaligus merekrut penduduk lokal untuk dilatih di Pakistan. Empat bulan kemudian barulah mereka dikembalikan. Begitu seterusnya.Perusakan-perusakan Islam semacam ini merupakan rekayasa internasional yang disponsori oleh trio Amerika Serikat, Israel, dan Arab Saudi.

Manajemen adalah mengadakan sesuatu yang tidak ada. Kalau sudah ada uang kemudian diatur, itu bukan manajemen tapi kasir.
Emha Ainun Nadjib

Andil televisi dalam merusak adalah menggambarkan ulama sebagai tukang menasihati sehingga Islam menjadi tidak ada hubungannya dengan budidaya tambak, pengolahan sawah, atau ngojek untuk cari nafkah. Terdengar sepele, tapi ini yang membentuk pemahaman sekularisme di dalam pandangan orang Indonesia.

Cak Nun sampaikan, “Dalam tayangan-tayangan siraman rohani, anda pikir yang mengatur siapa jamaahnya, bagaimana format acaranya, jam berapa syutingnya, itu benar-benar orang Islam? Anda selama ini disetir oleh orang-orang yang sebenarnya tidak ada urusan dengan kejayaan Islam. Mereka adalah orang-orang yang secara budaya dengan taktis strategis menghancurkan Islam.

“Nomor satu yang menghancurkan anda ya televisi itu. Yang mana dari acara TV yang mencerdaskan, yang membuat anda jadi lebih baik? Maka tolong ciptakan hiburan dari komunitas dan silaturahmimu sendiri daripada tergantung pada hiburan TV.

“Pemberitaan-pemberitaan sekarang ini hanya ibarat bau kentut. Masyarakat seharusnya punya kecerdasan untuk mengidentifikasi dengan jernih siapa yang kentut, kenapa dia kentut sekarang bukannya kemarin atau besok, apakah ada maksud politik atau kepentingan pribadinya. Lalu kenapa kentut yang dipilih yang bunyinya seperti itu, makan apa dia sampai bau kentutnya begitu. Jadi, informasi pun harus kita organisir dengan baik agar kita tidak menjadi korban.

“Misalkan tadi ada persoalan mengenai hamil di luar nikah. Itu kan akibat. Sebabnya adalah situasi yang tidak terkontrol dalam tatanan masyarakat yang membuat anak-anak SMP pacaran tidak masalah, rangkul-rangkulan di jalan sah-sah saja. Media massa juga berperan sangat besar dalam membentuk pandangan ini.

“Penyebab tadi itu berlaku di Indonesia atau juga berlaku di plasma? Anda yang harus mengontrolnya. Sekarang tabung negeri anda harus dipertebal, filternya diperketat di segala bidang agar tidak keracunan dari luar. Kalau di Jawa, dulu kita tenang-tenang saja kalau anak kita keluar rumah karena tetangga-tetangga ikut melindungi. Sekarang keluar rumah itu ancaman; entah itu diculik, diajari yang nggak-nggak, atau kena narkoba.

“Misalkan anak kita di sekolah diajak temannya urunan sekian ribu rupiah. Ternyata temannya di-setup untuk kerja sama dengan polisi, uang yang terkumpul digunakan untuk beli ganja. Semua yang urunan ditangkap. Kepentingan utama bukan pada si anak, tapi dengan kasus itu polisi bisa leluasa memeras bapaknya. Setelah dirasa cukup, barulah kasus dibatalkan. Ini sering sekali terjadi.

“Urusan anda kan menyangkut moral, politik, penyempitan-penyempitan agama; itu harus dipermatang ilmunya. Jadi kalau menyekolahkan anak, jangan serahkan dia seratus persen kepada sekolah karena sekolah tak punya urusan dengan moral anak. Lulusan terbaik itu bukan berarti baik. Yang ada di sekolah hanyalah urusan kepandaian, padahal kepandaian menjadi berbahaya kalau tidak dengan kebaikan. Sekolah hanyalah asisten di bidang kepandaian, tapi untuk kepribadian dan moral harus ditangani oleh orang tua. Pendidik utama adalah orang tua.

