Negeri Kecil Bernama Kenduri Cinta

SAYA TIDAK begitu tahu persisnya, komunitas ini dahulunya dapat doa dari waliulloh mana. Biasanya kalau di Jawa Timur, sebuah kumpulan pengajian, kumpul-kumpul membahas aqidah, melibatkan ribuan orang, perlu yang namanya karomah Kiai berpangkat Wali. Kalau Syaikhona Kholil memiliki “hak inisiatif” untuk meminta seseorang dinaikan makomnya jadi wali. Setidaknya Kenduri Cinta ini sudah berumur 16 tahun. Di forum ini, anda tidak sekedar sholawatan, ada Jazz, ada hadrah, ada teater, ada puisi dan sastra. Hadir di setiap bulannya para ustad, kiai, politbiro, menteri, senator level nasional. Seringkali kedatangan budayawan, ketua RT, komunitas kafir bahkan islam paling ekstrim.

Saya secara pribadi mengenal para pegiat tahun 2010. Selama 10 tahun ke belakang tak paham persis dinamika yang ada di dalamnya. Saya hanya memahami masa setelah itu. Ide dan gagasan cerdas, merupakan bagian sulit yang belum saya jumpai, di tempat lain di ibukota. Detail, kehati-hatian, fokus, yang tidak pernah hilang dari Kenduri Cinta. Dalam memunculkan gagasan dan ide-ide cerdas, dimunculkan dalam tampilan gambar dan tema tiap bulan. Bahkan untuk memunculkan tema, harus dengan latar belakang yang kuat dan substansial. Tak jarang memunculkan tema menjadi mentah karena mendapat komparasi yang lebih baik. Bahkan ide mainstream saja tidak laku.

Kenduri Cinta memiliki ritual sebagai gagasan yang otentik. Ngaji sorogan, bagian penting agar komunitas tetap khusyuk dan adem saat hadir di Kenduri Cinta. Biasanya surat-surat yang dibaca memiliki hubungan erat dengan tema dan judul pada bulan itu. Kemudian dilanjutkan membaca sholawat Shohibu Baiti. Sholawat yang datang dari Cak Nun, ide yang datang dari refleksi kecintaan kepada Kanjeng Nabi Muhammad. Belum lagi dalam setahun kedepan ini akan selalu diawali dengan Wirid Wabal dan Doa Tahlukah. Disusul pemaparan serta penjelasan awal datangnya tema Kenduri Cinta, lazim disebut sesi prolog. Beberapa pegiat maju dan memaparkan ide dan tafsir gagasan mengenai tema secara umum kemudian menafsirkan menurut pengalaman masing-masing sesuai tema.

Dalam agenda sebelum -datang atau tidaknya Cak Nun- diskusi utama, diawali diskusi sesi pertama. Pemateri yang hadir dari beragam latar belakang silih berganti menyampaikan pemhaman mereka. Ada yang nyambung dengan tema, ada yang sangat tidak nyambung bahkan membuat bingung, atau membuat audience tertawa karena humor dan joke segarnya. Dasar namanya jamaah Kenduri Cinta, suguhan apapun akan dilumat habis. Mereka sangat menghormati orang yang berbicara menyampaikan gagasannya. Hingga tak jarang Cak Nun melontarkan kalimat, “Ini manusia-manusia pilihan, tidak akan anda temui orang mau duduk enam hingga delapan jam, hanya untuk melihat anda-anda di depan ini”. Bagian yang menyatu antara pegiat dan jamaah. Rasa aman, damai dan kekeluargaan, memanusiakan manusia di Kenduri Cinta membuat aura kekhusyukan yang jarang dijumpai di Jakarta.

Bagaimana suasana magic yang mampu membuat kerinduan untuk terus datang ke forum ini. Pendapat pribadi saya, bisa jadi orang yang merasa bahwa Kenduri Cinta mampu menjadi saudara dalam mengurai kebuntuan hidup di lingkungan masing-masing orang yang hadir. Bisa jadi orang-orang ini sedang melawan kelaliman di lingkungannya bekerja, tempat tinggal hingga organisasinya. Hingga tak lagi ditemui titik kompromi untuk memperbaiki keadaan. Sehingga mereka memerlukan Madinah-nya. Yaitu tempat untuk hijrah mencari dukungan dan samangat baru. Menemukan cara-cara untuk melakukan perlawanan dengan cara-cara yang lebih humanis dan toleran. Di titik ini biasanya akan ditemukan orang-orang yang punya karakter untuk menemukan pembelajaran. Mereka yang memang sedang belajar dan melakukan perubahan.

Ada juga tipe orang-orang yang jumud dan kalah oleh lingkungannya. Pada dasarnya sudah patah oleh kondisi. Lalu menemukan energi baru di Kenduri Cinta, lalu secara makro pada Maiyah. Seringkali memunculkan kesepahaman dengan ide-ide di Kenduri Cinta lalu melakukan alih ide untuk digagas di lingkungannya. Kecondongan inilah yang terkadang beda penyampaian. Fenomena ini seringkali menimbulkan kontroversi di media online seperti facebook, twitter hingga youtube. Kenduri Cinta selalu menampilkan bagian yang utuh, di setiap bulannya. Itulah yang membuat jamaah merasa nyaman. Terkait tema, selalu di paparkan oleh ahlinya maupun tidak ahli sama sekali. Kenduri Cinta tetaplah menjadi Kenduri Cinta seutuhnya, Jumat kedua setiap bulan.

Kenduri Cinta, tidak hanya sebagai wadah untuk melakukan kritik sosial, Kenduri Cinta selama 16 tahun istiqomah menjalankan fungsinya mengawal pemerintah dan negara supaya berjalan pada pakemnya. Cara yang dilakukan tetap santun dan mengutamakan nilai dan tata krama. Tak peduli siapa presidennya, Salah ya salah, benar ya benar. Bedanya dengan bagian elemen lain yang ada di Jakarta. Kenduri Cinta menawarkan solusi sekaligus. Melalui pemateri dan gagasan pegiat, solusi itu dilontarkan dengan pendekatan metodologis. Metode itu ya agama selalu dilibatkam di dalamnya, Budaya menjadi alat penyampai pesan. Sehingga ilmu yang di sodorkan mampu ditelan dan dipahami secara utuh.

Refleksi 16 Tahun Kenduri Cinta adalah bagian penting sebagai simbol anak-anak menjadi remaja. Dimana letak yang sangat sentral di jantung ibukota yang sedang menata diri. Letak di jantung ibukota negara yang sedang menata diri menjadi negara besar atau kerdil.

Irfan Bimantoro
Pegiat Kenduri Cinta
Mahasiswa S2 Hukum
Universitas Brawijaya, Malang.