Negative Thinking, Positive Action: OTW! Oyi Thok Wes!

REPORTASE Maiyah Relegi JANUARI 2016

LIBURAN PANJANG melanda perguruan tinggi di Malang. Banyak kampus dihinggapi kesunyian.  Namun nyatanya ada situasi yang berbeda di beranda Masjid An Nur, Politeknik Negeri Malang tadi malam (26/01), tempat Maiyah Relegi dihelat. Suasana tampak semarak. Wajah-wajah segar didominasi oleh awak mahasiswa wa mahasiswi dari beberapa kampus di Malang. Sungguh pemandangan yang asyik menyaksikan generasi muda tampak begitu akrab melingkar merajut kebersamaan.  Di Relegi sendiri sudah menjadi cita-cita dan mimpi jangka panjangnya untuk memberdayakan generasi muda. Dan cita-cita itu telah dimulai dari saat ini. Maka bukan pemandangan yang aneh apabila tema acara digali dari hadirin yang mayoritas muda, dan dari mereka pulalah pembahas tema ditentukan. Bagaimana dengan generasi yang lebih tua? Mereka tak tinggal diam. Dengan semangat saling berbagi ilmu dan pengalaman, pegiat awal Maiyah Relegi senantiasa meniupkan kebijaksanaan serta hibrah kehidupan. Itu menjadi pelengkap sudut pandang yang diharapkan semakin memperkaya keberkahan langkah Relegi.

Malam ini rasanya kipa (kipa = apik, asyik, dalam bahasa Malangan). Pemateri didaulat langsung dari kalangan usia muda. Bertemakan “Negative Thinking Positive Action” diskusi berjalan serius namun penuh guyonan khas konco kenthel. Tema yang dipilih bermaksud merekonstruksi pemikiran bahwa input negatif bisa diolah pula menjadi bahan dasar output yang hanif nan positif. Mengakali fungsi akal, menyaring sampah untuk dijadikan karya yang indah.

Di setiap acara Relegi, selalu dibahahas sejarah hidup Nabi Muhammad, Sirah Nabawiyah. Namun malam itu Cak Fuad berhalangan hadir. Jadi setalah acara dimulai dengan membaca Surat Ar-Rahman bersama-sama, Cak Yogi langsung tampil memandu acara. Masuk ke tema besar, Cak Yogi maju ke medan diskusi sebagai aktor katalisator. Ia sampaikan bahwa dalam sejarah, peradaban besar mayoritas dibangun dari hijrah (imigrasi). Banyak negara besar yang berkembang karena campur tangan para imigran. Sebut saja Australia misalnya, penduduk asli adalah suku Aborigin yang kini malah bukan mayoritas warga Australia. Malaysia yang juga mulanya menjadi negara tujuan bagi para imigran asal Indonesia. Serta bangsa Amerika Latin yang banyak diduduki oleh imigran Eropa dan lain sebagainya. Hijrah sendiri memiliki dua maksud, hijrah secara fisik dan hijrah pemikiran. Ali Syariati mendefinisikan hijrah sebagai pelepasan diri dari tanah kelahiran.

Menambah pemaparan Cak Yogi mengenai hijrah, Cak Dil berpendapat bahwa jika orang Jawa hijrahnya masih di Jawa, maka hijrahnya masih kurang keren. Pemikiran yang dihasilkan belum penuh warna karena umumnya masih terkungkung dengan pemikiran Jawa. Misalnya pemikiran tentang sarjana yang tidak pantas jika lulus cuma jualan cilok. Sarjana muda pantasnya bekerja sebagai karyawan kantoran. Padahal adalah rahasia umum bahwa karyawan kantoran gajinya bisa jadi tidak lebih banyak dari orang yang berdikari mandiri. Belum lagi ditambah dengan tuntutan di tempat kerja yang besar.

ASAL MUASAL NEGATIVE THINKING

MERI YULIKUNTARI, pemateri pertama memecah diskusi dari sudut pandang Psikologi Faal. Pikiran tentu sangat erat bertalian dengan Psikologi. Ketika ada pemikiran negatif, langkah tepatnya adalah memanajemen untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan. Jangan sampai pemikiran negatif berlarut-larut dan mendominasi pengambilan keputusan. Negative thingking harus diimbangi dengan analisis lebih lanjut, kemudian dibarengi dengan aksi positif.

