Mukadimah: LELE MINA WA MINKUM

MUKADIMAH MAIYAH DUSUN AMBENGAN Agustus 2016

DIKISAHKAN PARA sahabat Baginda Nabi Muhammad SAW, ketika bertemu setelah shalat Id, mengucapkan; “taqabbalallahu minnaa wa minkum”.

Begitu juga jamaah majelis Maiyah Dusun Ambengan yang telah menggelar acara pada bulan lalu, bertepatan dengan momentum riyaya sekaligus riyadhah. Banyak di antara  jamaah mengucapkan doa yang berarti, semoga Allah menerima amalan dari kami dan dari kalian itu.

Sementara itu, salah satu poin yang mencuat dalam Maiyahan Juli 2016, pemaparan dari Kepala Desa Margajaya, Kecamatan Metro Kibang tentang penting dan untungnya berternak ikan lele. Sebab, ada salah satu jamaah dari Kabupaten Lampung Utara yang tertarik budidaya ikan lele.

Soal ikan lele, menjadi lema sampai pada dedaran untuk diskusi di Maiyah Dusun Ambengan edisi 13 Agustus 2016.

Lele, kita ketahui sangat familiar bagi masyarakat desa. Ada yang sekadar memelihara seadanya di sawah, sampai ada yang tekun, menjadi peternak profesional, baik dari sisi pemijahan maupun pembesaran. Termasuk jamaah yang bikin kuliner pecel lele, serta yang jualan ikan di pasar. Artinya, ikan lele bisa menjadi salah satu alternatif usaha di perdesaan. Berdampak ekonomi dan kesejahteraan.

Sebab, Provinsi Lampung di semua pusat jalan-jalan protokol, saat ini sudah menyediakan warung tenda dengan brand “pecel lele”. Meski belum ada data resmi berapa ton kebutuhan ikan lele di Lampung selama setahun, namun hampir selalu tak ada keluhan peternak ikan lele yang bingung hendak menjual kemana setelah panen. Pedagang yang kekurangan stok ikan lele, banyak. Intinya adalah, kebutuhan ikan lele cukup potensial jadi industri kreatif warga.

Waktu pembesaran dari setelah masa pemijahan juga relatif tidak lama. Secara kongkrit, Maiyah Dusun Ambengan mencoba tampil dalam  sektor ekonomi produktif yang selama ini memang sudah ditekuni warga desa. Akan tetapi belum menjadi incaran lapangan kerja bagi anak muda.

Bagaimana ikan lele bisa bermanfaat dari semua sisi kehidupan manusia? Pertanyaan itu adalah  bagian dari bahan diskusi jamaah. Baik dari sisi fenomologi, estimologi sampai paripan dan perumpamaan-perumpamaan yang dimiliki ikan lele.

Kita ketahui, filosif ikan lele belum lama ini dikenal seiring dengan keruhnya situasi politik kebangsaan kita. Disebutkan, semakin keruh air, ikan lele justru semakin lahap makan. Sehingga disematkan pada beberapa politisi yang cenderung gaduh. Politisi ikan lele adalah semacam cibiran, olok-olok yang sudah populer. Sementara di sisi lain, ikan lele juga punya patil, ketika tak berhati-hati menyentuhnya,  lengan kita bisa kepatil, sobek dan sakit.

Sederet makna yang dimiliki ikan lele, nikmat serta gurihnya menjadi kajian Maiyah Dusun Ambengan. Judul lele minna wa minkum adalah bagian integral dari kesadaran jamaah untuk mulai merespon secara utuh apa itu masyarakat desa, keberagaman dan keberagamaan, sampai pada  persoalan-persoalan dasar, yang tujuannya agar jamaah menemukan formulasi kemanusiaan yang sejati. Hidup penuh ketentraman di perdesaan, namun tetap memperhatikan nutrisi dan pangan bagi anak-anak agar lahir generasi-generasi yang kuat secara fisik, kuat secara mental, berkarakter sekaligus taat beragama.

Berbagai tema besar seperti pertanian, pendidikan, peristiwa-peristiwa yang dialami masyarakat desa adalah konsen untama majelis ilmu Ambengan.

Membahas tema ikan  lele, kita mencari sekaligus mentadaburi ayat-ayat Allah di muka bumi, agar menjadikan kita sebagai manusia yang berdaulat meski hidup di desa. Mari melingkar di majelis Maiyah Dusun Ambengan, Sabtu, 13 Agustus 2016 malam jam 20.00 WIB. Bertempat di Rumah Hati Lampung, Metro Kibang, Lampung Timur.