Maiyah Amerika: Kehangatan Kepala Baru Perwakilan BI di New York

Seri perjalanan maiyah amerika

Bergeser dari Konjen RI New York, kini Cak Nun, Mbak Via, dan rombongan pengurus Masjid Al-Falah tiba di lokasi acara di 25 Greenway South, Forest Hills, NY 11375 (22/9). Di sini rombongan disambut hangat oleh tuan rumah, Bapak Erwin Haryono. Beliau adalah Kepala Perwakilan BI New York yang baru menjabat beberapa minggu.

Tiba menjelang Magrib dan rombongan beristirahat sejenak di kamar yang telah disediakan. Rumah yang menjadi tempat acara adalah rumah dinas Bank Indonesia yang dibangun pada 1919. Rumah yang sangat besar ini memiliki 10 kamar yang berada di lingkungan masyarakat Jewish yang elit. Mobil rombongan yang parkir di perumahan ini harus diberi penanda berupa kertas bertuliskan ‘visitor‘ di dashboard. Jika tidak, mobil bakal diangkut dan ditahan.

Setelah istirahat sejenak, segera dilanjut salat Magrib berjamaah diimami oleh imam Masjid Al-Falah, yaitu Mas Luthfi Rahman. Selepas salat Magrib, makan malam telah disediakan dengan lontong opor ayam. Sambil menyantap hidangan dibarengi obrolan-obrolan ringan seputar makhluk halus hingga soal kesurupan.‎ Sesi makan malam berlanjut di luar, khusus para ‘ahlul hisab’ yang dipimpin langsung oleh tuan rumah.

Sementara itu, dalam silaturahmi yang berlangsung dalam suasana hangat itu, Cak Nun menguraikan beberapa topik, di antaranya Islam substansial vs Islam simbol, tentang transformasi bank konvensional menuju bank syariah, optimisme akan masa depan Indonesia dan tafsir ayat 147 Surat al-Baqarah.

Ayat 147 Surat al-Baqarah ini berbunyi: wa likullin wijhatun huwa muwalliha fastabiqul khoirot… Berbeda dengan penerjemahan umumnya, Maiyah menafsirkan atau memahami ayat ini dengan pengertian bahwa setiap diri/orang/siapapun (universal) punya pandangan yang dicenderunginya. Tapi apapun pandangannya itu, yang penting output-nya adalah setiap diri tadi memberikan atau menyumbangkan kebaikan.

Esok paginya (23/9), Cak Nun, Ibu Via, dan teman-teman masjid Al-Falah diajak meneruskan lagi yaitu mengunjungi kantor perwakilan BI New York, dan diajak memasuki ruang-ruang yang ada di sana, di antaranya ruang ‘dealing room‘, tempat di mana Cak Nun dapat melihat layar-layar monitor yang merekam pergerakan mata uang rupiah.