RANJAU MIN HAITSU LA YAHTASIB

JUM’AT kedua telah tiba. Tandanya Kenduri Cinta akan diselenggarakan. Plaza Teater Besar Taman Ismail Marzuki menjadi venue reguler gelaran Kenduri Cinta yang memasuki tahun ke-23. Tema “RANJAU MIN HAITSU LA YAHTASIB” adalah tema yang diusulkan oleh Cak Nun sendiri untuk edisi Februari ini.

Sedari siang, langit Jakarta tampak menggelap. Awan mendung menggelayut di langit menemani penggiat Kenduri Cinta mempersipakan hal-hal teknis seperti proses pendirian tenda dan panggung dan penataan sound system. Teman-teman Letto pada edisi kali ini juga bisa ikut bergabung di Kenduri Cinta. Hujan gerimis menyambut kedatangan Mas Patub dan teman-teman Letto yang lain. Begitu tiba di Taman Ismail Marzuki, langsung melakukan check sound di panggung. Memang, Letto tidak full band, hanya dengan keyboard dan 2 gitar saja yang akan dimainkan. Namun tentu saja tetap memberi warna di forum Kenduri Cinta kali ini.

Menjelang maghrib, hujan turun cukup deras, merata di seluruh wilayah Jakarta. Beberapa jama’ah menanyakan informasi cuaca melalui DM akun Instagram Kenduri Cinta mengenai cuaca di Cikini. Padahal, akun Kenduri Cinta tidak berafiliasi dengan BMKG, kenapa harus ditanyakan mengenai informasi cuaca? Agaknya teman-teman juga perlu menyadari hal itu. Dan juga perlu belajar untuk bertanya pada pihak yang tepat tentang sebuah pertanyaan. Maka, sudah pasti pertanyaan semacam itu tidak akan dijawab oleh admin akun Kenduri Cinta. Begitu juga dengan pertanyaan-pertanyaan seperti; “Cak Nun datang nggak, min?”, padahal admin Kenduri Cinta sudah memposting foto Cak Nun di Instastory pada sore harinya. Memang, hidup penuh ranjau ternyata. Informasi yang sudah diinformasikan oleh pihak yang terpercaya, masih saja dipertanyakan validitasnya. Ruwet!

Tapi, itulah kemesraan kita bersama. Meskipun memang kita perlu untuk terus belajar dalam menyusun pertanyaan. Ketika forum Kenduri Cinta berlangsung, tidak jarang ada yang DM juga di akun Instagram mengenai kualitas sound system yang dianggap kurang memadai, karena tidak terdengar hingga barisan belakang. Padahal, sebaiknya bukan pertanyaannya tentang apakah kualitas suara bisa dimaksimalkan agar terdengar hingga baris belakang, melainkan yang disampaikan adalah; apakah saya bisa ikut membantu menyediakan sound system yang lebih layak?

Karena memang forum Maiyahan Kenduri Cinta dan juga forum-forum Maiyah di Simpul Maiyah lainnya adalah sebuah forum yang sangat mandiri. Kita sebagai Jamaah Maiyah yang nyengkuyung keberlangsungan forum ini. Dan sudah sangat biasa bagi Kenduri Cinta mengawali forum dengan saldo 0 rupiah. Uang bantingan kencleng dari jamaah sendiri yang kemudian digunakan untuk mebiayai sewa tenda, panggung, sound system juga ubo rampe lainnya. Tapi, itulah yang kemudian membuat kita gagah dengan Kenduri Cinta. Forum yang sudah berlangsung lebih dari 2 dekade di Jakarta, di pusat Ibukota, kita selenggarakan secara swadaya, mandiri dan mampu eksis hingga hari ini.

“Al-Qur`an yang kita baca itu Al-Qur`an qouliyah Qur`an yang literer kognitif dari Tuhan dengan verifikasi berpuluh-puluh abad, tetapi ada Al-Qur`an yang lebih luas yaitu Al-Qur`an kauniyah Al-Qur`an yang ada pada alam semesta, situasi-situasi sosial dan di dalam diri manusia.“
Emha Ainun Nadjib, Kenduri Cinta (Februari, 2023)

SEPERTI Kenduri Cinta biasanya, forum dimulai sejak ba’da Isya’. Setelah nderes Al Qur`an, dilanjut dengan beberapa wirid dan sholawat, diskusi diawali dengan sesi mukadimah. Penggiat Kenduri Cinta yang bertugas, satu per satu melambari forum ini dengan beberapa wacana yang sebelumnya sudah dirilis melalui naskah mukadimah Kenduri Cinta. Sesi Mukaddimah, seperti biasa menjadi ajang berbagi wacana bagi penggiat Kenduri Cinta untuk memantik jalannya diskusi. Di sesi awal ini, memang menjadi sesi yang ringan. Biasanya, aka nada tanya-jawab atau respons-respons dari isu terkini maupun juga tentang apa yang dibahas di sesi tersebut, bisa juga merespons tema Kenduri Cinta malam itu.

Seperti bulan Januari lalu, area Plaza Teater Besar Taman Ismail Marzuki dipenuhi oleh jamaah yang hadir dari berbagai latar belakang. Tidak sedikit pula orang tua yang mengajak serta anak-anak mereka yang masih kecil. Secara nalar, apa yang mereka lakukan bertentangan dengan paham mainstream orang kebanyakan saat ini. Bukankah sebaiknya anak-anak kecil di malam hari tidur di rumah, daripada harus berada di luar rumah dalam cuaca yang cukup dingin malam itu. Jamaah yang hadir pun, tidak sedikit pula yang merupakan masyarakat pekerja di Jakarta. Mereka mengesampingkan keinginan untuk segera pulang lalu beristirahat, melainkan memilih untuk hadir di Kenduri Cinta. Entah, mungkin mereka menganggap Kenduri Cinta sebagai ruang menuntaskan kerinduan. Ruang rindu, untuk sejenak melepaskan penatnya kehidupan di Jakarta.

Sekitar jam 21.00, Cak Nun sudah tiba di Taman Ismail Marzuki, bersama Bung Rocky Gerung, Mas Ian L. Betts dan tentu saja Mas Sabrang. Dalam beberapa edisi terakhir Kenduri Cinta, Cak Nun sendiri yang merasa sangat kangen dengan teman-teman Jamaah Maiyah, sehingga Cak Nun pun selalu hadir di forum lebih awal. Biasanya, Cak Nun akan hadir setelah lewat jam sepuluh malam, bahkan sering kali menjelang tengah malam baru kita menyimak paparan ilmu dari Cak Nun. Tapi, sekarang kita bisa lebih awal menyimak paparan Cak Nun.

“Jadi Bang Rocky Gerung, ini forum Kenduri Cinta, sudah berlangsung selama 23 tahun di Taman Ismail Marzuki secara konsisten, mandiri, egaliter dan tanpa sponsor” Fahmi Agustian memperkenalkan Kenduri Cinta kepada Bang Rocky Gerung. Kenduri Cinta menjadi sebuah forum yang terbuka, bahkan bisa juga disebut sebagai mimbar bebas. Karena di forum ini, Cak Nun sejak awal menanamkan kemerdekaan dalam berfikir, sehingga pantikan-pantikan yang disampaikan oleh Cak Nun pun seringkali membuat kita berfikir ulang mengenai konstruksi pemikiran yang selama ini kita gunakan. Dan tentu saja, dalam forum yang berlangsung lebih dari 5 jam ini, ada banyak sekali khasanah ilmu yang kemudian dipilah dan dicerna oleh jamaah yang hadir. Bukan hanya mencuplik 1-2 kalimat saja, untuk kemudian dimanfaatkan untuk mencari engagement di dunia maya.

Di Kenduri Cinta ini, setiap individu yang hadir diajak oleh Cak Nun untuk melihat suatu peristiwa, sebuah fenomena dari sudut pandang yang lebih luas. Bahkan di Maiyah, Mas Sabrang memperkenalkan idiom yang lebih luas, selain sudut pandang ada jarak pandang, ada resolusi pandang, ada lingkar pandang hingga bulatan pandang. Kesemuanya itu adalah pijakan yang digunakan dalam forum inklusif ini untuk menemukan apa yang benar, bukan siapa yang benar. “Selamat datang Bang Rocky Gerung di forum Kenduri Cinta”, pungkas Fahmi.

“Diskusi di Kenduri Cinta selalu kita landasi dengan pijakan bil-hikmah”, Tri Mulyana menambahkan. Diskusi yang berlangsung di Kenduri Cinta adalah perluasan dari diskusi di Reboan. Tema Kenduri Cinta kali ini yang diberi secara langsung oleh Cak Nun pun sudah dibahas sebelumnya di forum Reboan. “Yang kita kenal, terminologi min haitsu la yahtasib ini jika kita membaca di Al Qur`an, sambungannya adalah mengenai rezeki, di dalam Surat At Thalaq 2-3 yang juga sudah sering dibahas oleh Cak Nun. Namun kali ini Cak Nun menggunakan diksi tambahan yaitu ranjau, maka malam ini akan kita bedah bersama-sama”, Tri menambahkan sembari mengimbau jamaah yang hadir untuk merapatkan posisi duduknya. Tri kemudian mempesilakan Cak Nun untuk memulai diskusi utama malam itu.

