Mukadimah: MEDIA SOSIAL VS MEDIA ASOSIAL

MUKADIMAH MAIYAH Re-legi MEI 2016

MENJAWAB TANTANGAN jaman adalah cita-cita sekaligus mimpi besar bagi Maiyah Re-Legi (Rebo Legi). Menjawab sekaligus tanggungjawab, bukan sekadar kata melainkan langkah nyata. Dan langkah-langkah kecil itu terasa makin tertata dan menuju pada yang satu, harmoni. Tema bulan lalu, Negara Tanpa Algoritma masih segar samar namun merasuk. Menjadi sangu meniti jalan juang ke depan. Kini para Generasi Muda Re-Legi bertahap mulai melengkapi senjata. Berjuang, jadi generasi jenis baru. Generasi larva pembaharu, tak lagi mau mewarisi sifat kenyamukan yang rakus dan tamak. Bertekad sesakti pralambang garuda. Penuh ketetapan hati, belajar bermuhasabah diri dan tak lupa kitab suci dikaji, ditadabburi. Sebagaimana perjuangan lain, perjuangan ini tak pernah terbayang akan mudah. Namun terlanjur terpatri, selama masih sulit maka disitulah nikmatnya belajar.

Berkaca pada fenomena kekinian. Eksis, manusia memiliki kecenderungan ingin terkenal atau setidaknya dikenal oleh manusia dalam jangkauannya. Zoon politiconnya Aristoteles, Homo Homini Socius milik Adam Smith dan Homo Lupus karya Thomas Hobes menjelaskan satu maksud yang sama, manusia dan sosial. Makhluk sosial yang membutuhkan peran orang lain. Maka bersosial menjadi salah satu ‘ciri hidup’ bagi makhluk yang menghayati kemanusiaan, humanity wa hablum minannas. Guyub rukun paseduluran.

Beralih geser dikit ke teknologi, dikit aja. Teknologi adalah bagian dari ‘pesawat sederhana’. Sebuah gaman yang ditujukan untuk sarana membantu mempermudah kehidupan manusia. Membantu, tentu hanyalah dukungan. Yang utama tetaplah manusia, namun siapa yang salah jika manusianya yang ketergantungan? Emang enak digantung? Konyol sedikit hina. Ramalan Thomas L. Friedman dalam karyanya The World is Flat benar-benar terealisasi. Teknologi nyata menjadi pemicu dan pemacu, terlebih lagi teknologi informasi. Informasi tumpah ruah, berlimpah. Dunia tak lagi bulat penuh isi, melainkan datar sejajar. Apa saja (katanya) bisa diakses melalui internet. 7 milyar manusia hampir saling terhubung. Dunia tak lagi terbatas jarak dan tak memiliki batas.

Manusia menjadi begitu modern. Mbah dukun bertarung sengit dengan mbah gugel. Bahkan kabar yang beredar, dukun paling kuno, sakti dan sepuhpun tak mampu mencari keberadaan file yang hilang. Namun rasanya, kok ada yang hilang. Di saat memegang hape, orang di sekitar tak lagi dianggap kece. Semua asyik larut dalam kepintaran smartphone masing-masing. Tak lagi banyak ditemukan perbincangan mengenai kearifan lokal. Mendekatkan yang jauh, yang dekat makin jauh. Konyol, ah nggak asyik.

Media sosial adalah teknologi informasi anyar yang ditujukan untuk manusia agar saling terhubung. Contohya sebut saja facebook dan twitter, bukan nama samaran. 88 juta manusia Indonesia menggunakannya. Namun kenapa fenomena yang terjadi malah tak saling terhubung? Berdebat tak cermat, saling caci maki merasa benar sendiri. Paseduluran lekang, mendatangkan musuh dari kalangan saudara, mudah menjadi domba. Lalu sebenarnya ini adalah media sosial atau media antisosial?

Benarkah media sosial malah menjadikan kita tak memiliki rasa sosial, asosial? Apatis sadis, seolah untung tapi buntung. Diapusi, dijebak dalam kekonyolan yang menghinakan. Penasaran? Kepo, kepengin tahu pol? Monggo pinarak, berangkulan duduk melingkar. Tadabburan bareng Maiyah Re-Legi dengan tema Media Sosial VS Media Asosial. Menghadirkan keramahtamahan Cak Fuad beserta kedalaman siraman Sirah Nabawiyah. Turut serta pula Azam Ai’ praktisi IT Malang Raya, dan didampingi Kwikku 2 yang (katanya) paling pakar Sosmed dan internet di desanya. Acara dipun gelar di Masjid An-Nur Politeknik Negeri Malang pada 10 Mei 2016 Pukul 20.00 WIB.