“Kalau ada kyai menghamili santrinya, masyarakat sudah tidak mengakuinya sebagai kyai. Tapi kalau ada profesor menghamili mahasiswinya, keprofesorannya tidak terganggu sama sekali. Ini sudah cukup menunjukkan mana yang sehat: masyarakat atau dunia.

“Masyarakat Wachyuni Nusantara (WM) harus punya paket-paket pendidikan moral dan pendidikan kultural. Yang namanya plasma itu bukan hanya orang-orang tua, tapi juga anak-anak, meski tidak semua mau menjadi petambak. Tapi sejak awal mereka sudah harus mengerti moral dan kebiasaan baik. Kebiasaan baik ini jauh lebih penting daripada pemahaman.”

Dalam hidup ini tidak ada barang yang buruk. Yang ada hanyalah barang yang berada tidak pada tempatnya. Baik seperti apapun jika ditempatkan pada tempat yang tidak tepat, dia akan menjadi keburukan. Buruk seperti apapun jika ditempatkan di tempat yang memang semestinya, dia menjadi kebaikan.
Emha Ainun Nadjib

PhotoGrid_1379557557915 copy

ULANG ALIK HIDUP DI DUNIA

Ada Masjidil Haram ada Masjidil Aqsa. Ada kegembiraan, ada pula kesedihan. Terang, gelap; bahagia menderita; jaya, bangkrut. Hidup adalah perjalanan ulang-alik di antara keduanya, hijrah terus-menerus. Maka manusia harus siap untuk menjadi dewasa di dalam kegembiraan maupun di dalam kesedihan. Banyak orang yang menjadi dewasa ketika susah, menjadi hebat kalau menderita, tapi rapuh begitu dia bahagia. Ada orang siap miskin tapi tidak siap kaya, ada yang siap kaya tidak siap miskin, dan ada yang tidak siap terhadap keduanya.

“Kalau anda bahagia, ambil 10% darinya untuk sedih, untuk prihatin dan eling bahwa bersama kegembiraan ada kemungkinan akan muncul kesedihan. Ketika gembira jangan sampai 100% sampai lupa daratan. Sebaliknya kalau anda sedang terpuruk, sedih, menderita, jangan 100% juga karena 10%-nya menggembirakan. Harus ada kegembiraan diam-diam karena dari kesedihan itu mungkin Allah akan memberikan kegembiraan yang lebih besar daripada yang anda harapkan. Jangan sampai 100% sedih dan 100% gembira. Ini masalah noto ati.

WILAYAH BIDAH

Banyak orang membidahkan salawat misalnya, dengan dasar salawat tidak dilakukan, diperintahkan, dan dianjurkan Rasulullah. Benar definisinya, tapi ada satu hal yang tidak mereka urus, yaitu soal wilayah. Padahal setiap hal punya ruang dan waktunya untuk berlaku. Kalau memang mau konsisten tidak bicara wilayah, berarti bersepeda motor, membentuk NU atau Muhammadiyah, memakai sarung, menggunakan telepon seluler, juga masuk dalam bidah.

Di dalam Islam ada yang namanya ibadah mahdhah atau rukun Islam, yaitu ibadah yang pengaturan prosedur pelaksanaannya ditetapkan oleh Allah. Di luar ibadah mahdhah, usaha-usaha manusia untuk mendekat kepada Allah masuk dalam wilayah muamalah. Salawat, bikin tambak udang, Syawalan, itu termasuk dalam wilayah ibadah muamalah. Letaknya bidah adalah hanya di lingkup ibadah mahdhah.

Sementara ibadah muamalah, rumusnya adalah melakukan apa saja asalkan tidak melanggar syariat, tidak melanggar larangan-larangan Allah. Salawat merupakan bentuk ibadah muamalah, yang ekspresinya boleh lewat ucapan, hati, maupun sikap, yang penting kita mengabdikan diri kepada Allah melalui ittiba’ Rasulullah.