“Di Maiyah kita mempelajarai bahwa kebenaran itu tidak perlu diomongkan kecuali kebenaran itu menghasilkan kebaikan untuk bersama. Kebaikan pun harus diolah sedemikian rupa sehingga dampaknya adalah hikmah atau kebijaksanaan. Sehingga goal-nya adalah manfaat.“
Emha Ainun Nadjib, Kenduri Cinta (Februari, 2023)

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, kita beri tepuk tangan yang meriah dan penuh cinta kepada Bung Rocky Gerung”, Cak Nun menyambut kehadiran Rocky Gerung malam itu. “Mohon maaf Bung Rocky Gerung, tema KC malam ini ada Arab-arabnya. Itu saya ambil dari Al Qur`an,” Cak Nun sedikit bercanda mencairkan suasana sekaligus menyambut kedatangan Bung Rocky Gerung di Kenduri Cinta. “Al-Qur`an yang kita baca itu Al-Qur`an qouliyah Qur`an yang literer kognitif dari Tuhan dengan verifikasi berpuluh-puluh abad, tetapi ada Al-Qur`an yang lebih luas yaitu Al-Qur`an kauniyah Al-Qur`an yang ada pada alam semesta, situasi-situasi sosial dan di dalam diri manusia. Teman-teman sekalian, Rocky Gerung ini adalah salah satu Al Qur`an kauniyah, maka malam ini kita baca sebanyak-banyaknya dari Surat Rocky Gerung ini,” Cak Nun melanjutkan dengan menyegarkan suasana dengan lontaran-lontaran.

“Di Maiyah kita mempelajarai bahwa kebenaran itu tidak perlu diomongkan kecuali kebenaran itu menghasilkan kebaikan untuk bersama. Kebaikan pun harus diolah sedemikian rupa sehingga dampaknya adalah hikmah atau kebijaksanaan. Sehingga goal-nya adalah manfaat”, Cak Nun menyambung paparan awal, sembari menyampaikan bahwa segala sesuatu yang kita lakukan harus kita upayakan agar menghasilkan manfaat semaksimal mungkin dan menghindari terjadinya mudharat sekecil mungkin. Menurut Cak Nun, kita hidup di hutan belantara yang dipenuhi dengan ranjau-ranjau. Apa yang kita sangka baik, justru ternyata adalah ranjau yang membahayakan bagi kita. Hal ini pun yang disadari oleh Cak Nun dengan banyak peristiwa yang dialami, ada beberapa hal yang ternyata setelah terjadi, justru lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya. Banyak tulisan-tulisan Cak Nun yang diniatkan untuk sesuatu yang sifatnya konstruktif, namun ternyata justru menjadi destruktif. “Kita belajar banyak kepada Negara yang dahsyat ini, kepada Bangsa yang aneh ini, kita belajar kepada rakyat yang unik ini, dan kepada nasib Nusantara yang penuh loro lopo dan naik turun yang luar biasa ini,” lanjut Cak Nun.

“Malam ini saya ingin menyerahkan sepenuhnya kepada Sabrang untuk memimpin forum”, lanjut Cak Nun. Sejalan seperti yang disampaikan Cak Nun sebelumnya di Padhangmbulan dan Mocopat Syafaat, bahwa Mas Sabrang mulai awal tahun ini didapuk Cak Nun untuk memimpin Sinau Bareng di setiap Simpul Maiyah. Cak Nun mencuplik terminologi Ki Hajar Dewantara; Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani. Bagi Cak Nun, Mas Sabrang memiliki kepekaan yang lebih landep, memiliki pemetaan yang lebih komprehensif, dan juga kemampuan untuk meneliti sesuatu hal dengan pandangan yang sangat detail. Tadi malam di Kenduri Cinta pun, Cak Nun menyatakan hal serupa, meminta Mas Sabrang untuk mengeksplorasi hal-hal yang dirasa perlu untuk disampaikan kepada teman-teman jamaah Kenduri Cinta.

“Saya ini kan orang jadul, saya mengalami pergantian era dari Orde Lama, Orde Baru, hingga Orde Reformasi ini yang serba wallahu a’lam bishshawwab itu, sehingga saya tidak punya lagi kemampuan untuk melihat masa depan sebagaimana Sabrang mampu melihat itu, sehingga saya memutuskan bahwa akselerasi Maiyah ke depan ada di tangan Sabrang untuk berperan ing ngarsa sung tuladha, karena Sabrang lebih mengerti tentang Al-Qur`an kauniyah hari ini, meskipun nantinya tetap mengacu pada Al-Qur`an qouliyah. Dan Sabrang lebih tahu dari apa yang saya tidak tahu, Sabrang lebih meneliti apa yang tidak saya teliti, Sabrang lebih mengerti pemetaan apa yang tidak bisa saya petakan,” lanjut Cak Nun.

“Kita tidak bernafsu apa-apa, kita tidak ingin apa-apa yang sifatnya besar-besar, kita tidak mengejar apa-apa, namun melalui forum Maiyah ini kita memiliki tujuan agar supaya kita meningkat kualitasnya sebagai manusia” Cak Nun melanjutkan sembari menjelaskan bahwa apa yang dilakukan kita bersama-sama di Maiyah ini adalah dalam rangka memperbaiki kualitas individu setiap kita. Sehingga, jika suatu saat nanti anak-anak Maiyah mendapat peran yang penting di suatu tempat, maka anak Maiyah akan memperlihatkan kualitas yang berbeda dan lebih baik dari yang ada sekarang. Itulah harapan kita bersama di Maiyah.

23 tahun berproses, yang datang di Kenduri Cinta hari ini bisa jadi adalah mereka yang belum lahir saat forum ini bermula. Mungkin, yang hadir malam ini di Kenduri Cinta adalah generasi kedua. Kita selama ini menyaksikan banyak orang tua mengajak serta anak-anaknya datang ke forum-forum Maiyah. Anak-anak yang masih sangat kecil, yang belum bisa diajak berfikir lebih dalam. Tetapi, orang tua mereka memperkenalkan atmosfer sinau bareng di Kenduri Cinta, dengan harapan kelak mereka juga akan bersambungan dengan majelis ini. Regenerasi di Maiyah ini murni terbangun secara alami, tanpa kita rekayasa.

“Kita tidak bernafsu apa-apa, kita tidak ingin apa-apa yang sifatnya besar-besar, kita tidak mengejar apa-apa, namun melalui forum Maiyah ini kita memiliki tujuan agar supaya kita meningkat kualitasnya sebagai manusia.“
Emha Ainun Nadjib, Kenduri Cinta (Februari, 2023)

SETELAH Taman Ismail Marzuki direvitalisasi, ada beberapa penyesuaian yang harus dilakukan. Mulai dari sistem perparkiran, hingga penertiban para penjual makanan. Memang, saat ini tidak diperbolehkan adanya penjual yang berjualan di dalam area Taman Ismail Marzuki seperti dulu. Mereka hanya diperbolehkan berjualan di halaman depan sebelum pintu masuk Taman Ismail Marzuki. Sedikit ada yang kurang nuansanya. Tetapi, sama sekali tidak mengurangi suasana Kenduri Cinta malam itu.

“Seluruh peradaban manusia hari ini adalah hasil dari penciutan, atau penyempitan fikiran”, tambah Cak Nun. Bahwa apa yang kita asah bersama di Maiyah adalah dalam rangka menghindari 3C; Ciut, Cethek, dan Cekak, yang kesemuanya bersifat destruktif terhadap kualitas individu manusia saat ini. Mengidap 3C yang dimaksud oleh Cak Nun adalah; Ciut maksudnya adalah agar kita tidak berpikir sempit. Cethek maksudnya adalah agar kita tidak berpikir dangkal. Dan Cekak, maksudnya adalah agar kita tidak memiliki kepekaan sumbu pendek yang mudah terprovokasi terhadap hal-hal yang remeh temeh.

Cak Nun kemudian mentdabburi surat Al Kahfi ayat 92, bahwa di dalam ayat tersebut Nabi Dzulqornain pada satu waktu bertemu dengan suatu kaum yang laa yakaaduuna yahqohuuna qoulan. Sebuah kaum yang sudah tidak mampu memahami perkataan. Menurut Cak Nun, kaum tersebut berlaku seperti itu karena sudah ditindas dan dihancurkan oleh Ya’juj dan Ma’juj. Ditegaskan oleh Cak Nun bahwa Ya’juj dan Ma’juj bukanlah makhluk mitologi, melainkan jenis manusia atau komunitas yang memang pekerjaannya adalah melakukan penindasan dan perusakan.

Sedikit mundur satu langkah, Cak Nun menjelaskan kenapa Iblis akhirnya dilaknat sampai akhir zaman oleh Allah setelah membangkang tidak mau bersujud kepada Adam AS. Iblis merasa bahwa api itu lebih tinggi derajatnya dari tanah, sehingga tidak mungkin ia bersujud kepada Adam. Seperti yang disebutkan di Al Qur`an, karena Iblis memiliki pandangan bahwa manusia kelak hanya akan saling menumpahkan darah dan melakukan perusakan di muka bumi. Iblis salah faham dengan perintah Allah saat itu. Menurut Cak Nun, dari peristiwa ini kita harus mampu belajar agar kita tidak terjebak dalam ranjau yang bernama salah faham, salah persepsi, salah asumsi dan salah identifikasi. “Sujud itu tidak sama dengan menyembah”, lanjut Cak Nun. Bersujud itu tidak selalu bermakna menyembah. Jadi, Tuhan tidak memerintah Iblis untuk menyembah Adam.

Cak Nun kemudian menjelaskan bahwa Malaikat itu juga bisa difahami sebagai fungsionaris yang diciptakan oleh Allah untuk bertugas sesuai dengan ruang lingkup penugasan yang sudah ditentukan. Jibril misalnya, secara nama hanya satu tetapi jumlahnya sangat banyak. Karena di dalam Al Qur`an pun Allah berfirman bahwa yang diberi inspirasi bukan hanya manusia, tetapi juga hewan dan makhluk ciptaan Allah yang lain. “Malaikat itu bisa diartikan sebagai perpanjangan birokrasinya Tuhan, karena secara epistimologinya berasal dari kata muluk. Jadi, Malaikat adalah kepanjangan dari kekuasaan Tuhan”, lanjut Cak Nun.

Sedikit memberi jeda, Cak Nun mengajak jamaah bergembira melantunkan wirid Alhamdulillah wa syukru lillah. Diiringi alunan musik dari Letto, dengan tempo yang terukur.

