Membangun dan Melestarikan Ciri Berjamaah, Selalu Bersyukur dalam Segala Hal

Minggu pagi 15 September 2013 masyarakat inti-plasma PT Wachyuni Mandira menggelar sarasehan bersama Cak Nun. Silaturahmi yang berlangsung dari pukul 09.00 sampai 11.30 waktu setempat itu mengangkat tema: Membangun dan Melestarikan Ciri Berjamaah, Keberhasilan, Serta Selalu Bersyukur dalam Segala Hal.

Perwakilan-perwakilan dari plasma menyampaikan beberapa poin, antara lain pentingnya membangun kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbudidaya udang, mempertahankan keberhasilan produksi, melestarikan hubungan kemitraan yang harmonis antara plasma dengan inti, dan terus-menerus membangun rasa syukur dan mengimplementasikannya secara berkesinambungan.

Sebelum masuk ke pembahasan, Cak Nun meminta bersama menyanyikan lagu nasional. Ternyata kalau dicek satu-satu, kemungkinan untuk fals itu sangat besar. Tapi begitu nyanyi bareng, begitu berjamaah, tidak ada lagi fals. Semua harmonis karena saling tahu dan saling membina satu sama lain, tidak ada yang terlambat temponya.

PhotoGrid_1379603474001

Lanjut ke poin berikutnya, Cak Nun bertanya apakah di antara ibu-ibu dan bapak-bapak yang hadir ada yang benar-benar memenuhi kebutuhannya sendiri. Apakah bajunya beli atau bikin sendiri, apakah berasnya beli atau tanam sendiri. Juga wajan, piring, gelas, cincin, peci.

“Anda mau berjamaah ataupun tidak, tidak ada kemungkinan lain dalam hidup ini kecuali berjamaah. Ngumpul ataupun tidak, kita berjamaah karena kita berterima kasih kepada si pembuat baju, pembikin peci. Kalau anda berangkat umroh, anda nggak kenal sama pilotnya tapi anda berjamaah dengan dia. Jadi, hidup ini nggak bisa kalau nggak berjamaah.”

Hakikat dasar kehidupan setiap manusia adalah lahir sendiri, hidup berjamaah, lalu mati sendiri. Sejak masih bayi, manusia secara naluriah diajari Tuhan untuk bekerja sama dengan ibunya, dengan pembantunya, dengan penjual susu, dan orang-orang lain. Berjamaah bukanlah kewajiban melainkan hakikat hidup.

Untuk masyarakat inti-plasma, urusan berjamaah bukan hanya untuk dilakukan tapi untuk disadari dan dicari bentuk-bentuknya sampai detil di segala bidang. Kalau pakai istilahnya Pak Toto Rahardjo, ini yang dinamakan tata kuasa dan tata kelola. Kebudayaan adalah menata kebaikan supaya menjadi kemaslahatan, sebab kebaikan juga memerlukan ketepatan konteks dan ruang-waktu supaya ia menjadi kebaikan.

Memberi orang makan itu baik. Tapi kalau yang diberi makan adalah orang yang sudah kenyang, perbuatan yang sama menjadi tidak lagi bernilai kebaikan. Menyuguhi tamu pun juga perlu diatur sedemikian rupa supaya jangan sampai menyakiti, maka kita perlu gelas, piring, sendok, garpu; masing-masing spesifik peruntukannya.

Dan memang di dalam hidup ini tidak ada sesuatu yang jelek, yang ada adalah sesuatu yang harus kita tempatkan pada tempatnya. Bergeser tempat sedikit saja bisa menghasilkan pergeseran nilai yang sangat besar.

“Anda harus detil, apalagi anda sudah tidak diganggu siapa-siapa. Negeri anda, Bumi Pratama Mandira ini, adalah negeri baldatun thoyyibatun wa Robbun ghafur. Anda harus menjaganya supaya jangan sampai terkena racun-racun dari luar. Anda harus mengerti dan memahami hakikat dasar dari setiap masalah supaya nggak gampang bertengkar.”

Bermacam-macam aliran yang datang sekarang ini merupakan salah satu misi penyerbuan trio Amerika Serikat – Israel – Arab Saudi untuk mengganggu pikiran kita. Melalui aliran-aliran itu orang dibuat bertengkar karena soal-soal sepele. Masyarakat dibuat terpecah-belah dengan membid’ahkan kelompok-kelompok lain.

