By Irfan Bimantara

Tren Penyanderaan Hukum dan Pertahanan Terakhir

Tren penyanderaan pemimpin melalui media hukum yang marak, tidak pula secara apriori, kemudian secara utuh membuka pikiran generasi muda, menghindarkan diri dari resiko terjerat perkara hukum. Skandal yang selalu identik dengan kepemimpinan di negeri ini dari masa ke masa memang menjadi tema yang menarik. Dahulu, orang tidak akan membahas gaya Soekarno yang sering menikah, jika saat ini dilakukan oleh presiden, atau mungkin saja gubernur, akan berbeda ceritanya. Citra pembagian kekuasaan dan kolusi kepada kroni yang dilakukan Soeharto, saat itu memang menjadi keresahan, namun saat ini sangat biasa. Ada waktunya kita sangat sensitif dengan pola birokrasi dan politik keluarga. Faktanya, hampir dua dekade setelah berhentinya Soeharto, kartel-kartel kelompok kecil terbentuk. Saling menyimpan rahasia yang menurut hitungan waktu disimpan, dilakukan fermentasi perkara, disaat waktu yang tepat, akan digunakan untuk memukul atau menyerang balik pesaingnya.

Belajar Mengorganisir Melalui Emha Ainun Nadjib

Titik-titik menggeliatnya komunitas ini semakin berkembang signifikan. Sistem dan tokoh-tokoh baru bermunculan dengan latar belakang serta pengalaman masing-masing. Perkembangan antara kurun waktu 2000-2010 melahirkan komunitas di jantung provinsi dan kota-kota besar di Indonesia. Mulai Jombang, Yogyakarta, Semarang, Jakarta, Surabaya hingga perkembangan 2010-2016 di kota-kota sentral utama seperti Malang, Madiun, Bandung, Pekalongan, Purwokerto, Metro Lampung, Mandar. Skala bibit kecil masih tumbuh di berbagai kota lain.

Negeri Kecil Bernama Kenduri Cinta

Kenduri Cinta, tidak hanya sebagai wadah untuk melakukan kritik sosial, Kenduri Cinta selama 16 tahun istiqomah menjalankan fungsinya mengawal pemerintah dan negara supaya berjalan pada pakemnya. Cara yang dilakukan tetap santun dan mengutamakan nilai dan tata krama. Tak peduli siapa presidennya, Salah ya salah, benar ya benar. Bedanya dengan bagian elemen lain yang ada di Jakarta. Kenduri Cinta menawarkan solusi sekaligus. Melalui pemateri dan gagasan pegiat, solusi itu dilontarkan dengan pendekatan metodologis. Metode itu ya agama selalu dilibatkam di dalamnya, Budaya menjadi alat penyampai pesan. Sehingga ilmu yang di sodorkan mampu ditelan dan dipahami secara utuh.