Alhamdulillah… Wa syukrulillah…
Alhamdulillah… Wa syukrulillah…
Azka sholati wasalami Lirosulillah..
Azka sholati wasalami Lirosulillah…

Sholli wasallim ‘Alal mu’allim
Sholli wasallim ‘Alal mu’allim
Ahmad muhammad yasiidi khoirol bariyah…
Ahmad muhammad yasiidi khoirol bariyah…

Alhamdulillah… Wa syukrulillah…
Alhamdulillah… Wa syukrulillah…
Azka sholati wasalami Lirosulillah…
Azka sholati wasalami Lirosulillah…

Hadzihil madinah Fiha nabina
Hadzihil madinah Fiha nabina
Hu wa abu zahro yasiidi khoirol bariyah…
Hu wa abu zahro yasiidi khoirol bariyah…

Alhamdulillah… Wassyukrulillah…
Alhamdulillah… Wassyukrulillah…
Azka sholati wasalami Lirosulillah…
Azka sholati wasalami Lirosulillah…

“Saya senang berada di sini. Kita akan berdiskusi semua hal dengan tuntunan akal sehat. Karena, itu yang hilang dari kita saat ini. Dari dulu yang saya tangkap dari Cak Nun, tema yang diusung tetap; kritisisme dengan literasi yang kuat. Kalau kita ringkas dari politik Indonesia hanya ada dua; yang diucapkan oleh Pemerintah dan diucapkan oleh Cak Nun. Jadi Anda tinggal pilih, grammar mana yang mau Anda pakai? Dalam hal ini saya berinduk pada grammar Cak Nun.“
Rocky Gerung, Kenduri Cinta (Februari, 2023)

Berinduk Pada Grammar Cak Nun 

CAK NUN kemudian mempersilakan Bung Rocky Gerung untuk menyapa jamaah Kenduri Cinta. Kehadiran Rocky Gerung menambah warna pada forum Kenduri Cinta tadi malam. Dan ini adalah momen pertama kali Rocky Gerung hadir di forum Kenduri Cinta. Rocky Gerung mengakui bahwa ia sudah sejak muda mengikuti sepak terjang Cak Nun. Baginya, Cak Nun adalah salah satu referensi yang sangat kuat, terutama dalam urusan politik. “Saya mencari akal dulu, agar tidak kena delik. Tadi saya diingatkan oleh Cak Nun mengenai satu terminologi yang sangat baik dari Ki Hajar Dewantara”, Rocky mengawali.

“Di sini saya menyaksikan orkestrasi dengan irama kegembiraan. Irama itu hanya dimungkinkan jika ada perbedaan nada. Demikian juga dengan kehidupan kita. Kemajemukan artinya ada banyak irama, jangan diseragamkan. Jadi kegembiraan kita malam ini menghalau kecemasan kita tentang politik, menghalau kecemasan kita tentang pemberangusan pikiran. Dan kita membuktikan malam ini bahwa Indonesia harus diasuh dengan keragaman irama itu dasarnya,” Rocky Gerung menyapa jamaah Kenduri Cinta.

“Ini generasi yang saya nggak ngerti… Bagaimana mungkin ada satu generasi yang terpelihara puluhan tahun dengan kimia yang sama; cinta dan kenduri itu. Dan di sini kita melihat satu harapan bahwa Indonesia bisa diatur ulang dengan berbagai irama,” Rocky Gerung mengungkapkan rasa nyaris tak percayaan terhadap generasi anak-anak Maiyah yang ternyata sudah terpelihara lebih dari 3 dekade, jika kita menarik titik awalnya adalah Padhangmbulan di Jombang 30 tahun lalu. Rocky Gerung kemudian sedikit menceritakan bahwa di area tempat Kenduri Cinta dihelat ini dulunya adalah salah satu area tempat peredaran ganja di Jakarta. Namun siapa mengira kalau saat ini area Teater Arena yang kini menjadi Plaza Teater Besar menjadi sebuah tempat dilangsungkannya Kenduri Cinta.

“Saya senang berada di sini. Kita akan berdiskusi semua hal dengan tuntunan akal sehat. Karena, itu yang hilang dari kita saat ini. Dari dulu yang saya tangkap dari Cak Nun, tema yang diusung tetap; kritisisme dengan literasi yang kuat. Kalau kita ringkas dari politik Indonesia hanya ada dua; yang diucapkan oleh Pemerintah dan diucapkan oleh Cak Nun. Jadi Anda tinggal pilih, grammar mana yang mau Anda pakai? Dalam hal ini saya berinduk pada grammar Cak Nun, yang kadangkala berbahaya,” Rocky Gerung menyampaikan dengan lugas di forum tadi malam.

Beberapa waktu lalu, ada salah satu potongan video yang dari ucapan Cak Nun di forum Bangbang Wetan yang viral. Rocky Gerung memilih untuk melihat dari sudut pandang yang berbeda mengenai viralnya video tersebut. Bahwa apa yang disampaikan oleh Cak Nun adalah sebuah sindiran dengan bahasa yang satir. Karena menurut Rocky Gerung, apa yang disampaikan oleh Cak Nun adalah sebuah narasi yang berdasar pada literasi yang kuat. Baginya, percakapan warga negara jangan dicurigai, karena bisa berakibat pada gagunya komunikasi publik hanya karena ketakutan karena berbeda pendapat. Seharusnya, perbedaan dalam berwacana adalah sesuatu yang wajar. “Indonesia bukan sekadar memerlukan persatuan, tapi memerlukan keragaman. Itu yang lebih penting”, tandas Rocky Gerung.

“Kalau kita ingat Sumpah Pemuda, itu dasarnya adalah karena kita beragam maka diperlukan persatuan. Kalau sekarang justru kebalikannya, demi Persatuan tidak boleh ada keragaman. Itu bahayanya, kalau kita tidak ikut grammar-nya Cak Nun.”, lanjut Rocky. Apa yang terjadi hari ini adalah persatuan yang diperjuangkan dengan menihilkan perbedaan, padahal bangsa ini dibangun atas dasar karena adanya keragaman maka diperlukan persatuan. Maka menurut Rocky jangan sampai kita menghilangkan keragaman, termasuk keragaman dalam berimajinasi, keragaman dalam berfikir dan lain sebagainya.

Menurut Rocky Gerung, Pemerintah saat ini sangat peka dengan ucapan-ucapan yang menyindir, padahal sebenarnya itu bukan sebuah sindiran, melainkan sebuah ungkapan mengenai fakta. Satu kata misalnya; people. Rocky Gerung akan langsung teringat dengan gerakan people power di Perancis di tahun 1789 ketika Raja Louis XVI dipenggal kepalanya dengan pisau gullotine, karena Raja Louis XVI itu terbukti korup. Kisah rezim sebelumnya, Etienne Silhouette adalah seorang Menteri Pajak dari Kerajaan Perancis yang melakukan strategi baru di Perancis saat itu untuk menarik pajak yang lebih banyak dari rakyatnya karena Kerajaan membutuhkan dana yang besar.

Bagi Rocky Gerung, menangkap ungkapan Cak Nun yang viral sebelumnya membutuhkan pengetahuan yang lengkap mengenai ucapan tersebut. Dan cerita-cerita masa lalu bisa menjadi gambaran bagi kita untuk belajar agar kita bisa menjadi lebih baik lagi. Karena jika kita menguasai konteksnya, maka kita akan memahami bahwa konteks yang dimaksud oleh Cak Nun itu adalah sesuatu yang nyata. Dan menurut Rocky, Cak Nun menggunakan “grammar”-nya sendiri yang secara merdeka berani mengungkapkan fakta. Sementara kondisi hari ini, kita dipaksa untuk seragam dengan grammar-nya Negara. “Tetapi karena grammar-nya dikuasai oleh Negara maka kita mesti fit and propper dengan cara dan keinginan Negara, itu kan ngehek namanya”, lanjut Rocky Gerung disambut tawa jamaah.

“Kita di sini adalah kumpulan fikiran, bukan kumpulan orang. Terutama karena kita di sini ingin mendengar ucapan-ucapan Cak Nun yang sangat tidak mungkin dipisahkan dari politik. Jadi biasakan saja mendengar uraian Cak Nun, karena tidak mungkin Cak Nun bicara tanpa konteks politik”, lanjut Rocky Gerung. Ia kemudian menceritakan persahabatannya dengan Gus Dur yang juga bersahabat dengan Cak Nun. Dalam konteks hubungan persahabatan itu, ia dan Gus Dur pun sering ledek-ledekan. Seperti ketika Gus Dur mengucapkan Selamat Natal kepada Rocky, ia menjawab bahwa ia tidak serius beragama, dan Gus Dur pun tak tanggung-tanggung dengan menjawab; “saya juga ngucapin (selamat natal)-nya tadi nggak serius kok”.

Dari cerita ini, Rocky ingin menyampaikan bahwa kita semakin tidak terbiasa untuk bercanda, tidak terbiasa berkelakar, sehingga kita mudah tersinggung dengan ucapan-ucapan yang berbeda pandangan dari sudut pandang kita sendiri.

“Kita ada di dalam suasana menyambut harapan. The politics of hope. Di depan ada harapan. Tetapi kita masih hitung-hitung, harapan ini akan kita titipkan kepada siapa? Kepada orang yang paham keberagaman atau kepada orang yang sekadar memanfaatkan keberagaman untuk menaikkan elektabilitas? Itu kita bedakan disitu”, lanjut Rocky Gerung.

“Saya berupaya untuk tidak memakai teori elektabilitas di sini. Bagi kita di sini, kita adalah community of rights, community of ethics, karena itu prinsip saya adalah; memilih pemimpin dia pertama kali harus lolos filter etika. Yang kedua, dia harus lolos prinsip intelektualitas. Setelah ia lolos etika dan intelektualnya, baru kita uji elektabilitasnya”, lanjut Rocky Gerung menjelaskan prinsipnya mengenai pemilihan seorang pemimpin.