Terhadap suara kokok ayam, orang Palembang menyebutnya krukruk, orang Jawa mengenalnya sebagai kukuruyuk, orang Sunda mengekspresikannya dengan kongkorongkong, dan orang Madura punya versi sendiri: kukurunuk. Yang membuat jamaah terpecah belah adalah ketika kita bertahan pada versi masing-masing dan dengan itu menyalahkan kemungkinan versi yang lain. Padahal kalau mau cari benar, yang benar bukan keempat-empatnya. Yang benar adalah ayam itu sendiri.

Krukruk, kukuruyuk, kongkorongkong, dan kukurunuk merupakan simpulan estetis atas impresi yang ditangkap masing-masing orang terhadap bunyi kokok ayam. Keempatnya merupakan tafsir. Tafsir adalah interpretasi terhadap agama, maka tidak tepat kalau menempatkannya sebagai agama itu sendiri.

Setiap orang harus punya pemahaman terhadap versi yang diyakininya disertai dengan kesadaran bahwa orag lain boleh memakai versi tafsirnya yang lain. Ini penting sekali dijaga agar penghinaan di antara aliran-aliran jangan sampai terjadi, apalagi dipelihara.

Tentang bidah, yang perlu dipahami adalah di wilayah mana dia terletak. Bid’ah adalah melakukan sesuatu yang tidak dilakukan, tidak diperintahkan, dan tidak dianjurkan oleh Rasulullah dalam lingkup ibadah mahdhah atau rukun Islam. Salat dengan gerakan silat, azan diiringi musik, itulah yang dinamakan bidah, sebab pedoman yang berlaku dalam ibadah jenis ini adalah: jangan lakukan apapun kecuali Allah perintahkan.

Di luar itu, ada wilayah sangat luas yang pedomannya: lakukan apa saja kecuali yang Allah larang. Inilah yang disebut ibadah muamalah, dan di dalamnya tidak ada bidah. Manusia boleh punya ponsel, main Facebook, bikin tambak udang, berangkat ke tanah suci dengan pesawat, sepak bola, dan menciptakan kreativitas-kreativitas lain yang tidak dilakukan Rasulullah sepanjang kreativitas itu tidak melanggar syariat.

Kembali ke soal jamaah, ciri-ciri jamaah sudah diajarkan oleh Rasulullah dengan sangat gamblang. Barangsiapa robek bajunya di bagian depan, dia menempati shaf belakang. Barangsiapa robek bajunya di bagian belakang, dia menempati shaf depan. Sementara itu, dia yang robek bagian kanan bajunya mendapat tempat di baris kiri dan dia yang robek bagian kiri bajunya mendapat tempat di baris kanan. Dengan begitu, dari luar jamaah terlihat utuh dan bagus.

Dalam jamaah orang harus saling melindungi satu sama lain, bukannya justru saling ingin membuka robekan baju teman-temannya. Kalau memang baju-baju robek itu belum bisa ditambal, taruh dia di tempat yang tidak memungkinkan untuk terlihat dari luar.

Yang juga perlu diperhatikan dalam pemahaman mengenai jamaah adalah posisi imam dan makmum. Imam dipilih oleh makmum, bukan dia yang memilih siapa-siapa saja yang menjadi makmumnya. Imam bukan untuk ditaati – seperti juga orang tua, direktur, bupati. Yang harus ditaati adalah Allah, yang mewujud dalam aturan-aturan-Nya. Maka yang kita taati bukanlah imam, melainkan aturan salat. Begitu imam tidak lagi taat terhadap aturan, dia harus diganti.

Athiullah wa athiurrasul wa ulil amri minkum. Yang dilekati perintah athiu hanya ada dua, yaitu Allah dan Rasul. Hanya Allah dan Rasulullah yang mutlak harus ditaati. Selain itu —imam, ulama, majelis ulama, sesepuh, ketua, direktur— ditaati atau tidaknya mereka bergantung pada komitmen mereka terhadap aturan.

