Menuju Enam Belas Tahun Kenduri Cinta

BUKAN SUATU yang mudah bagi sebuah majelis ilmu, organisasi, komunitas yang heterogen dan tidak berorientasi profit dapat bertahan hingga 16 tahun, apalagi berada di pusat ibukota. Di tengah masyarakat modern Kenduri Cinta lahir dan berproses. Di tengah masyarakat dengan berbagai macam tekanan rutinitas aktifitas keseharian yang dipenuhi kepalsuan, persaingan saling mengalahkan, ketidak-jelasan arah dan tujuan, di tengah puncak-puncak keramaian individualisme dan pragmatisme global, Kenduri Cinta hadir sebagai sebuah forum kebersamaan. Jalan sunyi yang ditempuh bukan untuk menghindar dari kenyataan zaman yang semakin tidak karuan, namun menjadi gelombang yang membelah lautan zaman modern yang selama ini telah menenggelamkan umat manusia kedalam keterasingan kemanusiaannya.

Kenduri Cinta telah mengalami prosesnya yang tidak sederhana, dan terus berproses untuk Menegakkan Cinta Menuju Indonesia Mulia. Pasca reformasi 1998 yang dipenuhi lipatan-lipatan dan telikungan-telikungan manufer politik, Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) memilih untuk menyingkir dari peta perpolitikan dan menarik diri dari media nasional, memilih untuk kembali berkeliling ke kampung-kampung, pelosok-pelosok desa dan pusat-pusat kota di penjuru nusantara, hingga masyarakat dunia, menemani masyarakat yang tersingkirkan, terusir dan dikalahkan, menyebarkan benih-benih optimisme dan kedaulatan rakyat yang dirapuhkan oleh banjir konsumerisme dan liberalisme ekonomi. Di kampung-kampung Jakarta bersama mini Kanjeng, Cak Nun membentuk gerakan Himpunan Masyarakat Shalawat (HAMAS), dimana pada masa itu shalawat tidak popular seperti sekarang ini. Embrio lahirnya Kenduri Cinta, salah satunya dari HAMAS tersebut. Setelah berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya, akhirnya pada bulan Juni tahun 2000, Kenduri Cinta memutuskan untuk menetap dan menyelenggarakan di Taman Ismail Marzuki, Cikini setiap hari Jumat minggu kedua, pada setiap bulannya secara rutin hingga saat ini.

Sifat forum yang cair, terbuka, egaliter, heterogen dan tanpa batas antara penonton dan yang ditonton, tanpa keamanan, tidak ada jarak antara narasumber dan peserta diskusi menjadi kekhasan yang melekat pada forum Kenduri Cinta dibandingkan dengan forum-forum terbuka lainnya yang ada di ibukota, setiap yang hadir adalah narasumber, penonton sekaligus yang ditonton. Karena pada dasarnya setiap yang hadir di Kenduri Cinta diterima kehadirannya sebagai sesama manusia. Meskipunan yang hadir dari lintas profesi, akademisi, aktifis, pelajar bahkan pengangguran sekalipun dapat diterima, namun kehadirannya itu bukan dilandasi atas fakultatif pengalaman kehidupannya saja melainkan universalitas kehidupan masing-masing yang hadir, hadir sebagai personal bukan sekedar identitas. Bahasan yang lintas bidang ilmu dan sajian musik, puisi, teaterikal dan berbagai macam partisipasi baik yang terencana maupun spontan dari peserta forum seperti sebuah orkestra yang sedang sama-sama disajikan dan bersama-sama dinikmati.