“Jadi teman-teman, anggap saja Kenduri Cinta ini pertemuan yang menghasilkan suatu narasi baru di Indonesia. Bukan narasi Negara, bukan narasi Pemerintah, melainkan narasi masyarakat sipil. Itu intinya mengapa saya bergabung dengan Cak Nun, Emha Ainun Nadjib”, pungkas Rocky Gerung.

“Ya kita saling bergabung satu sama lain”, Cak Nun menyambung ungkapan Rocky Gerung disambut tepuk jamaah. “Kita ini hanya bisa berdoa, tetapi kita juga bisa melihat ke depan bahwa dalam dua tahun ke depan kita akan melihat peristiwa-peristiwa yang besar yang akan menjadi trigger perubahan-perubahan seperti yang diimpikan oleh Bung Rocky Gerung tadi”, lanjut Cak Nun.

“Melihat perjuangan Anda di Maiyah, Padhangmbulan sudah 30 tahun, Kenduri Cinta sudah 23 tahun dan banyak simpul Maiyah lain yang juga bertumbuh, kayaknya juga akan menghasilkan buah yang juga dahsyat di kemudian hari. Wallahu a’lam.“
Emha Ainun Nadjib, Kenduri Cinta (Februari, 2023)

CAK NUN kemudian kembali bercerita mengenai bagaimana “Lautan Jilbab” menjadi sebuah fenomena di akhir 90’an. Hanya dipentaskan 4 kali; di UGM bersama Sanggar Salahuddin, kemudian di Surabaya, di Madiun dan di Makassar. Sejak awal menyusun syair “Lautan Jilbab”, yang diperjuangkan oleh Cak Nun bukan tentang target sebanyak mungkin perempuan muslim di Indonesia mengenakan jilbab, melainkan yang diperjuangkan adalah hak dari setiap manusia untuk menentukan sendiri apa yang ingin mereka lakukan. Termasuk dalam mengenakan jilbab saat itu. “Jadi saya bukan memperjuangkan jilbab. Saya memperjuangkan hak manusia untuk memilih sesuatu, kebetulan saat itu jilbab sedang menjadi isu”, lanjut Cak Nun.

Bagi Cak Nun, dari judul “Lautan Jilbab” saja sebenarnya sudah menunjukkan satu judul yang sombong. Jangankan lautan, kolam saja belum tentu. “Mungkin itu peristiwanya sama persis seperti saat kata fir’aun masuk ke otak saya, lalu kemudian viral”, Cak nun melanjutkan. Tapi yang ingin disampaikan Cak Nun malam itu adalah, perjuangan “Lautan Jilbab” yang hanya berusia beberapa bulan saja mampu menghasilkan fenomena perempuan berjilbab begitu banyak saat ini, maka tidak berlebihan jika kemudian kita berharap ada buah yang juga akan kita tuai dengan perjalanan Maiyah yang sudah memasuki dekade ketiga ini. “Melihat perjuangan Anda di Maiyah, Padhangmbulan sudah 30 tahun, Kenduri Cinta sudah 23 tahun dan banyak simpul Maiyah lain yang juga bertumbuh, kayaknya juga akan menghasilkan buah yang juga dahsyat di kemudian hari. Wallahu a’lam”, lanjut Cak Nun.

Kita kan tidak bisa membuahkan jagung, kita bisanya menanam jagung tapi bukan kita yang menumbuhkan jagung itu. Jadi sejarah Maiyah ini nanti akan berkembang menjadi jagung yang besar atau tidak, yang saya tidak tahu akan bagaimana. Tapi saya tidak yakin bahwa itu tidak terjadi, karena saya sudah menanam manusia-manusia baru, generasi-generasi yang berbeda sama sekali dengan generasi yang sebelumnya, anak-anak baru yang lebih siap mengelaborasi masa depan dengan komprehensif dan keberagaman yang sangat tertata dan seimbang satu sama lain seperti yang Bung Rocky sampaikan sebelumnya”, Cak Nun menanamkan optimisme kepada jamaah malam itu.

“Kalau saya melihat nasib saya pribadi, seolah-olah saya tidak akan menghasilkan apa-apa. Tapi kalau melihat atau berkaca pada Lautan Jilbab itu, saya sangat optimis bahwa kita akan melahirkan sesuatu, yang tingkatnya bahkan bukan hanya nasional, tapi internasional. Wallahu a’lam”, Cak Nun menegaskan rasa optimisnya terhadap Maiyah di masa depan.

Bagi Cak Nun, harapannya sangat sederhana. Mungkin buah dari Maiyah tidak selalu tentang sesuatu yang besar seperti halnya Lautan Jilbab. Minimal, ada perubahan yang mendasar dalam hubungan sosial masyarakat antar manusia, yang tumbuh dan tersambung oleh bunga-bunga Maiyah yang kita semai hari ini. Bahkan, Cak Nun seringkali mengatakan tidak harus orang mengenal apa itu Maiyah, yang penting orang bisa merasakan hati Maiyah. Jangan sampai Maiyah menjadi sebuah label, brand, merk atau padatan yang lain, tetapi Maiyah sebagai ruh adalah nilai yang selalu kita bawa dimanapun kita berada. Bagi Cak Nun, Maiyah sudah melakukan apa yang disebutkan oleh Allah dalam ayat-Nya; Innallaha laa yughoyyiru maa biqoumin hatta yughoyyiru maa bi anfusihim. Tugas kita sebagai manusia adalah berusaha, bukan menentukan. Dan kita yakin atas usaha kita akan menghasilkan sesuatu yang baik dan bermanfaat.

“Kita ini perlu bersinergi dengan semuanya. Maka malam ini kita diperjodohkan dengan Bung Rocky Gerung, tidak untuk pencitraan, tidak untuk apapun yang lain, tetapi untuk menyongsong harapan yang sama terhadap seluruh nasib rakyat Indonesia”, Cak Nun menambahkan bahwa Maiyah pun tidak mungkin bergerak sendiri, membutuhkan sinergi dengan pihak lain yang memiliki kemurnian hari dengan niatan yang sama dalam rangka mewujudkan Indonesia yang lebih baik di masa depan.

“Jadi teman-teman sekalian, saya ingin Anda mensyukuri kepada Tuhan Yang Maha Esa, mudah-mudahan ini adalah pertemuan yang agung antara Anda dengan Bung Rocky, dengan Sabrang dan saya. Ini adalah liqoo’un adhiim“, lanjut Cak Nun sembari menjelaskan bahwa liqooun adhiim adalah pertemuan yang agung, bukan pertemuan yang besar. Tetapi pertemuan yang mengandung kebesaran, ketinggian dan keluasan. Bagi Cak Nun, kita semua yang datang ke Kenduri Cinta dan forum Maiyah lainnya adalah datang dengan ketulusan, sehingga persambungan yang terjadi bukan seperti anak buah dengan bos, santri dengan kyai, bukan pertemuan antara konstituen dengan partai atau strata apapun saja. Persambungan yang terjadi adalah persambungan yang murni atas ketulusan hati. Kenduri Cinta disebut pengajian bisa, tetapi batal karena yang hadir berkerumun tanpa sekat perempuan dan laki-laki.

Disebut forum rakyat boleh, tetapi batal karena ada ayat-ayatnya yang dibahas. Disebut diskusi publik juga boleh. “Bung Rocky, Teman-teman ini hadir di sini sangat tulus. Mereka tidak hanya gembira tapi juga bahagia. Karena mereka menemukan habitatnya sebagai manusia, menemukan nature-nya sebagai manusia”, lanjut Cak Nun yang langsung disambung oleh Bung Rocky; “Ibarat jagung menemukan lahan, sehingga tumbuh”.

“Disebut relawan, batal karena tidak ada sponsor”, lagi-lagi Bung Rocky menyela Cak Nun disambut teputk tangan dan tawa jamaah. “Jadi ini Bung, Kenduri Cinta 23 Tahun, Padhangmbulan di Jombang 30 tahun tidak ada sponsor, tidak ada pembiayaan dari siapapun; pengusaha atau pemerintah”, lanjut Cak Nun menegaskan bahwa forum Maiyah adalah forum yang mandiri yang membiayai dirinya sendiri. Jamaah yang hadir adalah pihak yang ikut bertanggung jawab dalam penyelenggaraan forumnya.

Sangat gayeng diskusi bergulir di Kenduri Cinta tadi malam. Cak Nun dengan paparan-paparan ilmu yang mendalam, Rocky Gerung dengan paparan yang lugas dan tegas, namun juga diimbangi oleh Mas Sabrang dengan giringan tema yang dibedah dengan penjelasan dan pemahaman yang komprehensif dan lengkap.

“Ketika ada sesuatu yang diinginkan oleh dua pihak atau lebih pasti terjadi pergesekan. Ketika ada sesuatu yang sama diinginkan, pasti terjadi pergesekan. Jika hal yang diinginkan itu tidak bisa dibagi, tidak ada yang namanya kompromi. Jadi mereka harus rebutan satu sama lain.“
Sabrang MDP, Kenduri Cinta (Februari, 2023)

Pemimpin yang Efektif Mampu Memanage Dualitas 

SEBELUM Mas Sabrang memaparkan pandangannya mengenai tema Kenduri Cinta, 2 nomor Letto dimainkan secara akustik; Permintaan Hati dan Ruang Rindu. Dua nomor lagu yang merupakan dua dari sekian nomor andalan Letto, meskipun dibawakan secara akustik namun sama sekali tidak mengurangi kegembiraan untuk bernyanyi bersama di Kenduri Cinta tadi malam.

“Ranjau ini tema menarik, saya bisa menarik ke belakang, saya bisa menunjukkan secara jelas dimana pin point kebodohan Indonesia, termasuk saya dan kalian, karena kita mengulangi kesalahan yang sama berkali-kali,” Mas Sabrang mengawali paparannya.

