Mukadimah: MANUSIAHWAT

MUKADIMAH KENDURI CINTA JULI 2016

RAMADLAN BARU SAJA BERLALU -atau kita yang meninggalkannya?- dari hadapan kita, kemudian kita menyambut Syawwal dengan takbir yang membahana dan gegap gempita. Bukan hanya tabuhan beduk saja yang mengiringi takbir ketika malam terakhir Ramadlan, erangan knalpot motor hingga letusan kembang api menghiasi langit pada malam 30 Ramadlan lalu. Dengan tajuk menyambut hari kemenangan, sebagian besar masyarakat kita merayakannya dengan gembira. Kemenangan atas siapa?

Jika memang disebut sebagai hari kemenangan, maka pasti ada pihak yang harus dikalahkan bukan? Lantas siapa yang kita kalahkan selama 30 hari kita berpuasa? Sedangkan para ustadz seringkali mengatakan kepada kita bahwa pada bulan Ramadlan maka setan akan dipenjara didalam neraka. Lantas dalam turnamen Ramadlan lalu sebenarnya kita mengalahkan siapa sehingga ketika Idul Fitri tiba kita dengan bangga menyebut sebagai hari kemenangan? Maka, selain menahan lapar dan haus, jawaban kita akan tertuju pada; Hawa Nafsu.

Mungkin karena sudah terlalu banyak masyarkaat kita terbiasa dalam kesalahan memposisikan sebuah kata sehingga akhirnya banyak dari kita menganggap bahwa Hawa Nafsu merupakan satu kesatuan. padahal sebenarnya berbeda. Hawa sendiri jika kita tarik dari asal katanya, dalam kosakata Bahasa Arab memiliki arti keinginan, kehendak atau hasrat. Hawa inilah yang sebenarnya kemudian identik dengan Syahwat. Sedangkan Nafsu, jika kita melihat dari asal katanya dalam Bahasa Arab memiliki arti jiwa atau ruh. Yaa ayyatuha-n-nafsu-l-muthmainnah; wahai jiwa yang tenang. Sehingga sangat aneh jika kemudian kita menganalogikan bahwa hawa nafsu merupakan satu kesatuan yang kemudian kita mengenal istilah Syahwat. Sehingga, jika memang kita menganggap Ramadlan sebagai sebuah arena pertandingan yang dipuncaki dengan perayaan hari kemenangan, maka bisa kita sepakati bahwa yang kita lawan pada saat Ramadlan adalah Syahwat.

Kita analogikan saja seperti sebuah pertandingan sepakbola, dimana dalam sebuah turnamen sudah pasti harus ada satu kesebelasan yang harus menjadi pemenang sehingga mereka yang kemudian berhak menyandang status Sang Juara. Dalam sebuah pertandingan sepakbola, dimana sebuah kesebelasan diasuh oleh beberapa staff pelatih, mereka kemudian menentukan 11 pemain terbaik yang akan diturunkan ketika pertandingan berlangsung. Apakah hanya itu saja? Tentu tidak. Seorang pelatih akan berfikir keras untuk menentukan strategi permainan yang akan ia instruksikan kepada 11 pemain pilihannya itu untuk kemudian diaplikasikan selama 90 menit ketika bertanding di lapangan. Bahkan tidak jarang seorang pelatih menyiapkan lebih dari dua rencana strategi untuk satu pertandingan.

Jikalau memang Ramadlan merupakan sebuah turnamen bagi setiap individu melawan Syahwatnya, apakah kemudian Syahwat yang ia kalahkan itu sudah tidak akan bergejolak dan bangkit lagi setelah Ramadlan berlalu?. Apakah ada jaminan bahwa dalam 11 bulan setelah Ramadlan, kita benar-benar sudah sangat unggul atas Syahwat kita sendiri sehingga kita dengan pongah merayakan hari kemenangan ketika Idul Fitri tiba? Strategi seperti apa yang membuat diri kita sangat yakin bahwa setelah Ramadlan kita benar-benar mampu mengalahkan Syahwat? Dan pada hakikatnya, Syahwat itu bukan hanya soal seks saja, seperti yang selama ini difahami oleh masyarakat. Bahwa semua keinginan-keinginan kita, itu merupakan Syahwat.

Rasulullah SAW sendiri menyatakan bahwa Ramadlan adalah Madrasah. Maka Ramadlan bisa kita sebut sebagai wahana pendidikan, dan layaknya sebuah wahana pendidikan, sudah pasti ada aturan mainnya. Salah satu syarat mendaftar sebagai seorang siswa Ramadlan adalah ia harus menjadi orang yang beriman kepada Allah, dan juga mengimani 5 rukun iman lainnya, sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Allah dalam surat Al Baqoroh ayat 183.

Maka, jika merujuk apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW bahwa Ramadlan adalah Madrasah, yang harus kita lakukan selama bulan Ramadlan adalah menempa diri kita dengan berbagai macam kurikulum yang ada di dalam Ramadlan sebagai bekal untuk menaklukan Syahwat dalam diri kita selama 11 bulan setelah Ramadlan. Tetapi yang perlu kita pertanyakan kepada diri kita sebenarnya adalah apakah diri kita ini sudah benar-benar mampu mengalahkan Syahwat dalam diri kita selama Ramadlan, dimana setan dibelenggu didalam neraka. Pada faktanya, dalam urusan membatalakan puasa saja kita bisa melihat bagaimana sebenarnya kita justru terlihat lebih rakus jika dibandingkan ketika kita tidak berpuasa sebelum Ramadlan bukan? Ini baru urusan perut saja. Ketika menjelang Idul Fitri, hasrat kita untuk membeli busana baru untuk merayakan hari kemenangan kita luapkan dengan mendatangi pusat-pusat perbelanjaan untuk menghabiskan Tunjangan hari Raya. Lailatul Qodar? Pada akhirnya berubah menjadi Lali-latul Qodar.

Dalam tata kelola perdagangan saat ini, pedagang jika ingin menjadi pedagang yang sukses dengan hasil perdagangan yang melimpah, mau tidak mau ia harus melibatkan dirinya dalam dunia kapitalis yang sudah semakin menggurita hari ini. Jika ada seorang pedagang yang masih menganut sistem perdagangan seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW di zaman perniagaan Dajjal hari ini, maka keuntungan materi dalam skala yang besar sangat kecil kemungkinannya ia dapatkan. Ia harus tunduk pada aturan Kapitalisme Dajjal agar ia meraup keuntungan yang lebih banyak. Semakin ia menjadi budak Dajjal, semakin banyak keuntungan materi yang ia dapatkan. Bahkan dalam skala yang lebih luas, dalam pengelolaan Negara misalnya, meskipun Negara kita ini adalah satu-satunya Negara yang mengakui keberadaan Tuhan, tetapi pada kenyataannya Tuhan tidak pernah dilibatkan dalam pengelolaan Negara ini. Mungkin saja dengan langkah-langkah dan perencanaan yang sudah dicanangkan oleh para pengampu pengelola Negara ini kita akan mendapatkan “Baldatun thoyyibatun”, tetapi belum tentu “Robbun Ghoffur”.

Jika memang Syawwal kita menyepakatinya sebagai momentum bulan kemenangan, apakah tidak ada pertarungan-pertarungan selanjutnya dalam kehidupan kita? Apakah tidak ada lagi turnamen-turnamen lain di bulan-bulan selanjutnya? Kenduri Cinta edisi Juli 2016 mengangkat tema “MANUSIAHWAT”, pada Jumat 15 Juli 2016 kita melingkar bersama, kembali menjamkan fikiran dan meneguhkan hati, untuk menuju Indonesia mulia.