Mukadimah: Buka 2 Tak

MASYARAKAT di perdesaan, sudah akrab dengan jenis sepeda motor 2 Tak dan  4 Tak. Banyak warga memahami perbedaan dan kenyamanan antara jenis 2 Tak dengan yang 4 Tak.

Sekarang, sepeda motor jenis 2 Tak , nyaris sudah tidak dimiliki warga lagi. Akan tetapi, berbagai kenangan akan sepeda motor 2 Tak masih sangat melekat dalam ingatan. Mesin 2 Tak sering disepadankan dengan “perut 2 Tak ” untuk menyebut seseorang itu kemaruk. Makannya banyak dan tak beraturan. Apa saja dan makanan berbagai jenis, bisa masuk perut dalam tempo yang sangat singkat. Perut 2 Tak sering ditambahi kalimat bernada ejek, “kalau makan dikunyah dulu.” Atau sebutan, olok-olok bagi warga yang makannya beringsik. Berkecap, sering bersendawa serta bunyi, beradunya antara sendok dan piring.

Mesin 2 Tak adalah mesin pembakaran yang dalam satu siklus, terjadi dua langkah piston. Sepeda motor 2 Tak , bekerja dua langkah untuk satu ledakan atau pembakaran yang menghasilkan tenaga untuk mesin. Yakni dengan ekspansi, hisap, lalu buang dan kompresi, pembakaran, kembali ke ekspansi, hisap.

Sementara jika mesin 4 Tak, memiliki empat langkah piston dalam satu siklus pembakaran. Meskipun keempat proses intake, kompresi, tenaga dan pembuangan juga terjadi.

Intinya, mesin sepeda motor 2 Tak , punya beberapa kelemahan yang menonjol. Boros bahan bakarnya, butuh perawatan lebih rumit, lebih banyak dibanding mesin 4 Tak karena memakai oli samping serta suaranya jauh lebih bising.

Buka 2 Tak , diangkat jadi tema Maiyah Dusun Ambengan sebagai sanipan. Perumpamaan yang digali dari tengah perbincangan warga desa, kemudian dikorelasikan dengan bagaimana tata cara berbuka warga yang lazim? Kita sangat akrab dengan bulan Ramadan, bulan yang mengandung lailatul qodar, lebih mulia dari seribu bulan dan penuh keberkahan. Namun demikian, sering kita jumpai keluh kesah, keuangan rumah tangga semakin boros? Harga-harga kebutuhan pokok melambung tinggi. Di sisi lain, estetika Ramadan, sebagaimana diulas Mbah Nun dalam buku “Tuhan pun Berpuasa” layak dijadikan permenungan. Tentang bagaimana proses keindahan menyambut bulan suci Ramadan di perdesaan yang mulai terancam punah?

Tidur atau tradisi tabuh bedug sebagai ungkapan untuk luapan suka cita atas nikmat masih menjumpai Ramadan, tidak ada lagi. Anak-anak yang membawa bekal sahur untuk bermalam di masjid, tak ditemui lagi. Bahkan, anak muda yang menjadikan tradisi tadarus untuk saling cepat dan saling banyak mengkhatamkan bacaan Al Quran, nyaris tidak ada. Persaingan antar-masjid untuk banyak khatam, sirna. Semua sekadarnya, satu persatu kenangan masa lalu yang membedakan antara kota dan desa ketika masuk bulan Ramadan, layak kita ulas untuk menemukan hakekat sekaligus keindahan puasa. Termasuk di dalamnya, kebahagiaan berbuka.

Hampir kebanyakan di antara kita, pakai metoda buka 2 Tak ini. Akibat terbiasa, tidak ada masalah yang berarti sebenarnya. Akan tetapi, rasa di perut tetap memiliki dampak kejut. Ketika masuk waktu berbuka, langsung digenjot dengan minuman dan makanan secara berlebihan, langsung pakai dua langkah piston, pasti berdampak pada kondisi kenyamanan perut, lemahnya tubuh atau mengantuk ketika masuk waktu salat terawih. Termasuk kalau dipaksakan sujud dalam terawih, gumoh. Rasa dan cara berbuka yang tak mungkin terjadi ketika dilakukan bersama-sama dengan warga lain di dalam masjid. Sebab, berhitung waktu untuk salat maghrib lebih dulu sebelum menyantap berbagai makanan berat. Mungkin mengikisnya tradisi-tradisi itu punya korelasi pada semakin sepinya jamaah salat terawih di hampir semua masjid sekitar kita?

Mungkin juga, model pembakaran 4 tak dan 2 tak dalam sistem mesin ini kurang relevan sebagai perbandingan pada tubuh manusia. Namun demikian, buka 2 tak didedah dalam majelis penggiat Maiyah Dusun Ambengan untuk menggambarkan, kita semua yang kurang mampu mengendalikan diri saat masuk waktu berbuka. Semua makanan dan minuman ingin secepatnya masuk dalam perut wadak kita. Kita diskusian untuk menjadi bagian dari proses menemukan makna puasa yang sebenarnya. Yakni, kemampuan mengendalikan diri agar tidak belebihan.

Buka 2 Tak adalah manifestasi, sebatas untuk pengingat bahwa Allah SWT sudah berfirman dalam surat Al’Araf ayat 31 yang artinya: Makan dan minumlah kamu, akan tetapi janganlah berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebihan.

Di desa kita memang tak ada tanaman kurma sebagaimana sunah Kanjeng Nabi Muhammad SAW, yang sudah memberikan tauladan tentang cara awal menyantap makanan ketika berbuka. Akan tetapi, warga desa tak asing dengan cendol, kolak atau berbagai jenis penganan yang manis dan segar. Itu semua kurang sedikit berguna jika setelah menyantap kolak, langsung kita teruskan, menghabiskan setundung nasi dan lauk pauk sebagaimana disebut dengan istilah “buka 2Tak”.

Menariknya, kita bisa saja menyatakan, sudah tak pernah buat kolak lagi. Inilah potret kehilangan yang lain. Sebab, selalu sisa dan terbuang. Dulu, sisa kolak tak pernah jadi masalah karena sampai dini hari hingga waktu sahur, masih ada anak-anak muda yang menderas Al Quran di masjid. Apa pun jenis makanan yang dikirim warga, selalu tandas. Bahkan cenderung kurang. Bagian terpenting dari pertanyaan kita, kemana anak-anak muda menghabiskan malam sepanjang bulan Ramadan ketika masjid sangat sepi dari suara menderas Al Quran?

Mari melingkar, sinau dan bergembira bersama di Rumah Hati Lampung dalam majelis Maiyah Dusun Ambengan, Sabtu, 17 Juni 2017 jam 20.00 WIB. Disiapkan juga santap sahur bersama untuk menaja batin kita agar senantiasa bersyukur, masih menikmati keindahan bulan penuh berkah di tengah perdesaan.