Forum bulanan Kenduri Cinta yang sejak Juni 2000, biasa dimulai selepas isya selesai hingga menjelang subuh, ini memunculkan jalinan hubungan personal antar peserta usai forum bulanan. Mereka menamakan diri sebagai jamaah Kenduri Cinta, meskipun istilah jamaah identik dengan baris komando namun itu tidak terjadi di Kenduri Cinta. Keluar masuknya jamaah dan tidak adanya keanggotaan resmi dan kewajiban untuk hadir dalam setiap diadakannya acara bulanan menjadikan forum Kenduri Cinta bergerak seiring dinamika hubungan personal antar jamaah yang bersedia berpartisipasi dalam persiapan dan selama berjalannya forum. Dari interaksi personal inilah yang kemudian saling berkomitmen untuk bersama-sama menjadikan adanya komunitas Kenduri Cinta. Dalam komunitas ini berbagai inisiatif, ide dan gagasan bermunculan untuk memelihara Kenduri Cinta. Perbedaan background dan karakter personal mewarnai dinamika komunitas. Seperti sebuah laboratorium, teori-teori manajemen organisasi dicoba diaplikasikan untuk menata komunitas dari waktu ke waktu. Hingga saat ini formula-formula itu mengalami proses penyelarasan dengan tumbuhnya organisme Maiyah.

Komitmen personal untuk berpartisipasi dalam proses terselenggaranya forum bulanan Kenduri Cinta dihasilkan melalui pertemuan-pertemuan untuk koordinasi persiapan teknis penyelenggaraan. Pada prosesnya, pertemuan-pertemuan koordinasi ini menjadi semacam rutinitas yang mentradisi sejak tahun 2002. Jamaah Maiyah yang giat berpartisipasi menyelenggarakan pertemuan-pertemuan rutin setiap hari Rabu malam dan terus berlangsung rutin hingga saat ini dan menjadi tradisi Reboan. Forum Reboan bersifat terbuka sebagaimana forum bulanan, namun lebih terasa dinamis dalam dinamika cairan-padatan-cairan sebagai sebuah komunitas. Istilah penggiat dipilih untuk sekedar menandai jamaah yang bersedia dan berkomitmen rutin dan tidak sekedar berpartisipasi kehadiran saja. Pasang surut Reboan sering terjadi dan pernah mengalami perpindahan-perpindahan lokasi pertemuan, hingga akhirnya bermuara kembali di Teras Galeri Cipta II, Taman Ismail Marzuki. Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan akses termudah bagi para penggiat yang domisilinya tidak hanya dari wilayah Jakarta saja, namun ada yang berdomisili Bekasi, Depok, Bogor dan Tanggerang.

Tradisi Reboan yang semula ditujukan sebatas persiapan teknis forum bulanan berkembang menjadi forum silaturahmi dan diskusi terbuka bagi sesama jamaah Kenduri Cinta yang lebih intens. Seiring dinamika proses tumbuhnya organisme Maiyah, Reboan menjadi tempat sharing, tempat saling mengasuh, mengasah dan mengasih nutrisi-nutrisi dari sesama jamaah Kenduri Cinta yang diperoleh pada saat forum bulanan maupun dari aktifitas kehidupan sehari-hari masing masing jamaah. Letupan ide dan gagasan yang tersampaikan tinggi melayang-layang dalam Reboan dibumikan dengan realitas pengalaman masing-masing jamaah. Berbagai problematika yang menyangkut individu dan kebersamaan pada batasan tertentu disolusikan secara bersama-sama. Isu-isu yang berseliweran, dari mulai isu lokal, isu nasional bahkan isu internasional sesekali dibahas sebatas kemampuan. Dari pembahasan isu-isu semacam itu mungkin yang dihasilkan bukan berupa solusi praktis atas isu itu, tapi pembahasan semacam itu sering kali menghasilkan prespektif dan cara pandang yang lebih netral terhadap isu-isu itu dan menghasilkan penyikapan yang lebih berdaulat. Justru dalam Reboan yang terpenting adalah sebagai ajang saling mengasah sensitifitas antar dan sesama jamaah Maiyah dalam menjalankan komitmen kebersamaan. Hal-hal yang biasanya dianggap remeh dalam kehidupan masyarakat modern bisa jadi sesuatu yang menjadi perhatian, ataupun sebaliknya sesuatu yang dianggap penting di tengah masyarakat modern menjadi suatu yang biasa saja. Jika umumnya orang datang kesuatu forum atau-pun pertemuan mengharapkan untuk termotivasi, sebaliknya di Reboan justru yang terjadi demotivasi. Demotivasi semacam ini menjadi konfirmasi bersama atas komitmen personal dalam mengasihi kebersamaannnya sebagai organisme Maiyah.

