Kenduri Cinta, Kenduri Indonesia

AWAL MENDENGAR kata Kenduri, ingatan saya langsung tertuju pada acara genduren-an (Kenduren, Kenduri) yang masih sering dilakukan banyak daerah di Jawa. Dimana terlaksana suatu jamuan, tempat saling berkumpul antar warga desa, guyub rukun guna melangsungkan suatu peringatan/doa bersama. Dan tak ketinggalan dengan hidangan khasnya; dari Nasi Tumpeng, Nasi Ambeng, Kue Apem (afwan), rempah, rempeyek, urap, thontho, dan ubo rampe lainnya. Biasanya Kenduren diikuti oleh Mas-Mas atau Bapak-Bapak, dan kemudian membawa pulang besekan, berkatan yang siap dibagikan pada anak istri sesampainya di rumah.

Tradisi tersebut sudah turun temurun bahkan mungkin sampai ratusan tahun. Menurut Bapak Agus Sunyoto, selaku pengamat budaya dan sejarah, Kenduri berasal dari bahasa Persia Kanduri yang berarti upacara makan-makan dalam rangka memperingati putri Nabi Muhammad SAW, yaitu Fatimah Az-zahra. Beliau juga menegaskan bahwa budaya kenduri yang dilakukan umat Islam di Nusantara, khususnya di tanah Jawa bukan karena pengaruh Hindu atau Budha karena di kedua agama itu tidak ditemukan ajaran kenduri.

Namun, Kenduri yang akan saya ulas kali ini ialah Kenduri Cinta, Jamuan Cinta ditengah kerontangnya Gurun Jakarta. Tentu sebuah nama memiliki cerita, sebuah harapan dan sebuah doa. Dengan tagline Menegakkan Cinta menuju Indonesia Mulia, forum Maiyahan Kenduri Cinta telah genap selama 17 tahun istiqomah bersedekah mencerahkan negeri.

Seperti dalam tagline, kurangnya cinta antar sesama, rasa saling percaya yang membuat Indonesia belum menampakkan kegagahan simbol Garuda-nya. Seperti yang sering disinggung Cak Nun, antar kementerian/departemen saja banyak yang tidak saling percaya, apalagi antar aparatur lainnya yang menjadi sendi-sendi utama bangunan kebangsaan bernama Indonesia. Maka Kenduri Cinta hadir sebagai pemantik cinta, berjuang menegakkan Cinta menuju Indonesia Mulia. Derajat mulia sendiri ialah posisi ketika Indonesia sudah baik, juga Indah maka puncaknya ialah Indonesia yang Mulia. Dengan segala kebijakan-kebijakan horizontal vertikal, maupun internal eksternal

Dari 17 tahun Perjalanan, Alhamdulillah setidaknya sudah dua kali diperjalankan-Nya turut melingkar di pelataran Plaza Taman Ismail Marzuki. Kesan-kesan heroik dari para penggiat maupun jamaah yang hadir masih tersimpan rapi di memori. Diantara pesan yang disampaikan Cak Nun pada Kenduri Cinta edisi April 2016 ialah Faltandzur nafsun ma qoddamat lighad. Cak Nun selalu mengingatkan kita untuk terus memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (akhirat).

Juga pesan dari  Mas Ian L Betts yang kian terlihat nyata tentang betapa pentingnya untuk mempersiapkan diri sejak dini akan adanya zaman perubahan yang ditandai salah satunya dengan perubahan iklim yang terus meningkat dan yang paling terkena dampak adalah pertanian dan air bersih yang mungkin di beberapa wilayah sudah mengalami kekeringan. Pada 2017 ini, krisis pangan yang berakibat pada kelaparan tengah melanda beberapa Negara di Timur Laut Nigeria, Somalia, Sudan Selatan, Yaman, Irak, Suriah (termasuk para pengungsi di negara tetangga), Malawi dan Zimbabwe.