Dalam kajian ilmu psikologi terdapat “The Triune Brain Theory” di mana teori tersebut menjelaskan dengan gamblang bahwa otak manusia tersusun dari 3 materi yakni Reptilian Brain, Limbic System dan Mammalian Brain.Reptilian Brain adalah penyusun otak yang umumnya dimiliki oleh reptilia. Limbic System berhubungan erat dengan perasaan (emosi), perilaku, memori jangka panjang dsb. Mammalian Brain berpengaruh pada persepsi, kemampuan bahasa, perencanaan dan lain lain. Negative thinking erat kaitanya dengan sistem limbik. Pada prosesnya, panca indera menangkap sensor, setelah input dari indera masuk maka akan diproses sebagai memori short term (ingatan jangka pendek) maupun long term (ingatan jangka panjang).

Meri menambahkan bahwa hal-hal yang biasa dilakukan secara teratur oleh seseorang akan menjadi habituasi, sesuatu yang biasa dan mudah dilupakan. Bisa dicontohkan adalah  perilaku masuk ke kamar mandi,  kaki mana yang lebih dulu masuk, apakah kaki kiri atau kaki kanan. Berbeda dengan habituasi, sensitisasi merekam hal-hal yang tiak mudah dilupakan. Hal-hal yang berhubungan dengan kenangan yang berkesan maupun kenangan yang menyakitkan. Sensitisasi inilah selanjutnya bertindak sebagai warning system pemicu negative thinking.

Berikutnya Meri menguraikan bahwa dari terminologi kata, istilah prasangka, dalam bahasa Indonesia cenderung diartikan sebagai sesuatu yang buruk. Padahal dalam Al-Quran, prasangka itu disebut sebagai dzon. Dzon itu terbagi menjadi dua, husnudzon dan suudzon. Ketika berprasangka, seharusnya ada upaya lebih untuk menganalisis agar memicu kesiagaan dan kesadaran. Bukan malah parno (paranoid), melainkan menimbang dengan akal sehat dan nalar bijak. Dan dalam implementasi keilmuan, psikologi cenderung me-mindset pikiran untuk berpikir negatif (misal HRD, analisis kredit macet), sementara Al-Qur’an menyarankan berpikir positif pada keindahan rencana Allah. (Jangan berprasangka, karena sebagian prasangka itu adalah dosa). Sekilas nampak berseberangan, namun sesungguhnya ada benang yang bertalian.

 

FENOMENA I-DOSER: APLIKASI NGE-FLY

DISKUSI MENGHANGAT ketika salah satu hadirin, Cak Mustofa melontarkan pertanyaan mengenai apa yang akhir-akhir ini ngetren sebagai aplikasi i-doser. Dalam perjalanan hidupnya, ia mengaku kerap dihinggapi kegalauan. Ia lantas bertanya, bagaimana psikologi memandang aplikasi i-doser? Dapatkah ia meng-upgrade kebahagiaan? Beberapa hadirin turut menyumbang opininya tentang hal ini. Beberapa waktu lalu memang muncul pemberitaan yang masif terkait aplikasi i-doser yang konon mampu mempengaruhi gelombang otak dan menimbulkan efek fly.

Nadia, mahasiswi UIN Maliki Malang memandang bahwa tren i-doser itu tak lebih Cuma strategi marketing. Fenomena i-doser dianalaogikan sebagai obat tanpa resep dokter, maka hal ini cenderung berbahaya. Memang gelombang otak sudah sejak lama bisa dimanipulasi untuk meningkatkan kebahagiaan, relaksasi dan menumbuhkan semangat. Namun tentunya harus dalam kadar dan takaran yang tepat. Meditasi di awal penjajakan membutuhkan instruktur. Obat dan psikotropika itu bagus ketika ada resep dokter, namun berbahaya jika takarannya over.

Diskusi kembali beranjak selepas lantunan sholawat ringan. Seperti biasa, Cak Yogi dengan kocak memain-mainkan kata-kata guna memancing keluarnya fikiran yang segar. Ia turut bertutur bahwa pengalaman pribadinya, Sholawatan juga mempengaruhi gelombang otak. Tak heran jika seringkali rasanya begitu menentramkan tatkala mendengar lantunan puji-pujian yang penuh kasih sayang itu. Musik pun berdampak sama, lanutnya, Mozart dengan karyanya symphony 40 misalnya bisa diterima oleh agama manapun, dan rasanya tersampaikan.

