Maiyah Amerika: Dari Philadelphia Rendah Hati Untuk Peristiwa Mina

SERI PERJALANAN MAIYAH AMERIKA

Berita mengejutkan dari Mekkah Al-Mukarromah. 300-an lebih jamaah haji meninggal dunia di terowongan Muaisim Mina. Sebagian besar terinjak dan kehabisan nafas. Kemungkinan jumlah itu akan terus bertambah. Cak Nun yang tengah berada di Amerika dan bersiap mengikuti shalat Idul Adha di Philadelphia ditanya banyak orang atau rekan-rekan bagaimana menyikapi peristiwa ini.

Cak Nun menegaskan bahwa dalam atau pada satu fakta/adegan/peristiwa, terdapat beribu probabilitas nilai dan berjuta kandungan/dimensi ilmu. “Mohon maaf mohon izin jangan hadapi ini dengan 1 probabilitas atau 1 dimensi cara/sudut/sisi /jarak pandang; beberapa tahun yang lalu dengan Ibu Via setengah berpelukan jalan ke pagar lempar jumroh kemudian balik tanpa bersentuhan dengan seorang pun yang lain. Dengan Sabrang Noe setengah meter di belakang saya, jalan garis lurus ke Hajar Aswad tanpa berbenturan dengan seorang pun, dua tangan saya di tembok atas Hajar Aswad, Noe masuk depan dada saya untuk cium Hajar Aswad, kemudian kami berdua dijunjung langsung mundur sekitar 5 meter,” tutur Cak Nun.

Lebih lanjut Cak Nun menyatakan bahwa kita tidak bisa menyimpulkan yang mana yang celaka yang mana yang selamat, kalau parameter kita sama dengan cara pandang Allah. “Kepada yang mati maupun yang masih hidup aslinya sama-sama punya kemungkinan untuk kita ucapi: Pertama, Astaghfirullah; Kedua, Alhamdulillah; Ketiga, Subhanallah; Keempat, Allahu Akbar; Kelima, Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Apalagi yang ke-5 adalah GBHN kehidupan manusia, sehingga tepat juga diucapkan untuk orang wafat yang sedang mengalami reformasi hakiki,” terang Cak Nun.

Ada juga yang ‘penasaran’ mengaitkan kematian dengan diterima tidaknya perbuatannya oleh Allah. Mengenai hal ini Cak Nun menerangkan prinsip pemahaman yang sejauh mampu dipahami nalar manusia, “Yang meninggal bisa karena Allah terima sebagai hamba yang lulus di dunia atau dan seterusnya dan seterusnya, yang hidup bisa karena dicuekin, dibiarkan GR (tark atau istidraj), bisa diberi pengeling/peringatan (indzar), bisa diberi amanah kebaikan lebih lanjut sampai balik ke tanah air.

Selanjutnya Cak Nun mengajak, “Kita semua mohon jangan terjebak untuk menuntut “konklusi objektif” yang statis. Karena tiga hal. Pertama, tak seorang pun bisa hidup dengan berhenti di satu detik waktu. Kedua, tak seorang hamba pun diperkenankan Allah untuk menjangkau semua probabilitas, dimensi, dan nilai-nilai. Ketiga, hisab/regulasi/muhasabah berlaku di depan Allah per-individu (tidak keluarga, tidak kelompok, tidak bangsa dan negara). Sehingga semua kejadian yang terbaik kita kembalikan kepada diri (personalitas denga alat tool identitas/fungsi/perilaku/manfaat) kita masing-masing. Selebihnya, posisi manusia di bumi pada koordinat doa dan harapan.”

Pagi ini (24/9) waktu setempat,  Cak Nun bersama umat muslim di Philadhelphia melaksanakan Salat Ied Idul Adha di Masjid Al-Falah. Pelaksanaan Salat Ied di Masjid Al-Falah ini dilakukan dalam 2 gelombang dikarenakan kapasitas masjid yang tidak memungkinkan untuk menampung seluruh umat muslim di Philadelphia yang menjadikan Masjid Al-Falah lokasi untuk melaksanakan Salat Ied. Di Philadelphia, hanya pada Hari Raya Idul Fitri dimana Salat Ied dilaksanakan di lapangan terbuka sehingga mampu menampung umat muslim yang merayakan Idul Fitri disana.

Komentar