Mukadimah PUASA – PAUSE

Gemuruh Puasa

Apakah kalau Ramadhan berlalu, anda masih ingat puasa? Apakah kita telah berpuasa? Pertanyaan ini sering mengusik kalbu insan berpuasa. Ketiadaan tahu pelaku puasa dikarenakan puasa adalah ibadah yang tergolong private langsung kepada Sang Khalik. Tak ada garansi maupun indikator diterimanya karena mutlak hak preogatif-Nya. Ibarat perlombaan lari yang tercepat belum tentu bebas dari diskualifikasi sang juri dan pemenangnya tak pernah diumumkan. Puasa adalah sunyi dan hening.

Ironi di negeri yang diklaim sebagai pejalan puasa terbesar di muka bumi, ibadah yang harusnya individual, sunyi dan hening berubah menjadi kerumunan yang penuh gegap gempita mengundang perhatian khalayak ramai. Tak peduli Ramadhan jatuh di Januari, Agustus atau Desember, musim hujan atau musim kemarau, kemeriahan puasa selalu terjadi di segala geliat kehidupan. Pasar-pasar makin ramai transaksi, masjid/mushola/langgar/surau mendadak ramai pada  lima waktu penuh isi, ucapan selamat dan hormati bulan puasa dalam berbagai bentuk poster spanduk/baliho/umbul-umbul menghiasi pelosok negeri, tokoh dan pemuka dari berbagai golongan pun bergantian menghiasi layar televisi sekedar berbasa-basi mengucapkan selamat puasa,  berbuka puasa yang hikmad berubah menjadi upacara penuh riuh tawa ceria, bahkan suasana sahur pun disulap menjadi kemeriahan dalam berbagai kreasi even.

Jika pemilu dan pemilukada ditandai dengan minimnya tingkat kepedulian, namun Ramadhan di negeri ini tingkat partisipasi sangat tinggi. Tren busana menyesuaikan dengan kesantunan, presenter dan tokoh segala keyakinan larut dalam busana tahunan ini. Industri pun rela membanting core bussines nya demi mengeruk  laba tinggi dengan menumpang semangat bunglon sesaat. Dimensi ketakwaan sebagai target utama puasa seakan tak pernah terdefinisi dengan paripurna.

Manusia Sahur

Namun puasa bagi golongan yang benar-benar berpuasa adalah sebuah proses panjang penantian. Jika kita terbiasa memutar kaset, puasa laksana menghentikan sesaat untuk kemudian diputar kembali atau identik dengan istilah pause? Entah karena kebetulan atau ada keterkaitan “PUASA” dan “PAUSE”  seakan mempunyai kemiripan makna. Setahun membutuhkan jeda sebulan untuk merehatkan sistem metabolisme tubuh. Jika sebelas bulan adalah laksana jadwal padat sepakbola maka puasa adalah jeda musim kompetisi untuk mengistirahatkan para pemainnya. Waktu yang tepat untuk refleksi kemudian mempersiapkan diri memasuki sebelas bulan berikutnya. Sehingga insan yang berpuasa seakan seperti terlahir kembali (fitri) usai keluar dari pemusatan latihan.

Latihan membutuhkan persiapan yang serius yang disimbolkan dengan keberadaan sahur. Menurut Rasulullah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim “Makan sahurlah kalian, sesungguhnya di dalam sahur itu terdapat berkah.” Namun anehnya suasana sahur tenggelam dengan prosesi berbuka yang tak jarang terasa berlebih-lebihan. Hidangan sahur bermenukan ala kadarnya, bahkan seringkali adalah sisa semalam. Tak salah jika muncul anggapan manusia berpuasa sekedar menyiapkan untuk berbuka bukan menyiapkan diri untuk berpuasa. Dalam konteks yang lebih luas berpuasa hanya sekedar menyongsong idul fitri, atau saat menunggu untuk kembali melampiaskan. Makna pause sebagai jeda refleksi dan pemusatan latihan kemudian diremehkan hanya sekedar waktu tunggu pelampiasan.

Puasa  – Total Football

Seperti layaknya sepak bola, manusia ketika berpuasa dilatih bertanding total football. Kehidupan tidak melulu menyerang tetapi harus bersiap untuk bertahan seketika, maju dan mundur sama baiknya. Meski berposisi sebagai pemain bertahan juga mampu menjadi penyerang tengah yang tajam.  Kemampuan fisik yang prima tiap-tiap individu diharuskan dan dituntut kemampuan menyerang dan bertahan yang sama bagusnya. Sensitif pada keadaan posisi kiri-kanan kawan, dan siap sedia untuk pertukaran posisi di lapangan pertandingan akan menghasilkan koordinasi yang baik antara pelatih, kapten kesebelasan dan tiap-tiap pemain.

Menjadi team yang baik perlu adanya kemampuan individu dan kerjasama.  Team yang diisi oleh multi karakter tidak menjadi kendala, selama setiap individu menomor satukan kebersamaan. Puasa dapat menjadi metode latihan kebersamaan sosial berbagai lapisan masyarakat. Belajar memahami sepinya kaum marginal atau meminjam istilah Cak Nun adalah kaum yang dipinggirkan kedhaliman, kekuasaan dan kesombongan.

PUASA; PAUSE adalah lanjutan dari tema KC Juli 2012 ‘men-DIRI-kan INDONESIA’.  Kenduri Cinta akan mencoba menelaah lebih intens mengenai dinamika pemikiran puasa ini pada 10 Agustus 2012.  Selamat menikmati  dan semoga bermanfaat.

Jakarta, 8 Agustus 2012 — Dapoer Kenduri Cinta