Mukadimah: PODIUM 2024

PADA panggung politik, Podium digunakan sebagai pusat perhatian bagi orang-orang yang sedang berkumpul. Mimbar podium digunakan untuk berpidato, berorasi menyampaikan visi-misi dalam rangka menarik suara sebanyak mungkin agar dalam pemilu yang akan digelar sebentar lagi, ia memenangkan kontestasi politiknya. Tidak hanya Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden, tapi juga podium bagi para Calon Legislatif baik itu tingkat Nasional, Provinsi maupun Kabupaten. Tidak usah kita pertanyakan, apakah massa yang datang adalah massa bayaran atau massa organik. Karena memang pada momen hari-hari ini adalah momen terbaik bagi para kandidat untuk menarik simpati Rakyat dengan harapan agar mereka dapat memberikan suaranya untuk kemenangan pada kontestasi politik tahun ini.

Podium menjadi panggung yang nyata bagi para kandidat calon Pemimpin. Di Podium itu, mereka bebas menggunakan topeng yang mana saja, merias wajah dengan make up terbaik, namun tak jarang juga mereka berani mempertontonkan dirinya yang sejati, yang selama ini mereka tutup-tutupi. Sah-sah saja, dan bebas saja, karena pada akhirnya Rakyat yang akan menilai, apakah mereka layak untuk dipilih atau tidak. Atau mungkin jangan-jangan sebaliknya, rakyat tak peduli dengan apa yang dipilih saat hari pemilihan nanti. LUBER-JURDIL. Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, Adil. Demikian jargonnya bukan?

2024 menjadi tahun penting bagi Indonesia. Tahun ini akan berlangsung suksesi kepemimpinan. Pemilihan Umum tanggal 14 Februari 2024 menjadi titik awalnya. Pada hari tersebut akan dilakukan Pemilihan Presiden-Wakil Presiden, Anggota DPD, sekaligus Anggota DPR dan DPRD Provinsi dan Kabupaten. Kembali, kita sebagai rakyat akan menentukan siapa yang layak untuk duduk di kursi parlemen dan juga Presiden dan Wakil Presiden. Sebuah rutinitas 5 tahunan yang harus kita lalui. Tidak ada pilihan lain, sistem demokrasi yang dianut negara ini memang mengatur demikian untuk memilih pemimpin.

Sebagai rakyat, kita tidak pernah diajak rembug oleh Partai Politik saat mereka menentukan Calon Presiden dan Wakil Presiden, bahkan saat mereka menentukan Calon Legislatif sekalipun. Rakyat hanya disodorkan sederet nama yang kemudian muncul dalam surat suara. Tak ada tawaran diskusi sebelumnya antara Partai Politik dengan rakyat. Presidential threshold dan Parliamentary threshold nyata-nyata menjadi jebakan bagi semua pihak. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Rakyat hanya akan melalui rutinitas seperti biasanya, menjadi target eksploitasi para politisi sekaligus menjadi pelengkap penderita. Rakyat hanya mengenal calon wakil mereka hanya melalui baliho, poster, stiker serta konten media sosial.

Teknologi menjadi salah satu hal yang mutlak untuk terlibat dalam kontestasi politik kali ini. Jika sebelumnya kita hanya mengenal lembaga survey, website pantau pemilu, hingga keriuhan media sosial yang sekarang ini semakin ramai, maka hari ini kita menyaksikan keterlibatan teknologi yang semakin detail. Artificial Intelligence dimanfaatkan, meskipun oleh kandidat hanya sejauh pada proses produksi gambar dan video alat peraga kampanye saja. Padahal, AI dapat dimanfaatkan jauh lebih dari itu.

Penggunaan media sosial sebagai salah satu platform untuk berkampanye pun semakin kreatif dimanfaatkan. Gerakan turun ke bawah oleh para Kandidat semakin masif dilakukan, tujuannya sama, agar mereka dapat meraup suara terbanyak, sehingga mereka akan berdiri tegak di Podium 2024 ini. Entah sebagai Presiden dan Wakil Presiden, sebagai Senator maupun sebagai Legislator di Parlemen. Maka tidak mengherankan, jika pada hari -hari ini, lini masa media sosial kita dibanjiri konten-konten yang bertemakan politik. Sementara itu, pembagian spanduk, kaos, baju, stiker hingga paket sembako semakin mewarnai pesta demokrasi kita.

Seperti yang diungkapkan Sabrang pada edisi Kenduri Cinta bulan lalu, sebagai warga negara Indonesia kita lahir di Indonesia, kemudian memiliki status WNI, dilegalkan melalui KTP maka kita tidak bisa menawar lagi bahwa kita harus menerima demokrasi di Indonesia. Salah satu cara bagi kita untuk membangun Indonesia adalah dengan serius dalam berdemokrasi. Kita semua sadar, demokrasi di Indonesia ini masih jauh dari sempurna. Tetapi jangan sampai kemudian menyurutkan semangat kita untuk memperbaiki situasi ini.

Terutama para generasi muda, generasi yang dianggap sebagai bonus demografi yang digadang-gadang akan mengawal Indonesia Emas 2045. Generasi yang hari ini memiliki jumlah suara terbanyak yang akan menentukan kemana langkah dan arah Negara ini akan dibawa oleh para Pemimpin setelah Pemilu 2024 nanti. Generasi muda ini tidak boleh menutup mata apalagi bersikap tidak peduli terhadap Politik. Bukankah semangat yang dibangun adalah agar jangan sampai tongkat kepemimpinan Bangsa ini dipegang oleh orang yang tidak tepat? Maka kontestasi Pemilu 2024 adalah momen untuk menghindarkan kekhawatiran itu.

Bangsa Indonesia adalah kumpulan Rakyat yang bersepakat supaya Negeri Indonesia ini dapat menjadi tempat tinggal yang nyaman menggembirakan, sebagai sebuah home. Sedangkan operasional mengurusi house yaitu bangunan negara Indonesia diserahkan kepada pelayanannya rakyat, yaitu pemerintahan yang dipimpin Presiden. Sejak reformasi hanya dua kali periode jabatan seseorang bisa menjabat Presiden. Pemilu nanti menjadi penting bagi rakyat yang menghendaki Presiden yang sesuai dengan kriteria pilihannya. Tentu tidak mungkin semua kandidat akan keluar sebagai pemenang. Entah nanti satu putaran atau dua putaran, yang pasti hanya sepasang Presiden-Wakil Presiden yang bakal terpilih nantinya.

Karenanya mereka para Capres-Cawapres tidak cukup berbicara di Podium untuk menampilan potensi diri mereka dengan cara berdebat dan mendebat satu dan lainnya. Mereka perlu untuk mempertontonkan pesonanya secara lebih utuh supaya rakyat tepat dalam memilih diantara mereka. Berbicara, ngobrol langsung bersama rakyat secara intim tanpa batas. Bukan di sebuah forum kampanye yang dihadiri hanya oleh pendukungnya saja, tapi sebuah forum rakyat yang terbuka, egaliter dan heterogen. Silahkan berbica apapun tanpa batasan waktu yang ketat supaya rakyat benar-benar mengetahui pikiran dan perasaan hati secara lebih utuh. Tidak usah buru-buru, rakyat selama ini sudah terbiasa bersabar mendengarkan janji-janji politik serta menantikan proses para politisi menjadi diri terbaik dalam mengabdi pada negeri ini, atau sebaliknya kelak akan mengingkari.