Mukadimah: hiber-nation

SUDAH HAMPIR dua setengah bulan sejak pembatasan aktivitas diberlakukan di ibukota dan beberapa kota lain karena adanya pandemi Virus Corona. Berbagai cara dilakukan untuk mencegah penyebaran virus ini. Dari social distancing maupun physical distancing. Bentuknya bisa work from home, karantina, stay at home, atau bentuk apapun dengan beragam istilah lainnya. Sedang Negara menggunakan istilah PSBB sebagai kependekan dari pembatasan sosial bersekala besar yang sudah diberlakukandi Indonesia secara umum dan khususnya Jakarta.

Situasi pembatasan sosial tentu tidak dikehendaki, karena secara drastis mengubah rutinitas kehidupan masyarakat. Memang, ada masa dimana kita sangat membutuhkan istirahat, break sejenak dari berbagai aktivitas pekerjaan. Mengambil jeda dari rutinitas keseharian untuk memulihkan kesegaran dengan berbagai cara, bisa berbeda-beda setiap orang. Ada orang yang cukuprefreshing dengan cara berwisata, ada yang cukup dengan cara tidur, atau beristirahat di rumah sekian jam untuk sekedar relaksasi. Namun ada pula yang mengisi waktu jeda itu dengan tindakan produktif lain seperti berkebun, bercocok tanam, atau membaca buku.

Dengan cara jeda sejenak tadi diperlukan untuk mengembalikan mood, mengembalikan stamina sehingga setelah itu diharap dapat meningkatkan produktifitasnya. Ketika situasi kembali menjadi normal dan sudah berada pada rutinitas semula terjaga pula kebugaran dan kesehatannya.

Fase jeda dalam kondisi normal biasanya sesuatu yang sudah direncanakan sebelumnya, terukur, dan sejenak, dalam artian durasi waktu yang tidak terlalu lama. Tidak ada yang membayangkan dengan jeda seperti yang sekarang kita alami akibat dari pandemi. Break hingga berbulan-bulan tanpa ada kejelasan kapan usai. Terlebih ini sedang dialami serentak oleh hampir semua warga dunia dalam mencegah penyebaran dan penularan Covid-19.

Jeda yang dipaksakan ini karena tak ada pilihan lain sebagai bagian dari ikhtiar untuk menghindari, mengurangi, dan memutus rantai penyebaran virus. Ikhtiar bersama dengan tujuan untuk mengurangi banyaknya korban jatuh. Meski banyak sekali agenda bisnis terbengkalai, berantakannya rencana kerja, target pemasaran yang meleset, dan banyak proyek yang dibatalkan, namun situasi ini mesti dilalui. Dan ini bisa menjadi anti tesa bagi manusia modern yang selalu menyembah materi. Karena ternyata kondisi berantakan ini disebabkan oleh satu jenis makhluk sangat kecil yang tak langsung dapat terlihat. Semula makhluk kecil ini luput dari gegap gempita dunia modern. Namun yang terjadi saat ini perhatian dunia tertuju padanya dan banyak aktivitas ekonomi menjadi hibernate karenanya.

Periode “tidur panjang” atau yang dikenal dengan istilah hibernasi biasanya dilakukan oleh hewan ketika musim dingin di daerah empat musim. Mereka melakukan  hibernasi untuk menghemat energi ketika tidak tersedia makanan yang cukup, penghematan ini dilakukan dengan menurunkan tingkat metabolisme. Caranya makan sebanyak-banyak menjelang musim dingin untuk menumpuk kalori, selanjutnya ketika musim dingin tiba hewan itu tidur panjang atau mengurangi gerak tubuh bahkan kalau bisa diam, sehingga menghemat kalori keluar dari tubuh. Masa hibernasi dapat berlangsung dalam hitungan hari, minggu, atau bulan begantung pada spesies, suhu lingkungan, dan kondisi tubuh hewan itu.

Sementara kita di tengah masa hibernasi ekonomi ini memiliki pilihan untuk mengisi waktu selama di rumah saja. Apakah hanya akan melewatkannya dengan “tidur” atau mencoba menumbuhkan kesadaran-kesadaran baru mengenai banyak hal. Ada berbagai sumber dapat digunakan untuk memaknai masa hibernasi ini. Tidak hanya dari internet, media sosial, buku dan kitab suci masing-masing agama, itu semua sebatas sarana awal. Lebih lanjut adalah dengan membaca situasi dan menyikapi kondisi lingkungan sekitar yang sedang kita alami dari kesatuan keluarga, lingkungan, komunitas hingga level negara.

