Mukadimah SYARAT RUKUN BENCANA

SETIAP PERISTIWA dapat terjadi hanya jika Allah mengizinkan, bahkan bergulirnya sebiji zarah sekalipun dapat terjadi hanya seizin-Nya. Seperti halnya dalam kita beribadah, kita hanya mampu berusaha melengkapi syarat dan melaksanakan rukun supaya yang kita lakukan dapat menjadi peristiwa ibadah. Perkara batal atau tidak sahnya ibadah yang kita lakukan itu haq-Nya. Kita sebatas berusaha mengikhlaskan niat kehendak untuk beribadah, dan bersungguh-sungguh melengkapi syarat dan melakukan rukun ibadah itu. Syarat terkait dengan kelengkapan kondisi-kondisi yang mesti ada sehingga peristiwa terjadi, sedangkan rukun terkait urutan tahap dari terjadinya peristiwa. Bagaimanakah dengan bencana? Adakah peristiwa bencana seperti halnya ibadah, memiliki syarat rukun?Bencana adalah peristiwa penghancuran yang pastinya tidak kita kehendaki, namun sangat mungkin peristiwa itu dapat sewaktu-waktu terjadi. Kita dapat melihat jejak peristiwa bencana dari peninggalan bangunan peradaban zaman-zaman dahulu, kitab-kitab suci ataupun dari prasasti-prasati sejarah. Jika peninggalan-peninggalan bangunan kita perhatikan, ada diantaranya yang tinggal sisa puing-puing bangunan yang hancur oleh bencana alam, ada yang hancur karena penjarahan, ada pula yang masih utuh seolah begitu saja ditinggalkan oleh penghuninya tanpa ada penjelasan. Hal itu dapat dijadikan pemahaman awal bahwa peristiwa penghancuran peradaban dapat berupa penghancuran secara fisik maupun penghacuran yang non-fisik.

Keadaan zaman dahulu pra-penghancuran dan keadaan zaman sekarang

Hancurnya peradaban yang pernah terjadi dapat juga diketahui melalui kisah-kisah dalam kitab-kitab suci. Bahkan dari kisah-kisah tersebut dijelaskan juga mengenai keadaan-keadaan zaman yang mengawali peristiwa penghacuran. Keadaan masyarakat atau ummat pada zaman itu dapat kita jadikan bahan perbandingan dengan keadaan zaman ini, sehingga kita paling tidak dapat memahami tanda-tanda zaman.

Kita dapat membandingkan keadaan ummat Nabi Luth, Nabi Ibrahim, dan Nabi Musa sebelum terjadi peristiwa penghancuran dengan keadaan zaman sekarang ini. Kelakuan ummatnya Nabi Luth terkait penyimpangan hubungan kelamin banyak terjadi sebelum terjadinya peristiwa penghancuran, dan ternyata keadaan itu juga banyak terjadi di zaman ini. Kelakuan ummatnya Nabi Ibrahim yang menyembah berhala pada zamannya, masih kalah banyak jumlah dan ragamnya dengan penyembahan berhala zaman ini. Bahkan, di zaman ini berhala yang salah dan yang bukan berhala pun banyak yang disembah.

Begitu juga kelakuan ummatnya nabi Musa yang tak ada puasnya itu, masih kalah rakus dengan konsumerisme zaman ini. Kejahatan fir’aun-fir’aun yang mengaku tuhan pada zaman itupun masih mending, karena Firaun pada zaman itu mampu menata pemerintahannya dan mengelola alam di wilayah kekuasaannya untuk kesejahteraan rakyatnya. Sedangkan Firaun-firaun zaman ini, yang bahkan baru menjadi bakal calon fir’aun saja sudah mengaku mampu membuat perubahan nasib rakyat, padahal nasib suatu kaum jelas ada ditangan Allah, sedangkan itupun bersyarat bahwa kaum itu mesti berusaha merubah nasib-nya sendiri, jadi bukan hanya sekedar usaha dari pemimpinnya. Maka dapat dikatakan bahwa, Fir’aunnya zaman Nabi Musa masih kalah kefiraunannya bahkan hanya dibandingkan dengan bakal calon Firaun dari zaman ini.