PhotoGrid_1379603474001 copy

Kebersamaan itu bukan saja indah, tapi juga suci. Barangsiapa mengancam kebersamaan, Allah marah kepadanya. Kita berdoa siapa saja yang berniat melukai ketentraman dan keutuhan jamaah plasma-inti anda disayang oleh Allah dengan mendapat hukuman dari-Nya.”

Kesalahan yang dikenai hukuman berhijrah menjadi kebenaran. Justru kalau ada koruptor tapi tidak ditangkap, yang terjadi adalah dobel salah. Maka terhadap orang-orang yang tertangkap KPK, Cak Nun biasa mengirim pesan singkat “Selamat ya, anda sedang menjalankan kebenaran Allah”.

“Sekarang saya akan mengucapkan Assalamu’alaikum kepada anda, tapi anda terlebih dulu harus memahami apa itu Assalamu’alaikum karena sekarang ini banyak sekali orang-orang tidak paham terhadap kata-kata yang dia lontarkan sendiri. Assalamu’alaikum adalah saya berjanji menjamin keselamatan anda, baik itu keselamatan harta, martabat, maupun nyawa anda. Maka anda wajib menjamin keselamatan saya juga dengan mengucapkan Wa’alaikumsalam.

“Saya sudah terlanjur ke sini, sudah dipersaudarakan oleh Allah, maka antara saya dan anda harus ada komitmen dan perjanjian untuk saling menyelamatkan. Khusus untuk Pak Fajar dan para pimpinan, tugas mereka ada pada kalimat warrahmatullahi wabarakatuh, yaitu komitmen untuk sungguh-sungguh mengurus rahmat Allah dengan tata kelola yang bagus agar menjadi barokah.

“Itu berarti tidak akan ada policy perusahaan yang mencelakakan para petambak. Atas komitmen ini, plasma juga harus menjawabnya dengan komitmen untuk bekerja sama. Plasma dan inti harus ajur-ajer menjadi satuan organisme sehingga tidak ada lagi plasma dan inti, yang ada adalah inti-plasma dan plasma-inti. Karena sudah menjadi satu, setiap ada apapun harus dirembug bareng-bareng.

“Kalau soal poin kedua, yakni rasa syukur, dia tak perlu dipelajari. Asal kita menggunakan hati dan akal kita, rasa syukur tumbuh sendiri dengan sangat suburnya setiap saat. Rasa syukur tak perlu menunggu keberhasilan 95% petambak, karena bahkan penderitaan saja punya banyak kandungan untuk disyukuri.

“Ketika kita diam pun, sangat banyak hal yang bisa kita syukuri. Allah memerintahkan setiap sel untuk terus memuai, dari 1 jadi 4, 8, 16, begitu seterusnya. Tapi Allah menghitungnya, begitu sampai pada sekian triliun, stop. Alis, gigi, tulang, semuanya tumbuh tapi tetap dijaga pertumbuhannya dengan batasan-batasan sebagai bentuk kenikmatan untuk manusia.”

Cak Nun meminta Kiai Kanjeng membawakan nomor Ya Allah Ridho sebagai pengingat, sebab untuk apa kaya raya kalau Allah tidak ridho kepada kita. Untuk apa perusahaan dan plasma sukses besar kalau di-mangkel-i oleh Allah. Dunia ini tidak ada gunanya kalau dia tidak lulus di akhirat.

“Untuk teman-teman yang agamanya bukan Islam, jangan merasa terancam dengan salawat yang kami lantunkan, sebab Islam justru datang supaya orang lebih punya kesadaran untuk mengamankan. Mukmin adalah orang yang dengan modal iman menuju amannya pihak-pihak di sekitarnya.

“Salawat ini bukan untuk kepentingan Islam, melainkan untuk kepentingan rahmatan lil ‘alamin. Allah sendiri yang berjanji bahwa barangsiapa bersama Rasulullah, Dia tak akan menyiksa dan mengadzabnya. Semoga berkahnya salawat ini sampai kepada anda semuanya. Semoga keuntungan anda semakin besar, bukan hanya jumlahnya tapi terutama berkahnya. Semoga anda tidak kaya-kaya amat tapi kalau pas butuh ada, semoga yang mestinya nggak sembuh jadi sembuh, yang sukar menjadi mudah.”

Setelah Ya Allah Ridho, Mbak Nia dan Mbak Yuli membawakan Shalawat Badar sebagai penutup sarasehan pagi ini.