Meskipun terkondisikan jarak, setiap individu akan berusaha menjalin komunikasi dengan orang-orang yang sudah terbiasa berinteraksi. Dengan kondisi ini setiap individu akan semakin menyadari betapa berharganya menjalin hubungan baik dengan orang-orang di sekitarnya. Terutama hubungan  dengan anggota keluarga dan tetangga di sekitar tempat tinggal kita berada. Mengasyiki dan mengkhusyuki apa-apa yang sedang kita alami, tentu akan menghasilkan pemaknaan yang tersendiri bukan?

Manakala setiap orang mengalami hal yang sama, merasakan situasi yang sama, dan menghadapi permasalahan yang serupa, tentu akan memunculkan jalinan rasa senasib sepenanggungan. Proses hibernasi di tengah pandemi ini, pada saat yang sama juga sedang dialami oleh indidivu-individu dan keluarga-keluarga di berbagai wilayah. Berbeda dengan hewan yang otomatis berdiam diri di sarangnya saat hibernasi, banyak pilihan kegiatan yang dapat dilakukan meskipun kita berada di rumah saja. Masih banyak yang dapat dilakukan meskipun dengan banyak keterbatasan. Jika pandemi ini berkelanjutan, mendesak perlu adanya kemandirian individu dan keamanan bersama orang-orang yang tinggal di sekitar kita.

Dengan adanya pandemi Corona, sudah memunculkan kesadaran baru bahwa masalahnya bukan hanya urusan medis. Menyusul berikutnya muncul masalah depresi ekonomi, pendidikan, politik, kebudayaan, bahkan tidak terkecuali juga soal agama. Bagaimana tidak? Rencana dan perhitungan yang telah dibuat dengan penuh presisi, kurikulum pendidikan yang disusun rapi, berbagai pembangunan infrastruktur hingga rancangan pertumbuhan ekonomi seolah menjadi tak berarti di tengah pandemi ini. Makhluk ciptaan yang begitu kecil ukurannya, bahkan tak terlihat mata telanjang mampu membekukan rutinitas dan sangat mengganggu aktivitas umat manusia di muka bumi, berikut dengan segala kecanggihan dan kemajuan ipteknya. Negara-negara kocar-kacir dibuatnya.

Selama masa pandemi ini, perlu ada modifikasi dan inovasi dari cara-cara hidup sebelum adanya pandemi. Misalnya di dunia pekerjaan, dengan kebijakan perusahaan untuk work from home tentu mengharuskan perubahan pada sistem absensi. Lantas berubah pula cara mengukur kinerja karyawan. Begitu pun di dunia pendidikan, cara pengajaran di ruang kelas tidak bisa mentah-mentah di adopsi di kelas online. Bahkan kurikulum pendidikan pun sudah kadaluarsa jika dipaksakan untuk diterapkan. Ini seperti yang terjadi dengan cara-cara hidup di zaman berburu yang kemudian harus berubah ketika memasuki zaman bercocok-tanam. Cara-cara hidup masyarakat selalu menyesuaikan dengan zamannya, orang-orang yang tidak mampu menyesuaikan diri bakal terlindas oleh zaman, sedangkan orang-orang yang tangguh dan mampu mengendalikan diri di tengah perubahan akan mampu hidup di segala zaman.

Kenduri Cinta edisi Mei 2020 mengusung judul hiber-nation, bukan untuk tidur panjang melainkan untuk menemukan makna di tengah berubahnya zaman. Masih berada di suasana pandemi, tentu kita sangat memahami untuk menahan diri, kerinduan bermuwajahah Masyarakat Maiyah Kenduri Cinta di Taman Ismail Marzuki sungguh semakin tak terbendung. Namun semestinya cinta-mencintai tidak terkendala jarak, terpaksa tidak ketemu justru menambah kehadiran rindu. Sang Pencipta pun sudi menangguhkan perjumpaan kematian hambanya dengan menghadirkan rahman-rahim kekasihnya dalam kehidupan.

Situasi dan kondisi yang sedang membatasi kita sehingga kita tidak bisa bermuwajahah seperti biasanya di Plaza Teater Besar Taman Ismail Marzuki. Menjelang tepat 20 tahun perjalanan kita bersama di Kenduri Cinta bulan depan, mari jadikan momen Kenduri Cinta edisi Mei ini untuk berbagi cerita, berbagi kisah, berbagi kebahagiaan dan kegembiraan yang pernah dilalui. Ada banyak kenangan yang pastinya pantas untuk diceritakan. Kenduri Cinta bukan sekadar tentang rindu bertatap muka, ada banyak cerita yang kita masing-masing memiliki lukisan, kuas, warna serta guratan kuas yang berbeda.

Jadikan momen hiber-nation ini sebagai sarana untuk kita saling berbagi cerita, berbagi pengalaman, berbagi kisah, berbagi kegembiraan dan juga kebahagiaan yang pernah kita alami di Kenduri Cinta.