“Saya akan mulai dari Dzulqornain. Dzulqornain ini artinya dua tanduk, tapi saya punya interpretasi yang berbeda, mungkin juga sudut pandang yang berbeda. Menurut saya yang membuat adanya realitas ini adalah adanya dualitas; ada tinggi-rendah, panas-dingin, dan seterusnya, selalu ada dualitas seperti itu. Dan orang yang bisa me-manage dualitas itu secara efektif itulah pemimpin yang sebenarnya. Bahkan baterai pun tidak akan bergerak tanpa adanya dualitas positif-negatif, selalu ada dua kutub. Dan orang yang mampu me-manage dua kutub itu adalah pemimpin yang paling baik, menurut saya seperti itu interpretasinya” lanjut Mas Sabrang.

“Ranjau, kalau ngomong pakai kamus bahasa Indonesia adalah sesuatu yang mencelakakan, semua sudah tau arti ranjau secara fisik. Tetapi kita dulu sudah pernah ngobrol tentang pengalaman fisik, pengalaman akal, pengalaman spiritual dan seterusnya”, Mas Sabrang melanjutkan. Secara bentuk pun, kita tahu bentuk ranjau seperti apa.

“Ketika ada sesuatu yang diinginkan oleh dua pihak atau lebih pasti terjadi pergesekan. Ketika ada sesuatu yang sama diinginkan, pasti terjadi pergesekan. Jika hal yang diinginkan itu tidak bisa dibagi, tidak ada yang namanya kompromi. Jadi mereka harus rebutan satu sama lain,” dilanjutkan oleh Mas Sabrang dengan menjelaskan bahwa ada beberapa konsep rebutan. Ada rebutan yang berlangsung dengan adanya peraturan, namanya adalah kompetisi. Jika ada rebutan yang tidak ada aturannya, maka yang terjadi adalah perang. Dan ketika yang dipilih adalah perang, maka yang ada urusannya adalah menang dan kalah. Siapa yang membunuh lebih banyak, dia yang menang dan dia yang mengambil sesuatu lebih banyak dari musuhnya yang kalah.

Jika kompetisi, yang terjadi adalah perebutan sesuatu dengan aturan, sehingga saling melindungi satu sama lain, bukan saling membunuh satu sama lain. Yang paling sederhana adalah kompetisi olahraga. Meskipun ada satu hadiah yang diperebutkan, tetapi ketika ada yang berhasil meraih hadiah tersebut, yang lain akan menerima, karena hadiah didapatkan dengan cara bermain atau aturan main yang sudah disepakati bersama. Dan kompetisi ini akan berumur panjang, akan kontinyu, karena sifatnya perang panjang. Kalah di satu kompetisi, bisa menang di kompetisi yang lain. “Kalau perang, tidak peduli membunuh, yang penting mengambil salah satu yang dipakai di dalam perang adalah ranjau”, lanjut Mas Sabrang.

“Kalau perang adalah urusannya membunuh satu sama lain, artinya yang kalah pasti hancur. Yang menang pun sebenarnya hancur, walaupun mendapatkan yang dia inginkan”, tambah Mas Sabrang yang kemudian melempar pertanyaan; Kita ini seluruh Bangsa Indonesia menginginkan hal yang sama atau tidak? Mas Sabrang mencontohkan, dalam dunia politik, visi misi semua partai politik adalah sama. Tetapi, perilaku para pelaku politik di Indonesia adalah perilaku peperangan. Mereka saling bunuh-bunuhan satu sama lain. “Kalau kamu tujuannya sama, kenapa kamu membunuh satu sama lain?,” lanjut Mas Sabrang.

“Artinya kamu ingin mencapai sesuatu yang tidak boleh dibagi sama yang lain. Itu sebenarnya pertarungan di otaknya bukan kompetisi, pertarungan di otaknya adalah peperangan. Dan Anda sudah belajar devide et impera, Anda sudah belajar tentang adu domba, dan sampai sekarang kita diadu domba lagi. Betul nggak?”, lanjut Mas Sabrang. “Kalau musuhnya adalah temen kalian, yang cita-citanya sama, yang mendapat keuntungan terbsesar siapa? Sebenarnya bukan kita yang mendapatkan keuntungan terbesar. Saya nggak faham kenapa kita saling bunuh-membunuh satu sama lain, karena seharusnya musuh Indonesia adalah masalah bukan saudara Indonesia sendiri”, Mas Sabrang melanjutkan lalu menjelaskan bahwa yang terjadi saat ini orang atau person adalah menjadi musuh dari sebagian orang, bukan membincangkan tentang solusi menangani sebuah masalah melainkan menyerang personal dari beberapa atau sebagian orang, kemudian dijadikan musuh bersama.

Artinya, kita ini diadu domba, bukan menyelesaikan masalah yang kita hadapi melainkan disuruh menghajar saudara kita sendiri dan kita lupa dengan masalah yang harus kita selesaikan sebelumnya. Sementara masalah Indonesia akhirnya diselesaikan oleh orang lain, kemudian mereka mengambil profit dari Indonesia. “Kalau Anda ingin melihat pengkhianat terbesar di Indonesia, dia adalah orang yang ingin membunuh saudaranya sendiri. Membunuh karakternya, membunuh idenya, diem-diem membunuh badannya juga.

Termasuk ruang publik yang tidak terkontrol yang kita kenal sebagai media sosial saat ini, seluruh algoritmanya sudah diatur sedemikian rupa sehingga yang berlaku di media sosial adalah membunuh saudara kita sendiri, dan kita tidak menganggap itu sebagai penjajahan. Karena musuh yang disepakati bukanlah masalah, melainkan musuhnya adalah orang lain yang tidak sependapat dengan kita, kemudian kita hajar bersama-sama di ruang publik itu. Bahkan, jika ada orang luar yang tidak kita kenal, ikut menghajar saudara kita yang berbeda pandangan dengan kita, orang luar itu justru kita anggap teman daripada saudara kita sendiri.

“Kalau dalam satu tim sepakbola, kamu bersaing dan membunuh bek-mu sendiri, yang banyak ke-golan ya tim mu sendiri. Musuhmu itu masalah, musuhnya bukan ide yang berbeda. Ide yang berbeda itu diobrolkan, karena gunanya ide, gunanya pikiran itu untuk menggantikan dirimu yang mati kelak”, lanjut Mas Sabrang, dan kemudian menjelaskan bahwa setiap kita itu punya banyak ide untuk Indonesia, dan saat ide itu mati itu tidak apa-apa, karena kita bisa melahirkan ide-ide berikutnya yang lebih baik lagi. Karena jika ide yang baik itu sudah lahir dan terpelihara, meskipun orangnya mati, idenya tidak akan mati.

“Harapan saya, Maiyah bisa menjadi contoh. Walaupun yang datang ke sini berbeda-beda terus, kita bukan saling me-ranjau satu sama lain. Pihak kita, Maiyah, jelas. Pihak Maiyah adalah manusia. Musuhnya adalah masalah“
Sabrang MDP, Kenduri Cinta (Februari, 2023)

MENURUT Mas Sabrang, setiap masalah yang dihadapi oleh Indonesia seharusnya yang dilakukan adalah kita sebagai anak bangsa, duduk bersama, para ahli berkumpul, mendefinisikan masalah kemudian beradu ide untuk menemukan solusi terbaik, sehingga melahirkan manfaat untuk bersama.

Dari gambaran kecil ini saja, Mas Sabrang sudah memperlihatkan fakta yang ada di Indonesia bahwa keinginan yang awalnya bersifat sama untuk semua orang, keinginan yang sama itu tetapi tidak bisa dibagi satu sama lain, akhirnya menghasilkan peperangan yang berakibat pada saling bunuh-membunuh satu sama lain. Maka bisa dipastikan bahwa yang ada di kepala mereka bukan kompetisi melainkan peperangan.

“Nggak make sense-nya di Indonesia adalah kita perang dengan saudara kita sendiri. Kita bersedia membunuh karakter saudara kita sendiri karena perbedaan gagasan”, lanjut Mas Sabrang. Menurut Mas Sabrang, Indonesia itu membutuhkan seorang pemimpin yang mampu me-manage polaritas sebaik mungkin, bagaimana ia mampu me-manage polaritas pihak yang setuju dengan dia dan pihak yang tidak setuju dengan dia. Kalau pemimpin yang kita pilih tidak mampu me-manage polaritas itu dengan baik, maka dia bukan Dzulqornain.

“Dan Anda tahu, dari beberapa teori yang paling mendekat Dzulqornain itu siapa? Namanya Akhenaten, istri dari Nefertiti, julukannya Amenhotep IV; Fir’aun”, Mas Sabrang memancing jamaah untuk meneliti lebih jauh tetang sosok Dzulqornain, bahwa ada teori yang juga menunjukkan bahwa Fir’aun Akhenaten adalah Dzulqornain. Benar atau tidaknya, silakan diteliti sendiri. Ini hanya sedikit insert dari Mas Sabrang.

Kembali berbicara tentang peperangan, Mas Sabrang menjelaskan bahwa inti dari sebuah peperangan adalah seberapa banyak informasi yang kita miliki untuk merespons keadaan. Semakin banyak informasi yang kita dapatkan, semakin kita bisa merespons situasi secara tepat. “Intinya itu sebenarnya. Kamu punya informasi seberapa, kamu respons situasi seberapa”. Menurut Mas Sabrang, ranjau juga bisa berupa informasi, sehingga membuat informasi menjadi tidak berharga, dan akhirnya kita tidak bisa mengukur seberapa jauh validitas sebuah informasi. Dalam sejarah Islam, Mas Sabrang mencontohkan bagaiman informasi dikelola dengan baik dalam strategi Perang Muth’ah yang dipimpin oleh Khalid bin Walid.