 

BAYI SAJA TAHU

DITENGAH KEHIDUPAN masyarakat ternyata kita bisa menjumpai beragam fakta yang unik. Cak Dil mengurai salah satu contohnya, misalnya saja, ada kecenderungan di beberapa tempat, saat mau membeli rumah, masyarakat lebih memilih lokasi yang tidak dekat masjid. Sepintas ini mengherankan namun nyatanya banyak terjadi. Ini barangkali bisa dikaitkan dengan kekurangtepatan takmir masjid dalam mengatur volume pengeras suara. Bisa pula kebijakan pemakaian speaker yang kurang pas. Suara yang keluar dari suara masjid tidak menjadi peneduh malah menjadi polusi. Bisa pula ada unsur lain yang memicunya, misalnya yang mengaji di masjid itu tidak dalam kondisi ikhlas malah ingin pamer, kelakar Cak Dil. Lebih lanjut Cak Dil menambahkan bahwa banyak para pelantun Al-Qur’an namun ternyata tidak semua bisa dinikmati orang banyak dan bertahan lama. Dari yang sedikit itu bisa dicontohkan adalah Mahmoud Khalil Al-Hussary. Musik melintasi batas-batas agama, geografi dsb. Beethoven, orang mungkin tidak tahu orang mana, ia berkebangsaan apa, agamanya apa, namun ia menarik banyak perhatian kalangan penikmat musik seantero dunia. Bisa jadi Bethoven memiliki kesadaran spiritual yang tinggi saat berkarya, dan begitu ia suarakan itu lewat musik, banyak orang terpikat dan mencintainya.

Mas Ibnu, yang mengaku penikmat segala musik pun juga urun rembug mengenai musik. Semenjak kecil ia terbiasa mendengarkan berbagai jenis musik. Seiring bertambah usia, ia terus mencari kesenangan akan berbagai musik, dari rock, pop, alternatif, dan sebagainya. Ia mengamati bahwa selera seseorang akan musik ternyata dapat berubah dan berkembang. Musik tertentu mungkin cocok untuk kondisi tertentu namun ketika kondisi berubah, musik itu tak lagi memuaskan. Musik punk yang iramanya cepat, yang liriknya penuh amarah, misalnya, akan sangat cocok untuk anak-anak muda, karena mereka dalam proses pencarian jati diri. Namun ketika tahap dewasa, mungkin punk tidak lagi bisa dinikmati. Lebih lanjut, orang bisa merasakan kesenangan dengan musik apabila takarannya pas. Musik, dengan begitu banyak kemungkinan eksplorasi bunyi, nada, dan irama, ternyata dapat berpengaruh juga terhadap pembangkitan pemikiran dan memicu beragam aksi.

Kaca mata medis ikut mengamini, dr. Christyaji mengungkap bahwa indera pendengaran manusia memang cenderung lebih dominan dalam perkembangannya. Pada bayi, sensor pendengarannya lebih peka duluan ketimbang indra yang lain. Ketika mata masih menutup dan lidah belum lancar menyuarakan kata, pendengaran bayi telah berfungsi semenjak di awal kelahiran. Bahkan penelitian juga memaparkan bahwa ketika masih dalam wujud janin dalam kandungan, musik dapat berpengaruh terhadap perkembangan otak. Mas Faqih sebagai santri senior juga ikut menegaskan bahwa Asmaul Husna-pun selalu mendahulukan sami’ dibanding indera lain. Sebuah rahasia yang indah dan asyik tentang organ sensorik pendengaran.

POSITIF BAHAGIA

CHRISTYAJI MELANJUTKAN bahwa hidup memang konon begitu, tak selalu bahagia. Maka bukan barang baru jika hidup melahirkan banyak orang yang kurang bahagia. Orang jenis ini adalah orang yang cenderung mono dan menutup diri.  Sinyal cerita tentang kebahagiaan sudah begitu jelas. Untuk mendapatkan kebahagiaan besar, maka susahnya mutlak harus diperbanyak. Sebagaimana analogi bola yang dibanting lebih keras maka akan selalu memantul lebih tinggi. Tingkat penderitaan seseorang berbanding lurus dengan tingkat kesucian, dan tingkat kesucian sejalan dengan kebahagiaan itu sendiri. Seperti semua kisah yang telah dijalani di masa lalu, betapa masalah yang dulu begitu berperan dalam menjadikan kita sebijak hari ini. Bahagia itu perlu lelaku. Amazing!

Cak Yogi menyumbang poin pikirannya, bahwa “perubahan besar berangkat dari pemikiran negative. Dulu Cokroaminoto tak percaya pada Belanda hingga mendirikan SDI. Soekarno menolak penjajahan Belanda  lalu berjuang bersama kawan-kawan pemudanya meraih kemerdekaan Indonesia. Hingga kisah Ricky Elson yang tak ingin bangsanya tetap import mobil di tengah sumber daya bumi Indonesia yang teramat melimpah. Semua kisah haru nan inspiratif itu berangkat dari negative thinking yang kemudian dieksekusi menjadi aksi positif.” Bermula dari keresahan pikir lalu diakhiri dengan perwujudan cinta.