Ada momentum penting yang saya tangkap dari berbagai aksi yang berlangsung setidaknya hampir satu tahun terakhir di Jakarta. Momentum yang cukup mencuri perhatian itu ialah saat dimana Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo diundang dalam salah satu stasiun TV dan dimintai pendapat tentang aksi besar yang akan dilangsungkan pada hari berikutnya. Beliau mengingatkan tentang Peak Oil Theory dan Krisis Pangan Dunia. Karena Indonesia Negara tropis yang tanahnya sanggup memunculkan berbagai kebutuhan pangan pokok, dengan segala kelebihan Indonesia kemudian banyak Negara asing mengincarnya. Diantara yang ironi ialah ternyata Negara sekaya Indonesia malah Impor Beras, Impor Singkong, Impor Cangkul dan lain sebagainya dari Negara lain.

MER-TOMBO DI KENDURI CINTA

HIDUP DI Ibu kota tentu tidaklah mudah. Persaingan hidup, tantangan tinggi dan membutuhkan daya juang yang kuat. Posisi strategis Ibu kota bisa menjadi pusat segala kebaikan namun bisa juga sebaliknya. Apalagi dengan semakin canggihnya teknologi dan mudahnya akses komunikasi. Sama juga halnya, hari ini di pusat-pusat ibu kota belahan bumi lain, memancarlah tanda-tanda kemegahan, kemajuan dan gemerlap kota-kota termapan.

Namun setidaknya dua bulan terakhir Tuhan menunjukkan ironi dari balik dinding-dinding kemegahan kota-kota “termaju” di dunia itu. Di Bangsal Psikiatri Forensik salah satu Rumah Sakit Jiwa tertua di bagian Selatan Jerman tempat saya magang kerja, banyak orang-orang “mapan” yang harus menjalani fase “taubat” beberapa tahun di Tahanan. Mayoritas disebabkan karena kecanduan Alkohol dan obat-obat terlarang. Di Negara-negara belahan Barat Bumi, Agama bukan menjadi faktor penting dalam kehidupan. Maka ketika pertahanan mental seseorang rubuh atas banyaknya masalah kehidupan yang menderanya, pelarian tercepat ialah mengkonsumsi minimal 10 botol minuman keras dengan kadar alkohol tinggi guna menghilangkan beban berat yang bercokol di hati dan fikirannya.

Ditengah peliknya hidup di Indonesia, Rakyat Indonesia masih sangat beruntung karena mengenal dekat Tuhan dalam kehidupannya. Memiliki Sandaran Hati ketika beban berat menghampiri. Mengenal konsep Tauhid, konsep Hikmah yang itu menjadi hal-hal teramat langka di Negara-negara yang katanya memiliki kehidupan sangat Maju. Seperti kata Cak Nun, kita memiliki parameter yang berbeda dalam mengukur “kemajuan”. Kalau mereka, dunia sebagai pusat tujuan hidupnya, sedangkan kita memiliki kehidupan akhirat sebagai fokus semangat berjuang selama di dunia.

Kenduri Cinta salah satunya hadir sebagai oase ditengah wajah kapitalis yang sedang menghinggapi berbagai belahan dunia. Sebagai pendingin di panasnya “suhu” Ibu kota. Detoksifikasi berbagai penyakit hati dan tempat menghimpun energi dalam menjalani 29 hari yang tersisa. Guyub rukunnya berbagai agama, tak peduli kelas sosial, suku, ataupun warna kulit, sebab sama-sama hadir sebagai hamba yang rindu ketenangan, rindu akan cinta, rindu akan pertemuan pada hal-hal yang lebih sejati dalam kehidupan. Paket mer-tombo lengkap, dengan hasil Kenduren berupa ilmu-ilmu yang siap dibagikan pada anak istri, sanak saudara ketika tiba dirumah setelahnya.

Alles gute zum Geburtstag Kenduri Cinta, terus Menegakkan Cinta menuju Indonesia Mulia!

 

Zwiefalten, Germany 15 Juni 2017