“Jadi intisari dari ranjau adalah sesuatu yang kamu tidak bisa mengukur resikonya”, lanjut Mas Sabrang. “Di dunia informasi online, banyak ranjaunya nggak?”, Mas Sabrang memancing jamaah dan dijawab serentak “Banyak”. Dalam sebuah riset mengenai Digital Civility Index tahun 2021, informasi hoax yang beredar di Indonesia masih mendominasi. Informasi yang layak dikonsumsi, hanya sekitar 3-4% saja dari keseluruhan informasi yang beredar di dunia maya. “Jadi saya ingin menghubungkan bahwa ranjau bukan hanya berupa ranjau fisik, tetapi ada juga ranjau pada realitas akal. Hati-hati dengan ranjau-ranjau itu. Karena ranjau-ranjau itu adalah alat untuk Anda tidak tahu situasi sehingga tabrakan dengan saudara-saudaramu sendiri. Sampai kapan kita mau diajak perang dengan saudara kita sendiri? Harapan saya, Maiyah bisa menjadi contoh. Walaupun yang datang ke sini berbeda-beda terus, kita bukan saling me-ranjau satu sama lain. Pihak kita, Maiyah, jelas. Pihak Maiyah adalah manusia. Musuhnya adalah masalah”, lanjut Mas Sabrang sembari mencuplik ucapan Ali Bin Abi Thalib; Kalau kamu sampai pada suatu masalah, nomer satu yang dilihat adalah sumbangsihmu pada satu masalah itu. Karena semua orang pasti punya sumbangsih masalah. “Sebelum kita nunjuk orang lain, kita pastikan bahwa Maiyah sudah selesai dengan dirinya sendiri, sebelum ribut untuk ngurusi sesuatu yang jauh lebih besar. Karena suatu Bangsa terdiri dari orang-orang. Kalau orangnya beres, maka akan terjadi suatu emergence yang baik. Agama tidak pernah mengajarkan pemerintahan. Agama mengajarkan akhlak yang baik. Karena dari akhlak yang baik, sistem pemerintahan seperti apapun akan beres”, Mas Sabrang melanjutkan.

Dicontohkan oleh Mas Sabrang kembali mengenai emergence society yang dibangun oleh koloni Semut. Menurut Mas Sabrang, ada 2 hal yang bisa kita pelajari dari koloni Semut; silaturahmi dan berani menjadi. Mereka setiap bertemu kawanan, saling menyapa. Kemudian, saat melihat ada peran yang belum diambil, maka dia mengambil peran. Ia berani menjadi sesuatu untuk melakukan sesuatu agar bermanfaat bagi koloninya. Bukan sibuk berebut peran, melainkan menemukan perannya sendiri. Sehingga, dengan populasi sebanyak itu, dapat ter-manage dengan baik, tercipta kehidupan yang damai. Semua bekerja, semua memiliki peran, sehingga semua memilih peran. Berani tandang. Dan ini yang coba kita lakukan di Maiyah. “Kita ini semut-semut kecil yang membawa setetes air. Tapi jangan remehkan. Di sini kita bersilaturahmi seperti semut, dan satu lagi, kita berani menjadi jika dibutuhkan untuk melawan masalah”, pungkas Mas Sabrang.

Malam itu, selain Mas Sabrang dan Bung Rocky Gerung, hadir juga di Kenduri Cinta; Mas Ian L Betts, Habib Anis Sholeh Baasyin, dan Mas Harry Tjahjono yang merupakan salah satu sahabat lama Cak Nun yang merupakan seorang penulis skenario dari sinetron Si Doel Anak Sekolahan dan juga pencipta lagu Keluarga Cemara. Ia hadir bersama anaknya; Krisna yang beberapa tahun lalu menciptakan lagu Mimpi Paling Nyata untuk sound track film Terima Kasih Emak Terima Kasih Abah. Cak Nun pun memberikan kesempatan masing-masing untuk ikut memberikan refleksi mengenai Kenduri Cinta malam itu.

Sebelum melanjutkan diskusi, Cak Nun meminta Letto untuk memainkan satu nomor lagu. Sandaran Hati pun dimainkan. Satu lagu Letto dengan pemaknaan lirik yang mendalam, dibawakan secara akustik, menghangatkan suasana Kenduri Cinta malam itu. Kemudian, Krisna juga diminta oleh Cak Nun untuk memainkan salah satu karyanya secara solo akustik berjudul Kotaku.

“Maka, usahakan bahwa setiap langkahmu adalah keputusan ruh-mu. Maka kita punya istilah aktivasi ruh di Maiyah, bukan untuk hebat-hebat, tetapi memang kita harus melatih ruh kita agar selalu terkoneksi dengan jasad kita“
Emha Ainun Nadjib, Kenduri Cinta (Februari, 2023)

MAS HARRY TJAHJANTO sedikit bercerita tentang kedekatannya dengan Cak Nun. Satu cerita yang paling berkesan adalah saat proses rekaman lagu “Kekasih Tak Bisa Menanti”, salah satu lagu yang diciptakan oleh Mas Harry Tjahjanto, namun kemudian liriknya diubah oleh Cak Nun. “Saat itu, rekaman hanya satu kali take saja, Cak Nun mengganti liriknya saat di studio, dan tidak ada take vokal kedua. Sekali rekaman langsung jadi”, kenang Mas Harry Tjahjanto yang juga ikut merasakan bagaimana saat orde baru dikejar-kejar oleh aparat pemerintah saat itu. Dan lagu tersebut, sempat dianggap sebagai karya yang membahayakan bagi rezim penguasa. Diproduksi pada tahun 1997, lagu tersebut tercipta saat Soeharto sedang pada puncak kekuasaannya sebelum lengser di tahun 1998.

Cak Nun kemudian mempersilakan Mas Ian L. Betts untuk juga berbagi respons mengenai Maiyah. “Kenduri Cinta dan Maiyah adalah salah satu pengalaman berharga bagi saya. Karena saya tidak pernah menemukan forum seperti ini selain di Indonesia”, Mas Ian yang merupakan bukan warga negara asli Indonesia bercerita bahwa forum seperti Kenduri Cinta adalah forum yang sangat membahagiakan. Sebuah forum yang terbuka, menerima siapapun saja untuk datang dan berbicara. Kita semua bergembira di forum ini, bernyanyi bersama, menyimak diskusi namun juga tetap bisa khusyuk saat bermunajat dan bersholawat. Mas Ian teringat perjalanan bersama Cak Nun, Mbak Via, KiaiKanjeng dan Mas Sabrang saat ke Belanda dan Finlandia, saat itu gempar sebuah film dokumenter Fitna yang mendeskreditkan umat Islam. Hari ini, peristiwa serupa dalam perilaku yang berbeda kembali terulang. Seorang politisi Swedia membakar Al Qur`an di depan kedutaan Swedia di Turki. Menurut Mas Ian, peristiwa seperti ini sangat berdampak pada umat muslim di eropa. Sedikit banyaknya pasti terdampak. Mereka mendapatkan gangguan dan diskriminasi di segala bidang.

Saat perjalanan di Belanda dan Finlandia saat itu, Mas Ian teringat Cak Nun, Mbak Via, Mas Sabrang dan KiaiKanjeng tampil di berbagai tempat; di dalam Gereja, di dalam Masjid dan di dalam Synagog. Membawa misi perdamaian dan rekonsiliasi anatar umat beragama di sana saat itu. Mas Ian teringat momen pertama pertemuan dengan Cak Nun, saat itu Cak Nun menyampaikan; “Peristiwa ini bukan Anda bertemu dengan saya, melainkan Anda dipertemukan dengan saya”, ungkap Mas Ian. Dan seperti itulah kita di Maiyah hari ini, bahwa kita dipertemukan satu sama lain di Maiyah ini.

“Bagi saya, pengalaman di Kenduri Cinta untuk datang secara langsung seperti malam ini adalah harta karun yang tidak ternilai”, Mas Ian menegaskan bahwa pengalaman di Kenduri Cinta, persambungan dengan Cak Nun, KiaiKanjeng juga Letto adalah pengalaman yang sangat berharga. Saat Mas Ian di Inggris dan menetap 3 tahun, kemudian di Thailand dan menetap 5 tahun karena pekerjaan, ia tidak menemukan forum seperti Kenduri Cinta disana, sehingga saat akhirnya ia kembali ke Indonesia, ia merasakan lagi kebahagiaan untuk bisa datang lagi di Kenduri Cinta.

“Saya mengenal Cak Nun sejak tahun 1980, melalui adiknya. Seorang teman di Pati mengatakan, jika Cak Nun berubah justru mengagetkan. Yang tidak kenal Cak Nun seperti apa, pasti tidak mengenal siapa itu Cak Nun sebenarnya”, Habib Anis ikut bercerita mengenai persambungannya dengan Cak Nun. Sepakat dengan Mas Sabrang, Habib Anis menegaskan juga bahwa pemimpin yang berkualitas adalah pemimpin yang sanggup mempersatukan dualitas-dualitas yang ada. Bukan mengadu domba. Dan pemimpin yang berkualitas adalah yang mampu mengelola dualitas itu untuk kebaikan bersama.

Merefleksikan kesenian wayang, Habib Anis menganggap bahwa ada mindset yang secara diam-diam tertanam di alam bawah sadar kita bahwa elit penguasa tidak bisa salah. Dalam pewayangan, tidak ada rakyat yang dimunculkan dalam adegan. Ceritanya hanya berkutat pada pertengkaran para elit. Baru setelah era Sunan Kalijaga ada unsur rakyat yang dimunculkan melalui Punokawan; Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Dalam pandangan Habib Anis hanya Dalang Seno saja yang berani membuat alur cerita ketika Bagong ikut mengacak-acak sistem elit penguasa dalam satu pementasannya.