“Salawat itu kolusi. Anda minta tolong sama Tuhan itu belum tentu ditolong, tapi kalau anda minta tolong dengan membawa nama Rasulullah, pasti ditolong. Salawatan itu mempermudah tercapainya kehendak anda dikabulkan oleh Allah. Saya menyebut ini sebagai cinta segitiga antara Allah, Rasulullah, dan kita. Allah bershalawat, Nabi bersalawat kepada Allah, Allah bersalawat kepada kita, kita bersalawat kepada Allah dan Nabi. Ini kemesraan kita dengan Allah dan Rasulullah,” tutur Cak Nun.

Mereka yang melarang-larang salawat tidak mampu memahami kemesraan semacam itu. Mereka itu menjadi manusia saja belum, jangankan menjadi muslim. Kalau manusia seharusnya mau bertegur sapa, kalau manusia seharusnya bisa menghargai manusia lainnya.

MANAJEMEN TIGA LACI

Terkait pengelolaan keuntungan, Cak Nun menyarankan supaya ada kas plasma mandiri di mana semua orang menabung secara tercatat dalam kepengurusan yang terkontrol, dan ada kas plasma abadi yang tidak tercatat. Mungkin di setiap RT atau satuan yang lebih kecil, ada kotak kolektif dengan dasar sudah saling percaya, di mana setiap orang ikhlas investasi dunia akhirat. Cak Nun menggambarkannya dalam manajemen tiga laci tukang bakso. Ada laci jual beli, laci keluarga, dan laci untuk tujuan abadi.

“Saya pribadi tidak punya pekerjaan, menanggung banyak sekali orang, maka saya menggunakan manajemen tiga laci. Anak-istri saya harus beres, ini wajib hukumnya. Laci kedua dinamis sifatnya, kalau ada sisa lebih dari men-supply laci pertama, saya masukkan ke laci ketiga. Laci ini tidak boleh diutak-atik sampai akhirat. Ada uang keluarga, uang sosial, dan uang pendheman. Uang pendheman saya masukkan dalam plastik, lalu saya simpan dalam tanah. Jumlahnya bisa puluhan kali lipat daripada laci pertama dan kedua karena Tuhan bisa menambahinya.”

Maka Kiai Kanjeng itu tak pernah menggantungkan hidup mereka dari profesionalitas. Mereka hanya profesional ketika diundang perusahaan-perusahaan besar, tapi begitu bersentuhan dengan masyarakat desa, yang terjadi bisa semi infaq maupun infaq murni. Dan kalau dapat satu event profesional, Kiai Kanjeng melakukan infaq untuk dua event. Manajemen adalah mengadakan sesuatu yang tidak ada. Kalau sudah ada uang kemudian diatur, itu bukan manajemen tapi kasir.

Dalam Surat Ath-Thalaq ayat 2 dan 3 ada transaksi yang ditawarkan Allah. Kalau kita bayar takwa kepada Allah, Allah memberikan solusi atas setiap masalah kita dan memberikan rizki dari arah yang tidak kita duga-duga. Takwa itu menetapkan diri dalam ingatan kepada Allah, mempertimbangkan apa saja berdasarkan adanya peran Allah. Takwa ada di dalam komitmen kita. Kalau kita bayar tawakal, Allah berjanji ikut menghitung seluruh keperluan-keperluan kita dan membuat kita mampu mencapai cita-cita. Tawakal itu kesetiaan untuk terus-menerus mengerti ketergantungan kepada Allah. Tawakal itu letaknya di dalam hati.