PERWUJUDAN CINTA MUHAMMAD

HIMMATUL ISTIQOMAH, mahasiswi sastra Arab UIN Maliki Malang turut unjuk gigi dan memberikan seulas senyumnya. Ia tak lupa turut melantunkan bait sirah nabawiyah. Ia jelaskan dengan lembut bahwa kisah Cokroaminoto, Soekarno hingga bang Ricky di atas sama halnya seperti tauladan Rasulullah. Sebelum memasuki jaman kegelapanjahiliyyah. Umat Quraisy menikmati jaman Pra jahiliyah terlebih dahulu. Di era pra jahiliyah, masyarakat Quraisy masih memegang ajaran nabi terdahulu. Perilakunya masih menorehkan sikap hanif. Namun hidup memang tidak selalulempeng dan santai. Selepas pra jahiliyah muncul jaman krisis. Masyarakat terjebak dalam lingkaran setan keduniawian. Hingga masa krisis mampu dilewati. Namun perjalanan itu meninggalkan bekas kesombongan. Kaum Quraisy merasa berbangga hati karena telah menaklukan krisis. Terlalu berbangga hingga melupakan Tuhan dalam olah pikir dan perilakunya. Hingga kesuksesan masa kritis itu menjadi awal baru masa jahiliyyah.

Dalam kondisi kebodohan yang serba menggetarkan hati tersebut, Muhammad tergerak untuk mengubah tradisi jahiliyah. Ada perasaan tidak nyaman. Perasaan resah dalam kondisi serba berkecukupan inilah salah satu tanda seorang alim. Menurut Himma, ketika orang yang bermasalah tahu dan sadar bahwa dirinya bermasalah, itu adalah kenikmatan tersendiri. Maka, lengkap sudah kisah inspirasi yang membuktikan bahwa kondisi berat selalu memicu perubahan positif. Perasaan-perasaan negatif seringkali mampu menjadi pendorong hadirnya beragam solusi.

SAK BEJO-BEJONE WONG KANG LALI, ISIH BEJO WONG KANG ELING

CHRISTYAJI MENGAMBIL perumpamaan yang unik dalam paparannya berikutnya. Kopi yang dituang di gelas untuk pribadi, beda penyajiannya dengan kopi yang dibuat untuk dinikmati khalayak umum. Produk yang dihasilkan sama tapi tekniknya beda. Cara menuangnya beda dan takarannya tak sama. Demi terpenuhinya racikan rasa yang pas. Rasa itu irama keindahan. Keindahan adalah sesuatu yang tepat pada tempatnya. Maka pemikiran negatif apapun jika dapat dimanajemen dalam takaran yang pas tentu dapat menghasilkan keindahan pula.

Pikiran negatif dalam tataran fiqih dasar pun bukan merupakan sebuah dosa. Yang dicatat adalah amal negatif, bukan pikiran negatif. Terlebih lagi semua waktu hidup manusia adalah masa untuk belajar. Dan malaikat Raqib Atid adalah pencatat amal, bukan pencatat prasangka. Di penghujung sinau bareng, Cak Dil menyampaikan hibrahnya perihal diskusi malam-pagi ini. Beliau mengungkap ketakjubanya terkait psikologi modern yang mulai masuk ranah neurosains (ilmu syaraf). Ia menambahkan pula bahwa banyak kebijaksanaan yang dapat diambil dari karya masyhur “Sang Alkemis” dari Paulo Coelho. Terkait masalah rasa dan tindakan, prioritas utama adalah melatih kepekaan suara hati. Setiap manusia punya sisi Tuhan (God Spot) yang seringkali tersampaikan pada diri masing-masing melalui “Suara Hati”.

Tradisi Jawa memiliki falsafah bahwa kewaspadaan adalah keberuntungan yang terencana. Dan biarpun banyak hal negatif yang berseliweran kesana-kemari penuh godaan. Para si mbah tak hentinya berpesan bahwa, “Dadekno Wangi Opo Sing ndek Sekitarmu Mambu.” Jadikan harum apa saja yang bau, sehingga kau menjadi pemicu keharuman di sekitarmu. Ambil sisi baiknya dan pancarkan kembali, lalu jangan lupa ambil sisi buruknya kemudian saring dan olah lagi menjadi sesuatu yang wangi. Maka keburukan apapun tetap dapat dimanajemen untuk menjadikan diri semakin indah dan juga sebagai modal turut mengindahkan orang lain.

Maiyah Relegi malam itu kemudian dipuncaki dengan membaca Shalawat Burdah bersama-sama dipimpin Muslich Adym, dan ditutup dengan doa oleh Cak Faqih.

TEKS: IFA ALIF & IBNU