Cak Nun kemudian menyambung pemaparan mengenai dualitas. Saat perjalanan ke Mesir, Cak Nun dan rombongan KiaiKanjeng, termasuk Mbak Via naik ke puncak gunung Tursina. Lama proses pendakiannya sekitar 6,5 jam. Dan baru mencapai puncak gunung Tursina saat subuh. Cak Nun kemudian menceritakan satu peristiwa yang dialami oleh Nabi Musa AS sebelum bertemu dengan Nabi Khidir AS. Setelah Nabi Musa AS diperlihatkan wajah Allah, atas permintaannya sendiri, Nabi Musa AS kemudian turun dari puncak Tursina itu, dan saat mencari Nabi Khidir AS ia ditemani oleh Dzun Nun dalam perjalanannya. Kemudian, mereka menemukan majma’al bahroini. Pertemuan dua lautan yang sangat jelas, dan sampai hari ini kita bisa melihat bagaimana pertemuan dua sisi laut itu tampak begitu nyata. “Ada satu amsal dari Al Qur`an, justru ketika terjadi benturan atau pertemuan antara dua hal yang berbeda, di situlah kehidupan berada. Jadi kalau Anda belajar plural di Kenduri Cinta ini, maka Anda lebih hidup dari sebelumnya. Kalau Anda belajar saling mengapresiasi satu sama lain dengan perbedaan latar belakang masing-masing, disitulah letak kehidupan”, lanjut Cak Nun.

Semakin malam, diskusi yang berlangsung di Kenduri Cinta semakin gayeng. Ada sesi tanya jawab yang juga menjadi satu sesi dialog yang dinikmati oleh semua yang hadir. Kenduri Cinta menghadirkan atmosfer tatap muka yang nyata, dengan tata letak panggung yang sangat minimalis, memungkinkan orang untuk secara langsung menyatakan setuju atau tidak setuju dengan apa yang disampaikan oleh narasumber. Jamaah yang datang pun berkumpul, duduk melingkar tanpa sekat. Tidak ada framing laki-laki dan perempuan, karena semua menyadari dirinya datang sebagai manusia. Tidak perlu tabir untuk membatasi area laki-laki dan perempuan, karena tabir pembatas itu ada di akal dan kesadaran masing-masing, sehingga semua memiliki presisi yang tepat untuk menempatkan diri.

Tetapi, kita di Maiyah sudah ditanamkan kemerdekaan berfikir oleh Cak Nun sejak awal. Kita dibebaskan dari belenggu-belenggu doktrin dan dogma. Maka sejak awal Maiyah menyatakan diri untuk tidak menjadi padatan. Maiyah tidak akan menjadi madzhab, tidak akan menjadi partai politik, tidak akan menjadi ormas dan lain sebagainya. Seperti yang disampaikan oleh Cak Nun di awal, Maiyah adalah satu arena dimana kita semua, secara mandiri dan berdikari berani untuk menentukan sikap, bahwa melalui Maiyah kita akan berjuang untuk meningkatkan kualitas manusia pada diri kita masing-masing.

Setelah 3 pertanyaan dilontarkan, Bung Rocky Gerung diminta untuk merespons terlebih dahulu. Ada yang bertanya mengenai ranjau apa saja yang sudah dipasang pemerintah dan bagaimana agar kita mampu tidak terjebak pada ranjau-ranjau tersebut. Bung Rocky merespons; “Saya mengerti perasaan yang ingin dieksplisitkan. Kemarahan, kejengkelan yang ingin diungkapkan”, Rocky Gerung mengawali responsnya. Mendengar lagu “Permintaan Hati” yang dimainkan oleh Letto secara akustik di awal tadi, mengingatkan Rocky Gerung akan sebuah lagu karya Nina Simone yang berjudul Sinnerman.  Sebuah syair lagu tentang Sang Pendosa. Hal yang menarik bagi Rocky Gerung tentang Nina Simone adalah bahwa dia merupakan seorang perempuan kulit hitam yang awalnya selalu dicibir tidak mampu bermain musik dan tidak mampu menghasilkan karya musik yang baik. Sampai akhirnya ia memenangkan banyak gelar prestisius dalam dunia musik di Amerika, dan dia berteman dengan Nelson Mandela.

Rocky Gerung memaknai lagu Sinnerman itu sebagai ungkapan penyerahan diri sekaligus pemberontakan terhadap nasib. “Jadi Anda lihat, dialektika antara kehidupan riil dengan angan-anganyang diterangkan oleh Cak Nun dan dengan bagus diuraikan oleh Sabrang tadi. Selalu ada dualitas disitu, dan Anda dijepit oleh dualitas itu. Dan kita musti mengambil keputusan”, lanjut Rocky Gerung. Menurutnya, proses pengambilan keputusan itulah yang menunjukkan kualitas kita sebagai manusia. Bagi Rocky, orang yang tidak mampu mengambil keputusan maka dia akan dikendalikan oleh oligarki.

“God is watching us!. Kita berbohong diantara kita tetapi Tuhan di langit melihat kita. Bahasa Al Qur`annya; Inna robbaka labi-l-mirshaad, betul ya Cak Nun”, lanjut Rocky Gerung mengkonfirmasi kepada Cak Nun yang kemudian disambut tawa jama’ah, bahkan ada yang nyeletuk berteriak; “Habib Rocky!”. Suasana gayeng seperti ini selalu ada di setiap Maiyahan, bukan hanya di Kenduri Cinta saja. Atmosfer seperti ini yang juga selalu kita rindukan. Celetukan-celetukan yang menggembirakan yang menghidupkan suasana diskusi tengah malam.

“Saya mau menerangkan itu sebagai upaya pelabuhan terakhir kalau kita bingung. Ya percaya saja, bahwa langit melihat kita dari menit ke menit”, lanjut Rocky Gerung sembari menjelaskan bahwa menurutnya manusia diberi dua fasilitas untuk mendeteksi ranjau; dengan reason atau dengan passion. Dengan akal atau dengan batin. Tapi ditekankan oleh Rocky Gerung bahwa itu adalah tradisi dualitas di dalam masyarakat eropa, untuk menggunakan reason atau passion dalam mendeteksi ancaman.

“Ada satu istilah yang sampai sekarang bagi saya lebih tepat untuk jadi semacam sensor bagi semua ranjai, namanya; Qolbu”, lanjut Rocky Gerung sembari mengutip satu peribahasa di Perancis; Ada otak di dada yang tidak dipahami oleh otak di kepala. Hati memiliki alsan yang tidak diketahui oleh akal. Le cœur a ses raisons que la raison ne connaît pas. (Blaise Pascal). Kita menyebutnya sebagai Qolbu. “Yang di dalam lagu Sabrang tadi, liriknya; Permintaan Hati. Yang diminta oleh hati tidak mungkin dibatalkan oleh akal. Karena di situ adalah kejujuran”, lanjut Rocky Gerung.

Bagi Rocky, Qolbu kita adalah satu bekal bagi kita untuk mampu mengeliminir ranjau. Menurutnya, kita meniti masa depan dengan melewati banyak ranjau-ranjau di depan kita. Dengan Qolbu, kita diberi nasihat. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan, menurut Rocky muncul karena adanya ketidakjujuran oleh para politisi-politisi di negara ini. Sehingga keresahan rakyat bermunculan. Rocky mencontohkan mengenai Omnibus Law, Parlementary Threeshold dan lain sebagainya, yang merupakan menurutnya sebagai ranjau-ranjau politik yang sudah dipasang dan membuat rakyat menjadi resah. “Jadi sekali lagi, malam ini akan saya ingat sebagai malam yang menunjukkan batas antara akal sehat dengan akal-akalan”, lanjut Rocky Gerung.

“Rindu adalah energi bagi kita untuk menempuh harapan. Hanya rindu yang memungkinkan kita tiba pada harapan”, Rocky Gerung melanjutkan sembari memaknai lagu “Ruang Rindu” yang sebelumnya juga dibawakan oleh Letto. Rocky mengutip sebuah pepatah latin; Qui bene cantat, bis orat; siapa yang bernyanyi maka ia berdoa dua kali. “Bukan berarti dengan Anda bernyanyi, maka anda nggak sholat”, Rocky berkelakar disambut tawa jamaah. “Tapi teman-teman, ada banyak pertanyaan yang sebenarnya kita tahu jawabannya. Tetapi kita tunda untuk menjawabnya, karena jika kita menjawabnya justru persoalan akan bertambah. Saya ingin kembali menegaskan bahwa malam ini akan dicatat dalam sejarah, bahwa ada sejumlah orang Indonesia yang berkumpul, lepas dari gender, lepas dari etnis, yang paham bahwa negeri ini harus ditulis ulang berdsarkan partitur yang ditulis oleh Mbah Ainun”, pungkas Rocky.

“Jangan bayangkan bahwa ranjau selalu datang dari orang lain. Ranjau juga sering datang dari dirimu sendiri. Kejadian membelikan pacar dan ngajak nonton kemudian makan mewah adalah kejadian yang sangat romantis. Tetapi ketika minggu depan Anda mengetahui bahwa pacarmu juga melakukan hal yang sama dengan orang lain, kebahagiaanmu adalah ranjau. Hidup itu penuh ranjau. Ranjau pasti ada. Yang perlu dipastikan adalah kita berani melewati semua ranjau untuk menuju harapan masa depan“
Sabrang MDP, Kenduri Cinta (Februari, 2023)

“TAPI jangan lupa, bahwa Tuhan juga Maha Senda Gurau juga. Jadi, malam ini kita mengalami senda gurau yang luar biasa. Kalau dalam istilah Jawa-nya itu parikeno. Bercanda, tapi ada benernya, kita sampaikan dengan tertawa. Tapi harus hati-hati, tetap eling lan waspodo”, Sabrang menyambung paparan Rocky Gerung. Merefleksikan pembahasan di Mocopat Syafaat, menurut Sabrang, eling lan waspodo itu seperti kita mengendarai sepeda. Eling (ingat) tujuan kita akan kemana, dan waspodo (waspada) agar tidak jatuh di tengah perjalanan. Karena kalau kita tidak ingat tujuannya kemana, maka kita juga mengendarai sepeda nggak jelas tujuannya akan kemana. Kalau tidak waspada, juga tidak akan sampai tujuan kita. Kita jatuh dari sepeda. Kena ranjau.