Manusia harus siap untuk menjadi dewasa di dalam kegembiraan maupun di dalam kesedihan. Banyak orang yang menjadi dewasa ketika susah, menjadi hebat kalau menderita, tapi rapuh begitu dia bahagia. Ada orang siap miskin tapi tidak siap kaya, ada yang siap kaya tidak siap miskin, dan ada yang tidak siap terhadap keduanya.
Emha Ainun Nadjib

KEKAYAAN NOMOR SATU ADALAH RASA SALING PERCAYA

Sebagai komparasi, Cak Nun menceritakan kondisi masyarakat korban lumpur Lapindo. Lapindo merupakan salah satu dari sekian banyak problem sosial yang diurus penyelesaiannya oleh Cak Nun dan Pak Toto Rahardjo di samping Kedungombo, Pasar Turi, dan masih banyak lagi.

Kalau mau ngomong salah-benar, menurut MA (Mahkamah Agung) Lapindo tidak bersalah. Kalaupun salah, yang disebut Lapindo itu bukan Bakrie. Sahamnya dimiliki oleh Indra (adik dari Ical Bakrie), Medco, dan perusahaan Australia, Santos. Begitu ada kejadian lumpur, kedua perusahaan cuci tangan.

Setelah berdialog dengan Cak Nun, ibunya Bakrie memerintahkan salah satu anaknya, Nirwan, untuk mengusahakan dari mana-mana untuk bisa membantu korban lumpur. Mekanismenya bukan mekanisme hukum dengan pemerintah, bukan mekanisme vonis atas kesalahan, tapi bagaimana caranya supaya korban lumpur punya rumah lagi. Ada 13.526 keluarga yang kehilangan rumah. Yang dibantu pemerintah dengan dana APBN hanyalah orang-orang yang tidak ikut hancur rumahnya tapi hancur ekonominya.

“Yang anda baca di koran dan televisi itu 100% fitnah. Itu bukan lagi makanan beracun, tapi murni racun. Luar biasa jahatnya media massa dalam kaitannya dengan Lapindo.”

Ibunya Bakrie kemudian membayar tanah dengan harga 5 kali lipat, sementara rumah dihargai 6 kali lipat. Bahkan mereka yang taat dan tidak menyakiti diberi 8 kali lipat, sekitar 3.000 orang jumlahnya. Yang mau dibayar 20%-nya sudah bisa untuk membangun rumah melebihi rumah asli mereka. Total uang yang dikeluarkan sejumlah 9,37 triliun. Posisinya masih kurang 635 milyar yang belum terbayar karena kehabisan uang, tidak ada bantuan dari gubernur, tidak ada pinjaman dari bank. Pemerintah bukan hanya tidak membantu tapi juga ikut memeras. Bakrie bukan hanya membayar tanah dan rumah, tapi juga membiayai seluruh pengerukan pasir dan pembuangan lumpur. Bulan November ini diharapkan semua akan tuntas terbayar.

Posisi Cak Nun dalam penyelesaian problem Lapindo adalah diminta tolong dan bersedia dengan satu syarat, yaitu tidak boleh ada transaksi ekonomi antara Bakrie dengan Cak Nun. Itu Cak Nun tuliskan sendiri dalam kesepakatan di awal.

“Jangan dikira itu artinya saya tak punya nafsu. Saya punya nafsu, tapi dia tidak akan pernah saya biarkan menang melawan iman dan keyakinan saya. Yang ingin saya sampaikan adalah teman-teman korban Lapindo tadi tidak berjamaah. Mereka hidup sendiri tanpa kontak kejiwaan satu sama lain. Uang segitu banyak tidak dikelola untuk sosial, sehingga berkahnya tidak sebesar di sini. Maka Anda harus sangat bersyukur karena memiliki apa yang tidak mereka miliki. Kekayaan nomor satu itu rasa saling percaya satu sama lain.”

Tentang Bakrie, Cak Nun menambahkan bahwa keputusan Ical untuk nyapres merupakan ide Ical yang sebenarnya tidak disetujui oleh ibu, adik-adiknya, maupun seluruh warga perusahaan Bakrie Group.

Pukul 00.30 dialog resmi ditutup, tapi obrolan santai masih berlanjut sampai beberapa lama.