Keberadaan Masyarakat Maiyah Kenduri Cinta sebagaimana keberadaan simpul-simpul Maiyah lainnya di berbagai daerah tidaklah hadir sekedar sebagai identitas namun sebagai person yang senantiasa berusaha menerapkan nilai-nilai Maiyah dalam setiap aktifitas kehidupannya. Organisme-organisme Maiyah bermunculan secara sporadis meresonansikan segitiga cinta Maiyah secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama di tengah-tengah masyarakat. Organisme Maiyah berdaulat atas dirinya masing-masing dan mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya langsung dihadapan Tuhannya. Secara alamiah berdasarkan jalinan hubungan personal antar organisme Maiyah, orang-orang Maiyah akan merindukan untuk berkumpul secara periodik membuat simpul-simpul Maiyah menyesuikan dengan karakteristik masyarakat lingkungannya.

Begitupun Masyarakat Maiyah Kenduri Cinta yang berada di tengah kehidupan masyarakat ibukota yang cenderung individualis dan pragmatis. Banyak kesaksian dari beberapa jamaah Maiyah Kenduri Cinta yang sudah sekian lama bekerja dalam satu perusahaan tidak saling mengenal, namun justru mereka baru saling berkenalan pada saat Kenduri Cinta. Banyak juga jamaah Maiyah Kenduri Cinta yang sekedar datang untuk menimba ilmu, lantas mengaplikasikan ilmu-ilmu dari Maiyah tanpa menyebutkan sumber ilmunya. Sering juga dijumpai tokoh-tokoh nasional yang sembunyi-sembunyi mengikuti rangkaian Kenduri Cinta dari dalam kendaraannya yang diparkir diseputaran Taman Ismail Marzuki.

Mau tidak mau Kenduri Cinta juga menjadi bagian penting dari masyarakat Taman Ismail Marzuki. Menjadikan Kenduri Cinta sebagai menu wajib mereka, secara otomatis setiap jumat minggu kedua, pelataran parkir Taman Ismail Marzuki bisa dipastikan tidak digunakan untuk kegiatan lainnya, selain Kenduri Cinta. 16 tahun Kenduri Cinta di Taman Ismail Marzuki bukanlah waktu yang singkat, dinamika dan pergantian kepengurusan Taman Ismail Marzuki menjadi warna tersendiri, dialektika antar setiap pengurus berbeda, namun bermuara sama, untuk Kenduri Cinta seolah mereka memiliki frame yang sama, dengan senang hati mereka mempersilahkan Kenduri Cinta untuk tetap disana, tanpa ijin, tanpa kerjasama tertulis, tanpa biaya sepersen pun untuk penggunaan tempat, hanya mengandalkan persambungan silaturahmi, itu semua berkat nilai Maiyah yang sudah dapat dijalankan, saling percaya dan mempercayai antar satu dengan yang satunya. Selain itu Kenduri Cinta menjadi berkah tersendiri bagi banyak orang yang menggantungkan hidupnya dari berdagang. Berbagai dagangan, dari makanan-minuman hingga pernak-pernik turut menyemarakkan suasana Kenduri Cinta. Apabila dihari lain mereka oleh pengurus baru Taman Ismail Marzuki  dilarang untuk berjualan diarea Taman Ismail Marzuki, namun pada hari Kenduri Cinta, mereka dibebaskan untuk masuk kedalam area, Kenduri Cinta menjadi “hari raya” mereka, tidak sekedar berjualan, namun ikut menimbah ilmu bersama.

Bulan Ramadlan kali ini bertepatan dengan 16 Tahun Kenduri Cinta, sebuah rentang usia remaja menuju pendewasaan, masa-masa penemuan jatidiri dan diri yang sejati. Godaan dan cobaan untuk segera menunjukan eksistensi pada usia ini akan semakin besar. Namun kesombongan identitas sosial jelas bukan suatu yang pantas untuk menuju keabadian. Harapan Masyarakat Maiyah Kenduri Cinta untuk Menegakkan Cinta Menuju Indonesia Mulia terasa masih jauh dari cita-cita jika diperbandingkan dengan keadaan masyarakat saat ini. Tetapi itu semua tak membuat Kenduri Cinta untuk tidak berhenti menanam, dan menanam, untuk terus berproses.[AS]