“Jadi tentang ranjau pemerintah….”, Sabrang merespons pertanyaan tentang ranjau-ranjau pemerintah, sembari melirik Cak Nun. “Kalau saya itu kan beda dengan Simbah (Cak Nun). Kalau Simbah kan gapruk..gapruk..gapruk, jeder..jeder..jeder... Kalau saya sedikit lebih halus dari Simbah, bikin lagu saja tentang cinta”, lanjut Sabrang. “Bikin garis tentang Pemerintah itu agak hati-hati saya. Kalau kita mengidentifikasikan tentang banyak orang dengan satu identifikasi kelompok, pasti kita kehilangan resolusi. Yang Anda anggap sebagai bagian dari Pemerintah juga nggak semuanya seneng dengan keadaan ini, kok. Banyak yang pengin berubah, kok. Minimal perubahan untuk dirinya sendiri”, Sabrang melanjutkan.

“Kita nggak mudah untuk memetakan mana jebakan dan mana yang bukan jebakan. Percayalah pada apa yang kamu percayai, tapi jangan biarkan yang mikir orang lain. Pikiren dhewe. Karena kita sering menyerahkan pikiran kepada orang lain”, Sabrang menandaskan bahwa kemerdekaan dalam diri harus tetap terjaga dengan baik, sehingga kepercayaan dalam diri juga selalu berlandaskan pada kompetensi dalam diri kita, bukan karena orang lain. “Yang paling susah dari manusia adalah berubah cara berfikirnya ketika menemukan fakta baru, lebih senang dengan dunianya. Karena memang setan yang diketahui lebih bisa di-manage daripada setan yang tidak diketahui. Jadi kita lebih seneng memotret sesuatu sebagai setan daripada melihat keadaan secara objektif dan tidak se-hitam-putih itu sebenarnya dunia”, lanjut Sabrang menegaskan bahwa yang paling susah dalam diri manusia adalah menerima adanya fakta baru tentang sebuah informasi. Kebanyakan dari kita, lebih mengutamakan ego dalam diri kita daripada menerima fakta baru dari sebuah informasi. Sehingga tidak mengherankan jika kita lebih sering bertikai, karena kita lebih mengutamakan keyakinan atas sebuah informasi atas dasar ego kita masing-masing.

“Tidak pernah ada satu pun kejadian di dunia yang berulang. Tidak pernah. Satu pun nggak ada”, lanjut Sabrang. Tidak ada satu kejadian yang berulang dalam kondisi yang sama, semua akan berbeda, semua peristiwa akan ada variabelnya. “Tapi kita bisa melihat polanya secara general. Itulah gunanya sejarah. Kita melihat pola, dan kita terjemahkan pada keadaan yang sekarang terjadi. Jadi, belajar dari yang pernah ada dan gunakan pengalaman Anda untuk menentukan”, ungkap Sabrang. Bahwa dengan pengalaman yang kita miliki kemudian kita salah menentukan pilihan, itu hal yang biasa. Yang penting jangan sampai kita terperosok pada lubang yang sama.

“Jangan bayangkan bahwa ranjau selalu datang dari orang lain. Ranjau juga sering datang dari dirimu sendiri. Kejadian membelikan pacar dan ngajak nonton kemudian makan mewah adalah kejadian yang sangat romantis. Tetapi ketika minggu depan Anda mengetahui bahwa pacarmu juga melakukan hal yang sama dengan orang lain, kebahagiaanmu adalah ranjau. Hidup itu penuh ranjau. Ranjau pasti ada. Yang perlu dipastikan adalah kita berani melewati semua ranjau untuk menuju harapan masa depan “, pungkas Sabrang.

“Hidayah itu tidak harus dengan seseorang masuk islam. Anda mengakui kebesaran yang menciptakan Anda, itu saja”, Cak Nun menyambung penjelasan Rocky Gerung sebelumnya mengenai Qolbun. “Qolbun itu kosakata yang paling umum untuk menyebut hati. Terus nanti ada lapisan yang lebih dalam yang namanya fuaadun, kemudian ada yang labih dalam lagi namanya Dzauqun”, Cak Nun melanjutkan.

Cak Nun kemudian melanjutkan dengan memaparkan bahwa Nabi mendapat keisitimewaan mendapat wahyu, kemudian para Wali mendapat keistimewaan berupa karomah, para Habib mendapat fadhillah, sementara kita hanya mendapat ilham. Menurut Cak Nun ada beberapa kemungkinan, diantaranya karena kapasitas batin kita, mesin ruh kita memang berbeda kualitasnya dengan para Nabi dan Wali. Sehingga, mungkin Allah menurunkannya seperti hujan deras, tetapi kita hanya mengambilnya sesuai dengan kapasitas kita saja. Hal yang paling mudah kita deteksi adalah bahwa kita setiap hari mendapat ilham dari Allah. Dari hal yang kecil seperti; kita mau makan apa, kita mau kemana, kita akan berbicara apa, itu semua adalah bukti bahwa Allah memberi kita ilham. “Mudah-mudahan setiap keputusanmu yang kamu ambil adalah keputusan ruh mu. Sebab ruh adalah dirimu yang sejati, bukan badanmu”, lanjut Cak Nun.

Secara fisik, badan kita akan hancur setelah kita mati secara badan. Hanya tulang saja yang tidak hancur. Apakah dengan demikian ruh kita kehilangan memori? Ternyata tidak. Ada sebuah penelitian di Amerika yang membuktikan bahwa orang-orang yang sempat mati suri di sebuah rumah sakit mampu menceritakan peristiwa di sekitarnya saat ia mengalami mati suri. Dari penelitian itu membuktikan bahwa ruh dalam jiwa manusia juga mampu menyimpan memori. Dan ternyata itu membuktikan bahwa kita bukanlah jasad kita yang sekarang ini saja. Dan juga, akal kita bukan akal kita yang sekarang ini saja. Ada akal dari jasad kita, dan juga ada akal dari ruh kita.

Cak Nun kemudian mentadabburi Surat Al A’raf ayat 179; lahum quluubun laa yafqohuuna biha. Jelas dikatakan di dalam Al Qur`an bahwa sesungguhnya manusia sangat mungkin berfikir dengan menggunakan hatinya. Tidak bisa dibantahkan bahwa dalam diri manusia ada otak (brain), ada juga fikiran (mind), sehingga menjadi mesin untuk memetakan informasi yang diterima, sehingga kemudian dilakukan identifikasi dan verifikasi menggunakan akal. Tetapi, ada juga akal dari ruh kita, dan juga fikiran dari ruh kita, sehingga saat kita mati secara jasad kelak, ruh kita akan tetap ada. “Maka, usahakan bahwa setiap langkahmu adalah keputusan ruh-mu. Maka kita punya istilah aktivasi ruh di Maiyah, bukan untuk hebat-hebat, tetapi memang kita harus melatih ruh kita agar selalu terkoneksi dengan jasad kita”, lanjut Cak Nun.

Berbicara tentang kematian, Cak Nun menjelaskan dengan mengambil contoh sederhana. Saat tumbuhan itu tumbuh, itulah kehidupan. Yang kita lihat adalah batang, daun, atau buah yang muncul setelah tanaman itu tumbuh. Tetapi, proses bertumbuhnya tanaman itu, tidak bisa kita lihat. Padahal, itulah kehidupan yang sesungguhnya. Maka Allah menggunakan istilah di dalam Al Qur`an; tajrii min tahtihal anhaaru khoolidiina fiiha abadaan. Di dalam sungai yang mengalir airnya, kita tidak bisa melihat alirannya, yang kita lihat adalah jasad airnya. Kita tidak bisa mengambil aliran sungai, yang bisa kita ambil adalah airnya. “Jadi ada makhluk yang kasat mata, tetapi sesungguhnya Anda juga tidak bisa melihatnya. Yang Anda lihat adalah yang mengalir, bukan alirannya”, Cak Nun melanjutkan. Begitu juga dengan akal, jika tidak kita gunakan untuk berfikir, maka fikiran kita pun akan mati.

Menjelang puncak Kenduri Cinta edisi Februari 2023, Cak Nun mengajak jamaah untuk mentadabburi ayat pertama dari Surat Al Isra`. Subhanalladzii asroo bi’abdihi lailan mina-l-masjidi-l-haroomi ila-l-masjidi-l-‘aqshoo, alladzii baaroknaa haulahuu linuriyahuu min aayatinaa, innahuu huwa-s-samii’u-l-bashiir. Dari satu ayat itu, Cak Nun mentadabburi bahwa Allah dalam satu ayat saja mampu memposisikan dirinya tidak hanya sebagai fihak pertama, tetapi juga bisa menjadi fihak ketiga. Dengan tadabbur ini, Cak Nun mengajak kembali jamaah Maiyah di Kenduri Cinta untuk membaca Al Qur`an dan memahaminya dengan metode tadabbur, tidak hanya dengan metode tafsir.

Kenduri Cinta malam itu sangat membahagiakan. Semua yang datang tampak ingin masih melanjutkan forum. Tentu saja, kita juga ingin lebih lama lagi bercengkerama di forum Kenduri Cinta ini. Tetapi, kita semua harus memahami ilmu batas. Bahwa kerinduan yang diluapkan pun harus ada batasnya. Lagu “Sebelum Cahaya” memuncaki Kenduri Cinta malam itu, mengantarkan kita untuk kembali memupuk kerinduan, untuk kita berjumpa lagi pada Kenduri Cinta edisi Maret 2023.