Perspektif Peristiwa sebagai Bencana atau Pertolongan

Pemaknaan suatu peristiwa tergantung pada siapa yang memaknai dan bagaimana keterkaitan yang memaknai peristiwa terhadap peristiwa yang sedang dimaknainya. Suatu peristiwa yang kita anggap sebagai peristiwa yang biasa saja boleh jadi dimaknai sebagai peristiwa yang luar biasa bahkan dapat dianggap sebagai bencana bagi sebagian orang lain. Misalnya perceraian, peristiwa ini dibeci oleh Tuhan. Bagi kita yang tidak terkait peristiwa itu akan menganggapnya sebagai peristiwa yang biasa saja, namun akan berbeda makna bagi yang terlibat dalam peristiwa perceraian itu.

Contoh pemaknaan peristiwa lainnnya: peristiwa banjir pada zaman nabi Nuh, bagi ummatnya menyebut peristiwa itu sebagai bencana. Namun, bagi Nabi Nuh beserta makhluk-makhluk yang berada didalam bahteranya meyakini peristiwa penghancuran itu sebagai pertolongan dari Allah, sebagai seleksi keberlangsungan ummat selanjutnya.

Juggernaut, Kesusuban dan Syarat Rukun Bencana

Bedakan antara ketidakpastian dan yang tidak pasti, Juggernaut adalah raksasa yang menggunung melampaui batas, seakan mempastikan keadaaan namun justru menyebar ketidakpastian. Seolah-olah Juggernaut berusaha memperbaiki kapal-peradaaban yang bocor-bocor, namun yang terjadi justru menambal kebocoran kapal dengan paku-paku-ketidakpastian dan menyelimuti kapal peradaban dengan duri-duri ketidakpastian. Juggernaut beserta pengikutnya mengangkangi kapal peradaban, bangga seolah mampu memperbaiki kapal-peradaban sehingga nampak terus berlayar, tetapi arah peradaban masih tetap menuju ketidakpastian.

Persoalan kebutuhan pangan diserahkan kepada ketidakpastian pasar. Teriakan kemandirian ekonomi, namun diam-diam memprivatisasi aset negeri. Persoalan pendidikan generasi dibuat secara instan dan parsial, bahkan dianggap hanya soal persentase anggaran. Politik pra-bayar semakin tak wajar, berbekal polling abal-abal dan survei pesanan yang justru membuat ketidakpastian bagi yang memesan. Konstitusi tidak lagi bersumber dari kolektivitas jatidiri bangsa dan payung keabsahan Negara, namun dapat dimanipulasi dan dijadikan bahan obyekan politik praktis. Demokrasi distandarisasi dan dipaksakan, diterapkan di Negara-negara dunia ke-3, namun dibaliknya terselubung neo kolonialisasi bangsa-bangsa yang membawa peradaban menuju ketidakpastian.

Peristiwa kesusuban duri ketidakpastian, sangat mungkin terjadi diatas kapal peradaban. Cabut duri-ketidakpastian itu, jadikan peristiwa itu sebagai penyadaran bahwa kapal peradaban sedang menuju arah yang salah. Lompat, keluar dari kapal peradaban, berenanglah diatas arus zaman, jika mampu. Jika tidak, semampu-mampu mulai singkirkan duri-duri ketidakpastian yang berserakan diatas kapal peradaban. Berkumpulah dengan orang-orang yang mangetahui arah peradaban yang sejati. Berusahalah ambil alih kendali nahkoda dari cengkraman Juggernaut dan antek-anteknya, jika mampu. Jika tidak, pasrahkanlah ketidakpastian kepada Allah, Tuhan Yang Maha Pasti.

Jika kemudian Tuhan berKehendak menghancurkan kapal-peradaban, bersiaplah berenang di lautan-kehidupan. Jika kemudian Tuhan menghancurkan toghut, bersiaplah mengarungi samudra kehidupan beserta kapal-peradaban menuju arah-peradaban yang sejati. Pahami tanda-tanda zaman, Kenduri Cinta, 15 Nopember 2013, Syarat Rukun Bencana.