Mukadimah: PREMANGAN

PREMAN DALAM kosakata masyarakat perdesaan, seringkali menjadi sebutan untuk lelaki yang suka berbuat onar, pelaku kriminal, dan selalu membuat susah orang lain. Preman adalah kata yang menjadi hukuman masyarakat kampung. Diberikan untuk memberi sanksi moral.

Sementara itu, kreatifitas masyarakat kampung juga sudah membuat antitesis dari preman. Yaitu, premangan.

Masyarakat di perdesaan seringkali mendefenisikan laku puasa sebagai prei (istirahat) mangan (makan). Bukan free (bebas) man (laki-laki). Premangan adalah jawaban dan sebenarnya, bahan olok-olok untuk preman yang telah taubat. Manusia yang sudah mengalami proses tandhur. Manusia yang sudah mulai selektif dalam urusan makan. Tidak memakan yang sudah dilarang agama, tidak memakan yang bukan haknya. Bahkan mampu mengendalikan wadaknya, dan sudah sadar bahwa hakekat makan sebatas untuk menjaga kesehatan agar bisa khusuk beribadah kepada Allah.

Premangan adalah gerakan masyarakat kampung untuk tidak kemaruk, serakah dan benar-benar memasukkan makanan yang halal, toyib dan berkah. Bukan asal kenyang, asal ada makanan, asal memakan sebagaimana yang dilakukan para preman.

Jika preman adalah energi negatif, premangan adalah energi positif.

Al Quran secara jelas memerintahkan manusia agar memakan makanan yang halal dan toyib. Salah satunya ada di Surat Al Maidah ayat 88 yang artinya; “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah dirizkikan kepadamu dan bertakwalah kepada Allah.
Memakan yang halal dan baik, bahkan sejajar dengan perintah takwa. Tegas, perintah Allah agar memakan yang halal dan baik, halalan toyiban, juga ada dalam Al Quran surat Albaqarah ayat 168. “Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan; karena sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”

Terminologi halal dalam agama, bukan sekadar makanan yang diperbolehkan. Akan tetapi cara mendapatkan dan sumber makanan juga harus halal. Ada kaidah meski makanan halal namun jika sumbernya haram, makanan itu tetap dilarang untuk dimakan. Sebab, Nabi Muhammad SAW menegaskan, setiap tubuh yang tumbuh dari (makanan) yang haram maka api neraka lebih utama membakarnya.

Kita ketahui, makanan yang diharamkan dalam Islam hanya ada sedikit. Namun demikian, seiring dengan kemajuan zaman, berkembangnya tekhnologi, unsur yang dilarang dimakan bisa menjadi bahan campuran untuk sebuah produk makanan yang sebenarnya halal. Sehingga, meski tinggal di kampung, meski jarang produk mutlak yang diharamkan itu ada, namun hati-hati memilih makanan tetap diperlukan. Itulah bagian dari substansi premangan yang diambil sebagai tema kajian di majelis Maiyah Dusun Ambengan pada Sabtu, 18 Maret 2017 malam.

Mari melingkar, membahas hakekat premangan, salah satu kebutuhan mendasar dari kehidupan manusia setelah sandang, yaitu pangan. Pangan bahkan jauh lebih dahulu dibutuhkan dibanding papan atau tempat tinggal. Bagaimana memperoleh pangan, cara memakannya dan apa saja jenis-jenis makanan yang dilarang, najis dan atau yang diperbolehkan sampai pada level halalan toyiban? Mari kita diskusikan sembari gembira bersama di Rumah Hati Lampung, Desa Margototo, Kecamatan Metro Kibang, Lampung Timur.